Asal-usul Istilah 'Receh' di Media Sosial

Pernah kan membaca kata 'receh' di media sosial? Apa maksudnya ya?
Ilustrasi. (Foto: Tagar/Siti Afifiyah)

Jakarta, (Tagar 3/1/2019) - Tidak diketahui siapa pertama kali menggunakan istilah 'receh' dalam pergaulan di media sosial. Yang pasti istilah ini sangat populer di kalangan netizen Tanah Air.

'Receh' masuk kategori bahasa gaul, ragam Bahasa Indonesia nonstandar. Sintaksis dan morfologi ragam ini memanfaatkan sintaksis dan morfologi bahasa Indonesia.

'Receh' dalam bahasa gaul berarti istilah yang biasanya digunakan untuk menggambarkan sesuatu sebagai hal yang sepele, murahan atau tidak berkualitas.

Arti kata 'receh' sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengacu pada uang, arti yang netral.

Namun, ketika kata 'receh' disandingkan dengan kata lain misalnya 'pernyataan receh' atau 'guyonan receh' artinya menjadi tidak netral. 

Uang receh mengacu pada uang kecil, bernilai rendah, murah, sehingga ada yang mengartikan 'receh' sebagai murahan, rendahan. 

Ada pula yang memaknai 'receh' sebagai garing. Misalnya pada kalimat, "Receh banget bercandaan lo."

Beberapa orang menggunakan kata 'receh' dalam tulisannya. Di antaranya pegiat media sosial Denny Siregar dalam tulisan 'Perang Receh Jokowi vs Prabowo'. 

Kemudian pegiat media sosial Eko Kuntadhi dalam tulisan 'Sandiaga Uno dari Status Receh Satu ke Status Receh Lainnya'.

Wakil Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin, Ipang Wahid juga pernah menggunakan istilah 'receh'.

Waktu itu Ipang membuat video kampanye Jokowi dengan tema parodi Keluarga Khong Guan. Video buatannya itu viral di media sosial kemudian memperoleh Piala Citra Pariwara kategori Political Campaign pada acara Malam Anugerah Citra Pariwara 2018 di The Oval Epiwalk Kuningan, Jakarta, Jumat malam 30 November 2018.

Ipang ditanya wartawan mengenai kemenangan videonya itu. Ipang mengatakan, 'Komunikasikan Prestasi Pemerintah dengan Cara Receh'. Maksudnya melalui video tersebut, Ipang berusaha menjelaskan prestasi pemerintah dengan cara yang sederhana, tidak membuat dahi berkerut, cara yang mudah dipahami masyarakat awam.

Jokes Receh

Orang Indonesia pada dasarnya banyak bicara, senang ngobrol. Tidak heran Indonesia masuk lima besar sebagai pengguna Facebook, dan masuk 12 besar pengguna Twitter tertinggi di dunia dilansir The Next Web, Selasa 24 April 2018.

Netizen Indonesia tak pernah kehabisan bahan untuk dibicarakan. Ketikkan saja kata 'receh' di pencarian Twitter, akan muncul tagar #JokesReceh atau #RecehkanTwitter.

Jokes receh dimaksudkan untuk tidak serius-serius amat kala berselancar di media sosial. 

Tak peduli lelucon garing alias tidak lucu, yang terpenting netizen mendapat kepuasan bisa tertawa bersama. Tentu menyenangkan kalau unggahan jokes recehnya itu diberi tanda suka oleh banyak netizen bahkan dibagikan kembali.

Cukup menuliskan tagar #jokesreceh atau #recehkantwitter maka akan terlihat semua jejak netizen yang pernah bersenda gurau menggunakan tema ini. Saking viralnya, bahkan banyak orang luar Indonesia menggunakan tagar tersebut, agar kicauannya diretweet atau sekadar mendapatkan poin love dari khalayak aktif di Twitter.

Seperti akun @sumpahdemiholoh di Twitter yang memposting tebak-tebakan: "Penyanyi yang hobi mikir," tulisnya. Sementara jawaban dari dia sendiri adalah "Ayu thingking."

Lalu ada juga yang menuliskan, "Sahabat dekat biasanya akan mengajak makan kepiting bareng, karena sahabat yang dekat adalah sahabat a crab," tulis @handokotjung di akun Twitter miliknya.

Postingan tanggal 17 April 2018 itu terbukti ampuh mengundang 1217 retweets, 525 likes, serta 49 komentar dari warganet.

Jokes Receh di Tahun Politik

Jika Twitter lebih kuat dengan kata-kata, lain halnya dengan Instagram. Perpaduan antara gambar dengan teks (meme, karikatur, grafis) menjadi kekuatan Instagram dalam menyampaikan informasi. 

Jokes receh di Instagram dapat menjadi diskursus wacana interaktif bagi pengguna, untuk memancing 'kegatalan jempol' warganet yang akan meninggalkan tanggapan pada kolom komentar, setelah menyaksikan kreativitas konten yang disebarkan oleh si penyebar.

Meskipun tak sepenuhnya lucu, keberadaan plesetan yang menghibur tentunya mesti diapresiasi. Karena ada juga postingan yang mengandung ide gagasan kreatif, sampai-sampai berhasil membuat warganet ikut baper menanggapi konten yang telah dipublikasikan, bahkan ada yang sampai terpingkal-pingkal dibuatnya.

Kehadiran jokes receh pada tahun politik ini lumayan dapat mengalihkan suasana kekisruhan perdebatan warganet yang tarung jempol dalam diskursus politik. Daripada berdebat yang tak berujung solusi, mending adu humor saja melalui jokes receh di lini masa yang ada.

Sabilly Muhammadi, yang memiliki sejumlah akun di medsos mengakui bahwasanya jokes receh cukup diperlukan sebagai bahan hiburan atau sebagai bacaan-bacaan yang tidak seserius konten politik ataupun ekonomi.

"Biar bisa menghibur orang lain, atau menghibur para netizen agar tidak terlalu serius. Kalau politik terus kan bisa terlalu tegang. Sesekali tak apalah diplesetin, selama meme itu dibuat masih santun dan menghibur, sah-sah saja," kata Sabilly.

Sementara itu netizen lain, Ferdian Hanafi tak mau ambil pusing menanggapi jokes receh dari warganet. Menurut dia, memang ada kalangan yang menyukai dan menggunakan jokes receh sebagai hiburan, bahkan inspirasi candaan untuk bersosial. Namun, ia mengaku tak terlalu menyukai hal itu.

"Jokes receh itu pasti awalnya dari komedian cagur, yang menurut saya biasa saja sih, mereka tidak lucu kok, menurut saya lho yaa. Beda zaman sih, kalau dulu pelawak hampir keren semua. Paling kaku ya Bagito. Kalau sekarang Ya Allah... memang aneh dunia sekarang," katanya.

Jangan Sampai Jokes Receh Jadi Bencana

Tentunya publikasi konten jokes receh di media sosial juga dapat dikaitkan dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau lebih dikenal dengan UU ITE nomor 11 tahun 2008. 

UU itu mengatur perihal pemanfaatan teknologi ITE yang dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.

Kalau jokes receh menyinggung seseorang atau pihak lain, dan seseorang atau pihak lain itu tidak terima lantas memperkarakannya ke  jalur hukum, tentu akan sangat merepotkan. Netizen tidak bebas hukum. Yang ada bercanda berakhir duka.

Sebagaimana diketahui, beberapa konten materi diatur dalam UU ITE dengan tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia; mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kemudian meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik; membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi informasi.

Jadi, baiknya kebebasan berpendapat dilakukan sebijaksana mungkin. Jangan sampai terpeleset kata-kata di media sosial. Apalagi sampai memproduksi hoaks. Karena, jejak digital sungguh kejam. Bisa saja konten hoaks dihapus, tapi siapa yang menjamin konten tersebut belum di-screenshot netizen lain dan kemudian disebarluaskannya pula.

Bila tak terkontrol dalam mengaspirasikan kritik maupun pendapat, jokes receh dalam meme ataupun teks dapat menjadi bencana bagi penyebar konten. Pelaku yang merugikan seseorang dalam aspek hukum dapat ditindak menggunakan UU ITE, dan sangat jelas ada ancaman hukuman kurungan penjara dalam pasal yang mengaturnya. []

Berita terkait
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.