Beda Cara Pembuatan Omnibus Law di Indonesia dan Negara Lain

Luthfi Yazid menyinggung bagaimana tahap pembuatan Omnibus Law di Indonesia dan negara lain. Negara lain mengkaji pembuatan secara detail.
Unjuk rasa Omnibus Law berujung rusuh di Kota Makassar. (Foto: Tagar/Ist)

Jakarta - Pakar hukum pidana sekaligus Vice President Kongres Advokat Indonesia (KAI) dan Managing Partner Jakarta International Law Office (JILO), TM Luthfi Yazid menyinggung bagaimana tahap pembuatan Omnibus Law di negara lain yang dikaji secara detail.

"Dalam praktek pembuatan Omnibus Law di negara lain kadang mengalami lack of transparency dan lack of participation, seharusnya sudah diantisipasi oleh pemerintah maupun parlemen kita sedari awal," ujar Luthfi dalam keterangannya seperti dikutip Tagar, Sabtu, 10 Oktober 2020.

Mestinya (UU Ciptaker) diperdebatkan, disosialisasikan, dan ditanggapi oleh publik sebelum undang-undang itu disahkan. Pada titik inilah faktor transparansi dan partisipasi menjadi penting

"Bagaimana praktek pembentukan Omnibus Law di US, Canada, Irlandia, atau New Zealand sebagai contoh, harus dikaji kekuatan dan kelemahannya secara detail," ucap Luthfi menambahkan.

Dia menjelaskan, materi maupun persoalan yang ada di Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) seharusnya diperdebatkan sejak tahap perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengundangan, serta sosialisasi kepada masyarakat.

Menurutnya, sebuah undang-undang dilahirkan berdasarkan UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, UU No. 12 Tahun 2011 juncto UU No 15 Tahun 2019 yang merupakan pelaksanaan dari mandat konstitusi Pasal 22A UUD 1945.

"Yang menyatakan bahwa 'ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan undang-undang diatur lebih lanjut dengan undang-undang'. Mestinya (UU Ciptaker) diperdebatkan, disosialisasikan, dan ditanggapi oleh publik sebelum undang-undang itu disahkan. Pada titik inilah faktor transparansi dan partisipasi menjadi penting," kata dia.

Luthfi mengatakan, semestinya pembentukan sebuah undang-undang yang terkait dengan hajat hidup orang banyak harus aspiratif dan partisipatif.

"Tapi kemana mereka? Kemana para menterinya? Kemana DPR dan kemana Presidennya?" tutur Luthfi.

Diketahui, DPR RI mengesahkan UU Ciptaker dalam rapat paripurna pada Senin, 5 Oktober 2020 lalu. Keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak atau dalam hal ini partai.

Adapun partai yang menyetujui di antaranya, PDI Perjuangan (PDIP), Gerindra, Partai Golkar, Partai NasDem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Sementara partai politik yang menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja adalah Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Pengesahan itu menyebabkan masyarakat berunjuk rasa dan melalukan penolakan di sejumlah daerah pada Kamis, 8 Oktober 2020. Aksi turun ke jalan ini merupakan rangkaian mogok nasional dan protes yang dilakukan kelompok buruh hingga mahasiswa dan pelajar. []

Berita terkait
Jokowi: UU Cipta Kerja Percepat Transformasi Ekonomi
Presiden Jokowi menyebutkan salah satu tujuan dari Undang-Undang Cipta Kerja adalah mempercepat transformasi ekonomi.
UU Cipta Kerja dalam Roh Pancasila Bagi Keadilan Masyarakat
Ferdinand berpendapat hadirnya Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja merupakan manfaat dan keadilan sosial yang terkandung dalam Pancasila.
Arteria Dahlan Terganggu Soal Isu Cipta Kerja Tak Transparan
Arteria Dahlan menyatakan kesedihan serta kekecewaannya terhadap hoaks atau berita bohong yang berkembang di masyarakat terkait isi UU Cipta Kerja.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.