Oleh: Denny Siregar*
Kasus kerusuhan Manokwari tidak lepas dari keterlibatan Benny Wenda, orang Papua yang sekarang tinggal di Oxford, Inggris.
Benny Wenda mempunyai jejaring mahasiswa yang dinamakan Aliansi Mahasiswa Papua atau AMP. Aliansi ini tersebar di berbagai universitas tempat mahasiswa Papua belajar.
Siapa Benny Wenda?
Dari keterangan resmi Kementerian Luar Negeri, Benny Wenda disebut sebagai pegiat separatisme Papua yang memiliki rekam jejak kriminal di Papua.
Masa kecilnya diceritakan pahit. Ia sekolah di Indonesia, di mana di sana hanya ada dua orang Papua. Kabarnya dia di-bully bahkan sampai diludahi teman sekelas. Sejak kecil, pada masa orde baru, dia lari ke hutan.
Ketika Soeharto lengser, ia kemudian ikut dalam Presidium Dewan Papua yang pro kemerdekaan. Benny juga dikabarkan terlibat penyerangan markas Kepolisian Sektor Abepura pada 2000. Enam polisi tewas pada waktu itu. Dua tahun kemudian ia kabur dengan menjebol penjara.
Jadi peristiwa Manokwari itu kemungkinan besar adalah sebuah peristiwa yang didesain supaya timbul chaos besar.
Benny kemudian kabur ke Inggris. Dia mendapat suaka tahun 2003 dan tinggal dengan aman dan nyaman di Oxford, Inggris.
Benny Wenda kemudian berkumpul dengan kelompok pembebasan Papua. Salah satu dari kelompok itu yang membantai 30 pekerja di Papua. Agenda mereka adalah bagaimana caranya aksi referendum untuk Papua merdeka disetujui pemerintah Indonesia.
Mereka menyelundup ke sidang PBB sambil menitipkan agenda lewat 6 negara Oceania. Perhatian internasional harus ditarik dulu. Tapi sayangnya, Indonesia juga punya diplomat-diplomat muda yang ulung untuk membantah argumen negara Oceania itu.
Dan strategi berikutnya adalah benturkan, timbulkan kebencian antarsuku dan masalah ketidakadilan, baru paksa pemerintah Indonesia untuk referendum. Mereka terinspirasi lepasnya Timor Timur pada 1999 dengan konsep yang sama.
Jadi peristiwa Manokwari itu kemungkinan besar adalah sebuah peristiwa yang didesain supaya timbul chaos besar yang membuat aparat akhirnya harus melakukan kekerasan. Ketika kekerasan demi kekerasan terjadi, maka proses referendum pun muluslah.
Begitulah saudara-saudara, sedikit laporan dari analisa saya.
Seruput kopi dulu
*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi