Redenominasi Rupiah, Pakar: Pemerintah Gagal Paham

Rencana pemangkasan jumlah nol berkelipatan Rp 1.000 menjadi Rp 1 kembali mencuat. Pengamat ekonomi lantas menilai niatan pemerintah itu tidak elok
Uang koin seribu rupiah. (Foto: Pixabay)

Jakarta – Wacana pemerintah melalui Kementerian Keuangan yang ingin menghapus jumlah nol dalam rupiah (redenominasi) mendapat kritik dari pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati.

Menurut dia, rencana itu dinilai sebagai sesuatu yang keliru dan perlu dikaji kembali tingkat urgensinya.

“Kondisi saat ini kita bukan waktu untuk berwacana yang tidak efisien. Saat sekarang adalah bagaimana kita melakukan yang terbaik, apalagi di tengah pandemi. Saya kok khawatir ini [pemerintah] tidak mengerti,” ujarnya kepada Tagar melalui sambungan telepon di Jakarta, Jumat, 10 Juli 2020.

Enny menambahkan, negara semestinya lebih bijaksana dalam menetapkan kebijakan yang bersifat fundamental bagi perekonomian. Sebab, perubahan mendasar dalam struktur ekonomi makro dianggap bisa memberi efek domino, terlebih dalam situasi tekan seperti saat ini.

“Jika ingin mengeluarkan kebijakan yang bersifat strategis harus dalam kondisi normal dan stabil untuk meminimalkan risiko terhadap perekonomian,” tuturnya.

Dia itu lantas menyebut isu redenominasi bukanlah barang baru bagi kalangan ekonom. Pasalnya, gelagat pemangkasan jumlah nol pada mata uang rupiah telah bergulir selama bertahun-tahun.

“Ini memang yang mendorong BI [Bank Indonesia] sudah sejak lama, tapi belum terlaksana karena berbagai kendala, seperti kepentingan, pergantian gubernur [BI], sampai berganti pemerintahan,” ucapnya.

“Dalam situasi normal saja redenominasi ini masih maju-mundur, lah ini kok dalam situasi pandemi malah mau diputuskan, kan aneh,” sambung dia.

Secara esensi pun Enny menolak pemotongan nol tersebut dapat membantu kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik. Sebab, penetapan nilai baru mata uang hanya akan berdampak secara psikologis kepada pelaku usaha, namun tidak secara substansi.

“Kalau nolnya berkurang hanya membuat kita pede saja, tetapi esensi ya tidak berubah apa,” tegasnya.

Enny lantas merekomendasikan kepada pemerintah untuk mengoptimalkan fungsi fiskal guna meningkatkan daya tahan di tengah tekanan hebat pandemi.

“Diefektifkan saja stimulus fiskalnya agar penyerapan APBN terus meningkat. Kalau tidak salah terakhir bu menteri [Sri Mulyani] menyebut selama semester I/2020 baru 39 persen. Lalu ditambah juga alokasi untuk mengatasi Covid-19 agar tidak berkisar 5 persen saja,” papar dia.

Sebagai informasi, pada pekan ini wacana penghapusan tiga nol dalam mata uang rupiah kembali mencuat. Rencananya, pemerintah bakal melakukan penyesuaian pada alat tukar tersebut dengan kelipatan Rp 1.000 menjadi Rp 1.

Adapun, dasar yang dikemukakan pemerintah atas kerangka ini adalah penyederhanaan pelaporan APBN dan memperkecil tingkat kesalahan dalam akuntasi keuangan. Rancangan itu sendiri tertera dalam Rencana Strategis (Renstra) 2020-2024, khususnya pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77 tahun 2020.

Berita terkait
BI: Covid-19 Gelombang Kedua Penyebab Rupiah Melemah
Bank Indonesia menyebutkan gelombang kedua Covid-19 menjadi salah satu indikator yang membuat nilai tukar rupiah tertekan sejak tiga hari terahir.
Heboh Kasus Maria Pauline Lumowa, Ini Profil BNI
Mengenal profil PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BNI) yang menjadi incaran Maria Pauline Lumowa dalam membobol dana sebesar Rp 1,7 triliun.
Kronologi Maria Pauline Lumowa Bobol BNI 1,7 Triliun
Pemerintah mengekstradisi buronan tersangka pembobolan PT Bank Negara Indonesia Tbk. Maria Pauline Lumowa dari Republik Serbia.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.