Awab, Edukasi Warga tentang Hemat Energi

Warga Gunungkidul kini bisa berhemat listri berkat jasa Awab, yang membuat listrik panel energi surya yang biasa disebut Solarsell.
Proses pemasangan listrik panel Surya di salah satu rumah warga. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Gunungkidul - Perempuan berusia sekira 30 tahunan itu masuk ke rumahnya yang berdinding anyaman bambu. Beberapa menit kemudian dia kembali keluar, sambil menenteng  solarsell atau panel listrik energi surya.

Panel berukuran sekira 50x40 sentimeter tersebut, merupakan salah satu panel yang belum terpasang di Dusun Ngemplek, Desa Piyaman, Kecamatan Wonosari, Gunungkidul.

Meski istirahat siangnya sedikit terganggu, tapi perempuan itu, Ngatinem, tetap menunjukkan sikap bersahabat. Senyumnya mengembang walau matahari siang itu bersinar cukup terik.

Sambil tetap memegang panel, Ngatinem menunjukkan beberapa panel lain yang telah terpasang. Salah satunya terletak di atas genteng rumahnya. Panel lain berada di atas tiang lampu penerang jalan di depannya.

Silau cahaya matahari membuatnya harus memicingkan mata, saat menunjukkan lokasi panel-panel itu. Panel-panel yang mampu membuatnya berhemat untuk pembayaran tagihan listrik dari PLN.

"Inggih (iya), mas, biaya pembayaran listrik PLN jadi berkurang lumayan banyak. Hampir setengahnya," ucap Ngatinem menjelaskan, tanpa menyebut nominal yang dibayarkan setiap bulan.

Para warga di dusun itu menikmati listrik murah berkat gagasan Muhammad Awab. Pria berusia 42 tahun ini mendapatkan idenya saat gempa bumi pada 2006 lalu. Waktu itu, jaringan listrik sempat terputus dan membuat keadaan menjadi gelap gulita.

Awab kemudian mencari energi alternatif, agar jika listrik dari PLN padam, masih ada energi listrik dari sumber lain. Pilihannya jatuh pada listrik energi surya.

Hingga Jumat, 16 Agustus 2019, sedikitnya 15 rumah warga di dusun tersebut sudah dipasangi panel listrik tenaga surya. Termasuk rumah Ngatinem.

Warga lain, Ngadiyem, 55 tahun, mengatakan hal yang sama. Saat ditemui di rumahnya, Ngadinem sangat bersemangat menunjukkan beberapa peranti pendukung panel, untuk mengubahnya menjadi energi listrik.

Pada dinding bagian dalam rumahnya terdapat aki bekas, inverter dan alat pengontrol, yang berfungsi menyalakan dan mematikan lampu secara otomatis. Lampu akan menyala saat panel tidak lagi mendapatkan cahaya matahari, dan otomatis padam saat panel kembali menyalurkan listrik dari cahaya matahari.

Dengan jemari tangannya yang mulai keriput, Ngadinem menekan saklar pengontrol, untuk menunjukkan cara kerjanya.

Dia mengaku sudah tiga tahun menggunakan solarsell. Selama pemakaian tersebut, panel solarsell tidak pernah rusak atau diganti. Satu-satunya yang harus diperhatikan menurut dia, adalah penggantian air aki.

"Sudah tiga tahun lebih dan tidak pernah ganti panel. Cuma ganti air aki setiap sekitar 6 bulan. Jadi, kalau lampunya mbleret (meredup) dicek akinya," kata dia menjelaskan.

Ngadiyem berjalan keluar. Dia menunjukkan dua panel solarsell yang terpasang di atas atap rumahnya, sambil terus bercerita tentang pengalamannya menggunakan listrik tenaga surya.

Menurutnya, sejak panel itu digunakan, dia berhemat hingga lebih dari Rp60 ribu per bulan, dalam hal pembayaran listrik. Sebelum menggunakan solarsell, dia harus membayar ke PLN hingga lebih dari Rp100 ribu per bulan.

"Kalau dulu ya bayarnya sekitar Rp100 ribu lebih. Setelah pakai panel, bayar ke PLN cuma sekitar patang puluh ewu (Rp 40 ribu)," jelasnya.

Bukan hanya mudah dalam perawatan dan menghemat biaya bulanan, dengan adanya ide penggunaan panel solarsell oleh Muhammad Awab tersebut, jalan utama di dusun itu menjadi terang saat malam tiba.

Belasan bola lampu jalan terpasang di tiang berwarna hijau setinggi empat meter, membuat warga semakin merasa aman dan nyaman saat melintas pada malam hari.

"Untuk lampu jalan, sudah ada sekitar 11 titik," ucap Tono, warga lain, yang juga kerap membantu Awab memasang panel solarsell.

Tono menambahkan, warga setempat, khususnya yang memiliki usaha pembuatan ceriping dan lempeng, juga merasakan manfaat dari listrik tenaga surya. Biaya produksi pembuatan oleh-oleh khas tersebut, dapat ditekan dengan adanya listrik energi surya.

"Pembuatan ceriping dan lempeng. Itu kan pakai listrik dari panel, untuk menggerakkan listrik. Biaya jadi lebih hemat. Kalau di tempat saya, listrik dari PLN cuma untuk televisi dan kulkas," tambahnya.

Edukasi Hemat Energi

Beberapa warga yang telah menggunakan panel solarsell lebih hemat dalam membayar tagihan listrik. Namun ternyata, itu bukan tujuan akhir dari Muhammad Awab selaku penggagas penggunaan solarsell di dusun tersebut.

Menurut Awab yang ditemui di rumahnya, Sabtu sore, 17 Agustus 2019, pembayaran listrik yang lebih murah hanya dampak dari edukasi tentang hemat energi.

Salah satu caranya adalah memasang semacam saklar dengan sensor cahaya pada rangkaian listrik. Sehingga lampu dari solarsell hanya menyala saat dibutuhkan, yakni ketika hari mulai gelap.

Nantinya, setelah warga terbiasa memadamkan lampu saat pagi hari, dan menyalakan ketika dibutuhkan, maka saklar otomatis itu tidak lagi dibutuhkan.

Pada akhirnya, jika ada warga lain atau  tamu yang mengeluhkan mahalnya pembayaran listrik, mereka bisa menjelaskan bahwa itu adalah kesalahan pengguna sendiri, yang disebabkan oleh tidak terkontrolnya penggunaan listrik.

"Jadi warga di sini menghemat pembayaran listrik bukan cuma karena panel solarsell, tapi juga karena pengetahuannya soal hemat energi semakin besar," imbuh Awab.

Panel Gratis

Awab juga menjelaskan, ide awal menggunakan listrik tenaga surya adalah saat terjadi bencana gempa bumi di Bantul pada 2006 lalu.

Saat itu Awab melihat banyak warga yang kesulitan mendapatkan aliran listrik, karena semua bergantung pada listrik konvensional dari PLN. Akhirnya, pria yang berprofesi sebaga panitera pengganti di Pengadilan Negeri (PN) Bantul ini mencoba membuat panel solarsell sendiri.

Waktu itu, kata dia, panel solarsell masih merupakan barang mewah, sehingga harganya cukup mahal. Berbekal keterampilan yang diperoleh secara otodidak, Awab membuatnya sendiri. Tetapi ternyata, biaya produksinya menjadi lebih mahal, meski secara kualitas lebih bagus daripada yang dijual di pasaran.

Awab pun menggunakan panel solarsell yang dijual di pasaran hingga saat ini. Biaya yang dikeluarkannya untuk memasang satu unit panel hingga bisa digunakan, sekira Rp 2,5 juta.

Tetapi, dia tidak pernah meminta imbalan sepeser pun pada warga yang rumahnya telah dipasangi panel.

Sampai saat ini saya tidak pernah meminta jasa pada warga, bahkan warga banyak yang datang untuk belajar, saya juga tidak memungut imbalan. Ini tujuannya memang untuk menebarkan kebaikan pada mereka sendiri," paparnya.

Dia mengakui, jika berhitung tentang untung atau rugi, secara biaya memang merugikan untuk Awab, tetapi dia tidak merasa rugi.

Terlebih untuk pemasangan panel milik warga, tidak seluruhnya keluar dari kantong pribadinya. Awab menyisihkan sebagian hadiah lomba Iptek yang diikutinya, untuk memasang panel.

Selain itu, terkadang beberapa tamu atau pengunjung yang datang, memberikan bantuan. Cara lain yang digunakan untuk membiayai pemasangan panel warga, adalah dengan sistem bergilir.

Rumah pertama yang dipasangi adalah milik Bagyo. Setelah terpasang, Awab mencoba "menciptakan Awab baru", dengan mengedukasi Bagyo dan keluarganya.

Tujuannya, agar saat Awab tidak ada di tempat, Bagyo dan keluarganya bisa menjelaskan hal-hal yang ingin diketahui oleh tamu atau pengunjung kampung edukasi.

"Kemudian solar yang saya pasang di tempat Pak Bagyo, saya tarik dan diganti dengan yang lebih tinggi wattnya. Solar yang ditarik saya pasrahkan ke pak Bagyo untuk dihibahkan pada warga lain. Jadi bergilir. Setelah satu rumah ke rumah lain," ungkapnya.

Demikian pula pada warga selanjutnya. Biaya yang sebelumnya digunakan untuk membayar tagihan listrik, dikumpulkan. Lalu setelah beberapa waktu, uang sisa tersebut digunakan untuk memasang panel solarsell baru, dan panel lama dihibahkan kembali pada warga lain.

"Anggaran listrik yang tadinya misalnya Rp 100 ribu menjadi Rp 50 ribu, tapi tetap saya suruh anggarkan Rp 100 ribu. Yang Rp 50 ribu disisihkan, saya tambahi sedikit supaya bisa beli lagi, kemudian panel pertama digilir lagi," jelasnya.

Ingin Bersinergi dengan Pemerintah

Meski sudah belasan rumah warga yang telah dipasangi panel solarsell, dan kegiatan itu sudah berlangsung selama lima tahun, Awab mengaku belum ada bantuan dari pihak pemerintah.

Pihaknya dan warga pun belum pernah mengajukan proposal atau permintaan bantuan. Salah satu alasannya adalah, Awab ingin mengedukasi warga untuk mandiri.

Walau demikian, Awab menyatakan tidak menolak jika pemerintah berkenan untuk memperhatikan, atau membantu warga, dalam hal pengadaan energi listrik tenaga surya.

"Tapi apabila memang dari pihak pemerintah ada ya kami tidak menolak. Selama ini kami memang tidak sounding ke pemerintah," tegasnya.

Saat ditanya mengenai program Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE), yang merupakan program pemerintah untuk menerangi desa-desa minim prasarana listrik, Awab menyatakan dukungan. Dia bahkan mengaku sudah memiliki rencana untuk bersinergi melaksanakan program itu.

"Kalau rencana bersinergi sudah ada, tapi apa boleh buat, karena kesibukan saya dan warga, jadi tidak ada kesempatan," imbuhnya. []

Baca juga:

Berita terkait
Siswa Pramuka Aceh, Kibarkan Merah Putih di Pegunungan
Bentuk nasionalisme kecintaan kepada Indonesia. Sejumlah siswa pramuka di Aceh melaksanakan upacara HUT ke-74 RI dan HUT pramuka di pegunungan.
Ayu, Remaja Difabel Pembuat Wayang Lidi di Gunungkidul
Karya Wayang Lidi buatan Rofitasari Rahayu, remaja perempuan difabel asal Gunungkidul, telah didistribusikan sebagai souvenir bagi pelanconng.
18 Hektar Hutan yang Terbakar di Gunung Tambora Dipadamkan
Kebakaran hutan terjadi di kawasan Taman Nasional Gunung Tambora. Luas lahan yang terbakar sekitar 18 hektar.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.