Padang - Peneliti perkembangan penelitian bahasa isyarat di Sumatera Barat Rona Almos, mengatakan, terjadi ketimpangan antara jumlah penerjemah bahasa isyarat dan jumlah tuna rungu di Sumbar.
"Di Sumbar kita hanya punya 8 penerjemah bahasa isyarat. Sementara jumlah orang tuli mencapai 1.250 jiwa. Dari 8 orang tersebut, 6 orang ada di Padang dan 2 lagi di luar Kota Padang," kata Rona Jumat 18 Oktober 2019.
Rona menilai sangat terjadi ketimpangan dari jumlah penerjemah dengan orang tuli di Sumbar. Di Padang saja ada 300 hingga 400 orang yang tuli, sementara penerjemah hanya 6 orang, 2 orang lagi dari luar Kota Padang.
Selain persoalan kurangnya penerjemah bahasa isyarat, penelitian bahasa isyarat dari sisi linguistik juga sangat minim. Akan tetapi, soal metode penelitian di Sekolah Luar Biasa (SLB) sudah mulai diteliti.
Rona menjelaskan, kecenderungan bahasa isyarat orang tuli Sumbar banyak dipengaruhi oleh bahasa isyarat daerah lain. Sepertinya orang tuli di Sumbar kurang percaya diri dengan bahasa isyaratnya sendiri, padahal setiap daerah mempunyai karakteristik bahasa isyarat tersendiri.
"Kami melihat mereka cepat terpengaruh dengan bahasa isyarat daerah lain ketika berinteraksi dengan orang tuli dari daerah lain," ungkap dia.
Di Kota Padang saja ada 300 hingga 400 orang yang tuli, sementara penerjemah hanya 6 orang, 2 orang lagi dari luar Kota Padang.
Sementara itu, Iwan Satryawan sebagai pemateri dengan penerjemah Silva Isma dari Laboratorium Riset Bahasa Isyarat (LRBI) Departemen Linguistik FIB UI menjelaskan, bahasa isyarat sangat penting sebagai media komunikasi dalam ranah sosial maupun pendidikan.
Iwan menerangkan, bahasa isyarat seharusnya dilakukan sejak dini terutama bagi orang tua yang punya anak tulinya. Sebab, orangtua yang bisa menggunakan bahasa isyarat akan menumbuhkan percaya diri si anak untuk berinteraksi dengan orang lain.
Disampaikannya, sekarang teman tuli sudah banyak yang berhasil mengenyam pendidikan dan perguruan tinggi. Bahkan mendapatkan posisi strategis di pemerintah maupun perusahaan swasta dan merintis usaha sendiri.
"Bahasa isyarat saya pikir kita sangat aktif, berkembang dan kreatif. Inilah yang menjadi jembatan kita untuk bisa berinteraksi dengan orang lain," ujar dia.
Sementara itu Silva T. P. Isma, dari LRBI Departemen Linguistik FIB UI menyebutkan, bahasa isyarat mengalami peningkatan dalam perkembangannya dari tahun ke tahun. Penggunaan bahasa isyarat di berbagai ranah semakin banyak, seperti seminar, lokakarya, media, dan kegiatan pengajaran.
Peningkatan ini berlandaskan pada kesadaran yang semakin luas di masyarakat dari berbagai latar belakang, seperti pekerja sosial, mahasiswa, pegiat isu, akademisi, bahkan hingga tingkat pemerintah. Kesadaran yang meluas ini merupakan dampak dari usaha penyadaran yang dilakukan oleh sejumlah pihak, khususnya organisasi tuli dan universitas.
Departemen Linguistik Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) melalui Laboratorium Riset Bahasa Isyarat (LRBI) telah dan masih bergiat dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan bahasa isyarat dan ketulian.
Kegiatan yang dilaksanakan selama ini berfokus pada pengembangan bahasa isyarat melalui penelitian-penelitian, pendokumentasian bahasa isyarat dalam bentuk video rekaman dan pencetakan kamus dan buku pedoman (buku ajar), pembuatan produk yang mencakup materi ajar, dan pengadaan pelatihan dan seminar.
"Sejauh ini kami telah mengumpulkan 7 bahasa isyarat dari daerah. Ke depan kami berharap hilirisasi dari kegiatan ini akan ada bahasa isyarat nasional sebagai rujukan bersama," tutur dia. []
Baca juga:
- Asrama Brimob Padang Panjang Terbakar dan Menjadi Abu
- ASN Tersangka OTT di Padangsidempuan Dilarikan ke RS
- DPRD: Usut Kasus Pemotongan Dana BOK di Padangsidempuan