Payakumbuh - Kejaksaan Negeri Payakumbuh, Sumatera Barat. akhirnya menahan mantan Kepala Inspektorat Kabupaten Limapuluh Kota berinisial AZW, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi proyek transmigrasi tahun 2015.
Tersangka kita titipkan di LP Kelas II B Payakumbuh untuk mempermudah pemeriksaan.
Selain AZW, jaksa juga menahan dua tersangka lainnya, yakni MV, seorang pejabat eselon IV serta SU seorang rekanan (kontraktor) pengerjaan proyek tersebut.
"Langsung ditahan jaksa setelah berkas perkaranya lengkap (P-21)," kata Kapolres Limapuluh Kota AKBP Sri Wibowo kepada wartawan di kantor Kejaksaan Negeri Payakumbuh, Rabu, 5 Agustus 2020.
Selain tersangka, polisi juga telah menyerahkan sejumlah barang bukti, termasuk dokumen lainnya. Menurutnya, kasus proyek transmigrasi itu terjadi 2015. Berbagai penyelidikan sudah dilakukan jajaran Polres Limapuluh Kota.
Setelah lama diselediki, polisi akhirnya menetapkan ketiganya sebagai tersangka pada Januari 2020. Setelah pemberkasannya lengkap, polisi pun melimpahkan ke Kejaksaan Negeri Payakumbuh.
"Tersangka kita titipkan di LP Kelas II B Payakumbuh untuk mempermudah pemeriksaan," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Payakumbuh Satria Lerino.
Para tersangka dibawa ke tahanan dari kantor Kejari Payakumbuh sekitar pukul 17.00 WIB. Menurutnya, ketiganya akan ditahan selama 20 hari ke depan. Jika berkas perkara yang diperiksa tidak lengkap, berkemunginan penahanan akan diperpanjang.
"Tapi jika cukup hari, maka perkara akan langsung dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor di Padang," katanya.
Seperti diketahui, proyek transmigrasi di Nagari Galugua, Kecamatan Kapur IX, bergulir sejak 2012. Pembangunan 200 rumah untuk hunian transmigran di ujung Sumbar itu dikerjakan oleh PT Carano Perak Berjaya denga kuasa perusahaan berinisial SU.
Saat itu, AZW merupakan Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Limapuluh Kota. Kemudian, MV merupakan PPK proyek. Bertahun-tahun dikerjakan, proyek senilai Rp 3,7 miliar tak kunjung tuntas hingga akhirnya diproses Polres Limapuluh Kota.
Setelah dilakukan audit oleh BPKP, ditemukan kerugian negara sebesar Rp 900 juta. Kini, proyek tersebut terhenti dan tidak tuntas. Lokasi pembangunan perumahan transmigrasi yang berada jauh di tengah hutan itu, sudah bersemak dan tak terawat.
Kuasa hukum dari tersangka SU, Setia Budi mengatakan, pihaknya menerima apapun proses hukum yang menimpa kliennnya itu. Namun dia berharap, penegak hukum juga memproses rekanan lain yang terlebih dahulu mengerjakan proyek miliaran rupiah itu.
"Klien kami orang kedua yang mengerjakan proyek transmigrasi itu. Sebelumnya sudah ada rekanan yang mengerjakan, tetapi proyek tak tuntas. Kita harap penegak hukum juga memproses ini dan semua pihak yang terlibat juga ikut diproses," katanya. []