Bayang-bayang Pragmatisme Ekonomi

Idealnya Menteri Pendidikan adalah orang yang paham soal pendidikan, bergelut sepanjang hidup di dunia pendidikan. Tulisan opini Bagas Pujilaksono.
Presiden Joko Widodo didampingi Wapres Ma\\'ruf Amin berfoto bersama jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju yang baru dilantik di tangga beranda Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 23 Oktober 2019.(Foto: Antara/Puspa Perwitasari)

Defisit transaksi berjalan APBN sebagai akibat dari defisit neraca perdagangan Indonesia, masih menjadi momok bagi Pemerintah.

Salah satu isi pidato pelantikan Presiden Jokowi periode 2019-2024 adalah pembangunan SDM dan industri manufaktur. Kedua hal tersebut tidak tergambarkan pada komposisi personel Menteri di Kabinet Presiden Jokowi jilid II. Bayang-bayang pragmatisme ekonomi justru tampak dengan jelas.

Sektor pendidikan adalah bagian yang sangat vital dalam pengembangan SDM. Di belahan bumi mana pun, pendidikan adalah investasi jangka panjang yang harus dilakukan Pemerintah, selain kewajiban bagi Negara sebagai amanah konstitusi, juga sebagai imbal balik karena Pemerintah menarik pajak dari rakyat.

Idealnya, Menteri Pendidikan adalah orang yang paham soal pendidikan dan bergelut sepanjang hidupnya di dunia pendidikan. Dunia pendidikan, baik tingkat dasar, menengah dan tinggi, bukan sekadar tata kelola manajemen keuangan di instansi pendidikan, namun lebih pada mekanisme pelaksanaan pendidikan itu sendiri. 

Saat ini adalah waktu yang tepat untuk merevolusi pendidikan nasional, jika kita ingin maju. Masalah pendidikan di Indonesia saat ini, di samping mutunya masih rendah, bahaya radikalisme di sekolah dan perguruan tinggi adalah ancaman nyata yang menghambat kemajuan kualitas pendidikan kita.

Dunia perguruan tinggi dan ristek adalah dua dunia yang tak terpisahkan. Jika risteknya maju, perguruan tingginya akan maju, demikian sebaliknya. Di era Presiden Soeharto berkuasa, Habibie dipasang jadi Menristek sekaligus Kepala BPPT. Hal ini menunjukkan Soeharto punya keseriusan membangun ristek di Indonesia dan faktanya memang demikian. Kinerja Habibie di bidang ristek bertahun-tahun lamanya menghasilkan BUMN-BUMN baru yang membawa perubahan nyata bagi Indonesia.

Mau dibawa ke mana negeri ini? Innallilahi wainnallilahi rojiun.

Langkah penggabungan Pendidikan Tinggi dan Ristek menjadi satu Kementerian adalah langkah yang tepat karena intrinsik dari keduanya memang harus menjadi satu kesatuan utuh.

Indonesia tidak akan pernah maju jika perguruan tinggi dan risteknya tidak maju. Impor Rektor dan Peneliti Asing bukan solusi. Banyak orang jagoan di republik ini, sayangnya pemerintah tidak punya keseriusan memanfaatkan keahliannya karena pemerintah tidak punya konsep yang jelas di bidang pendidikan tinggi dan ristek. Penelitinya sendiri yang sangat jagoan tidak dimanfaatkan, untuk apa impor peneliti asing? Pahami dahulu masalahnya, baru berwacana.

Bagi saya, saat ini Indonesia lebih sebagai pasar, tempat orang berjualan, yang ujung-ujungnya hanya menguntungkan segelintir orang dan membuat rakyat menjadi budak di negerinya sendiri. Angka kemiskinan dan kesenjangan ekonomi masih tinggi. Indonesia belum menjadi tempat bagi orang melakukan riset di bidang iptek. Iklimnya masih cocok bagi bakul (pedagang), bukan bagi ilmuwan. Ke mana bangsa ini mau dibawa?

Pemerintah terlalu muluk-muluk bicara industri manufaktur. Bangun dahulu industri logam dan kimia dasar di bagian hulu, baru bicara industri manufaktur. Industri logam dan kimia dasar adalah kunci mengurangi impor. Kita hanya akan bergantung pada impor, jika industri logam dan kimia dasar tidak dibangun dengan serius.

Divestasi saham PT Freeport yang dilakukan Pemerintah beberapa waktu yang lalu akan sia-sia saja, karena pemerintah selalu gamang membangun industri smelter (logam dasar), karena kita krisis listrik. Bagaimana capaian program 35 GW yang targetnya selesai tahun ini? Sudah berapa persen? Total pembangkitan energi listrik di Indonesia tidak lebih dari 80 GW. Mau bicara kemajuan dan kemandirian bangsa? Energi adalah roh kehidupan.

Pragmatis boleh namun harus tetap realistis tanpa kehilangan jati diri sebagai bangsa yang besar.

Kita butuh uang, namun kita juga butuh mewarisi kemajuan peradaban iptek bagi anak cucu kita. Kuncinya adalah pendidikan tinggi dan ristek.

Kemajuan dan kemandirian bangsa hanya akan berhenti sebatas wacana yang hanya laku sebagai dagangan politik saat pemilu.

Mau dibawa ke mana negeri ini? Innallilahi wainnallilahi rojiun. 

*Akademisi Universitas Gadjah Mada

Berita terkait
Iwan Fals Beri Saran Menohok Soal Kabinet Baru Jokowi
Musisi senior Iwan Fals merespon dan memberikan saran menohok kepada Presiden Jokowi perihal susunan menteri di Kabinet Baru.
Menteri Termuda dan Tertua di Kabinet Jokowi Jilid 2
Presiden Jokowi resmi melantik para menterinya untuk bekerja selama lima tahun ke depan. Siapa sosok menteri termuda dan tertua di Kabinet?
ST Burhanuddin, Jaksa Agung Pilihan Jokowi Diragukan
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meragukan kinerja ST Burhanudin sebagai Jaksa Agung pilihan Presiden Jokowi.
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)