Bahas Redenominasi, Pemerintah Diminta Fokus Covid-19

Anis Byarwati meminta pemerintah fokus dalam penanganan pandemi Covid-19 ketimbang membahas RUU Perubahan Harga Rupiah atau Redenominasi.
Anis Byarwati Anggota Komisi IX DPR, Fraksi PKS. (Foto:Dokumen Anis Byarwati)

Jakarta -  Anggota Komisi XI DPR, Anis Byarwati meminta pemerintah fokus dalam penanganan pandemi Covid-19 ketimbang membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Perubahan Harga Rupiah atau Redenominasi yang sudah masuk dalam program legislasi nasional periode 2019-2024. 

Dia mengatakan rencana itu bukanlah wacana baru. Pasalnya pada tahun 2010, Bank Indonesia (BI) sudah merencanakan lima tahapan pelaksanaan redenominasi rupiah. Menurutnya, saat ini keselamatan masyarakat Indonesia lebih penting dalam kondisi pandemi Covid-19.

Masih banyak permasalahan penting lain yang harus dibenahi pemerintah

"Sebaiknya pemerintah saat ini fokus menangani pandemi Covid-19 dulu. Masih banyak permasalahan penting lain yang harus dibenahi pemerintah,” katanya melalui siaran pers yang diterima Tagar, Sabtu, 11 Juli 2020.

Kendati demikian, menurut dia, ada beberapa manfaat dari redenominasi, yakni untuk kemudahan dan penyederhanaan sistem keuangan bagi pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. 

"Terutama soal kemudahan teknik perhitungan rupiah karena selama ini selalu melibatkan banyak digit yang berpotensi menyebabkan kesalahan dalam transaksi. Khusus bagi pemerintah akan mempermudah penyusunan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang nilainya saat ini sudah mencapai ribuan triliun rupiah," ujarnya. 

Pada poin kedua, hal itu dinilai mampu meningkatkan citra rupiah terhadap mata uang negara lain. "Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kuotasinya akan sama dengan mata uang di negara lain," kata dia.

Anis juga menjelaskan bahwa redenominasi pasti memiliki risiko. Dia berpandangan, masyarakat akan menyamakan hal itu dengan Sanering atau pemotongan daya beli masyarakat melalui pemangkasan nilai mata uang.

"Ada persepsi dan kekhawatiran di masyarakat bahwa redenominasi rupiah sama dengan Sanering. Dikhawatirkan banyak pemilik modal yang akan mengkonversikan uang rupiahnya ke dalam valuta asing khususnya dolar AS," kata dia.

Anis menjelaskan, kedua kebijakan itu berbeda. Redenominasi hanya mengurangi jumlah digit tanpa mengurangi nilai uangnya. Dia menegaskan, risiko saat pelaksanaan redenominasi harus dapat diantisipasi

"Risiko lain menurut dia, terkait potensi kenaikan harga karena pembulatan harga ke atas secara berlebihan akibat dari pengusaha dan pedagang yang menaikkan harga semaunya. Untuk mengatasi risiko saat pelaksanaannya, diperlukan landasan hukum yang kuat dan dukungan masyarakat,” katanya.

Dia berpendapat, perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi secara aktif, intensif dan berkesinambungan kepada masyarakat tentang redenominasi. 

"Hal lain yang sangat diperlukan adalah kerja sama yang baik antara pemerintah, BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta didukung oleh perbankan, asosiasi industri dan pengusaha, lembaga pendidikan serta lembaga masyarakat lainnya," ucap Anis Byarwati. []

Baca juga: Indonesia-Arab Kerjasama Produksi Vaksin Covid-19

Baca juga: Covid-19 Melonjak, PSBB Transisi Harus Diterapkan

Berita terkait
Redenominasi Rupiah, Pakar: Pemerintah Gagal Paham
Rencana pemangkasan jumlah nol berkelipatan Rp 1.000 menjadi Rp 1 kembali mencuat. Pengamat ekonomi lantas menilai niatan pemerintah itu tidak elok
BI: Covid-19 Gelombang Kedua Penyebab Rupiah Melemah
Bank Indonesia menyebutkan gelombang kedua Covid-19 menjadi salah satu indikator yang membuat nilai tukar rupiah tertekan sejak tiga hari terahir.
Jubir Gugus Tugas Covid Simalungun Terpapar Covid
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, dikabarkan terpapar virus corona.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.