Padang - Sumatera Barat (Sumbar) termasuk salah satu provinsi rawan bencana. Tidak saja ancaman gempa dan tsunami, banjir dan longsor pun terus mengintai daerah setiap tahun. Atas kondisi itu Sumbar kerap disebut 'supermarket' bencana.
Kepala BPBD Sumbar Erman Rahman mengatakan wilayah Sumbar butuh pengkajian kebutuhan pascabencana (Jitu Pasna). Hal ini untuk memahami dan memudahkan tindakan yang akan dilakukan setelah dilanda bencana.
"Pengkajian dan penilaian akibat, analisis dampak dan perkiraan kebutuhan menjadi dasar penyusunan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana," katanya, Senin 4 November 2019.
Jitu Pasna mengidentifikasi kerusakan dan kerugian fisik maupun non-fisik. Pengkajian ini juga menyangkut aspek pembangunan manusia, perumahan atau pemukiman, infrastruktur, ekonomi dan sosial.
Perlu transfer pengetahuan tentang mekanisme pengkajian kebutuhan pascabencana.
Menurutnya, analisis dampak bencana melibatkan tinjauan keterkaitan dan nilai agregat dari akibat-akibat bencana. Namun kajian tersebut perlu ditunjang SDM yang mumpuni. Sehingga hasil kajian betul-betul sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat dan daerah terdampak.
"Perlu transfer pengetahuan tentang mekanisme pengkajian kebutuhan pascabencana, sehingga ada keselarasan dari semua pihak," katanya.
Media massa juga berperan dalam rehabilitasi dan rekonstruksi. Seperti membangun dan mengembalikan kondisi masyarakat terdampak bencana dari rasa trauma dan ketakutan. Dengan kata lain, menyajikan berita yang bisa memulihkan semangat dan harapan korban bencana.
"Kami juga berikan pelatihan dan pengetahuan tentang kepada para wartawan di Sumbar terkait kebencanaan," katanya.
Erman mengakui, Sumbar setiap tahun dikepung bencana seperti banjir, longsor, abrasi, gempa hingga ancaman tsunami. Sedangkan keuangan daerah terbatas dalam penanganan pascabencana. "Dengan kajian baik dan terukur, penanganan pascabencana akan lebih tepat," tuturnya. []