Oleh: Denny Siregar*
"Ngapain sih Bang, komentarin pidato Prabowo tentang tampang Boyolali? Recehan banget. Kita seharusnya tidak bermain sama seperti mereka bla bla bla...."
Dan panjang seorang teman menceramahi tulisan saya yang kerap berbicara tentang masalah pidato tampang Boyolali.
Benarkah apa yang dia katakan itu? Bahwa model receh tidak perlu ditanggapi dengan serius? Nanti dulu. Kita coba dulu melihat ke Brazil dimana pemilihan Presiden baru saja terjadi dan yang menang adalah Jair Bolsonaro.
Jair Bolsonaro adalah politikus yang bermimpi untuk kembali menjadikan Brazil di bawah kepemimpinan militer. Jair bahkan ingin menempatkan sekolah negeri di bawah militer dan warga dipersenjatai untuk melawan kejahatan.
Jair juga dikenal dengan pernyataannya yang kontroversial, mirip Donald Trump. Ia berkata, "Kalau terpilih saya akan keluarkan Brazil dari PBB!" Dan ia kerap menuding lawan politiknya sebagai komunis.
Pernyataan "receh" Jair Bolsonaro itu malah membawa suaranya naik tinggi. Ia membangun mimpi setinggi-tingginya, sehingga pendukungnya ikut melayang. Mereka sudah tidak peduli lagi "rasional atau tidaknya" pernyataan Jair, yang penting mimpi dulu.
Dan ini mirip yang dilakukan oleh Prabowo dan Sandi dalam model kampanyenya, yang tidak rasional dan cenderung memainkan emosi pendukungnya. Mulai dari "harga bahan pokok yang naik" sampai "tidak akan impor jika jadi Presiden" adalah instrumen emosi yang dimainkan dengan nada receh tanpa data yang valid.
Jika menghadapi model receh ini dengan model "sok elegan" ya sudah pasti Jokowi bernasib seperti Hillary Clinton. Maka cara yang paling efektif adalah, "Mainkan receh juga".
Jokowi sendiri menanggapi serius blusukan Sandi ke pasar. Dia ikut turun ke pasar juga tapi dengan gaya berbeda, bukan gaya konyol seperti pete mampir di kepala. Ini menandakan Jokowi waspada dengan gaya receh yang dimainkan berulang-ulang.
Karena itu, ketika ada satu kesempatan untuk "merecehkan" omongan Prabowo, maka itu dilakukan secara bergelombang. Dan "perang receh" ini kemungkinan akan menjadi model perang kampanye ke depan.
Jadi jangan remehkan sesuatu yang receh. Karena model ini sudah menaikkan dua orang menjadi Presiden di AS dan Brazil. Apakah Indonesia juga mau diserahkan kepada model tampang receh tapi nanti ngerampoknya gila-gilaan?
Kopi boleh receh, sachet juga silakan. Tapi Presiden, please jangan....
*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi