Anggota DPR Kritik Pemerintah Kelola APBN

Anggota Banggar DPR Sukamta mengkritik pemerintah dalam pengelolaan anggaran negara dengan alasan untuk penanganan Covid-19.
Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKS, Sukamta, ditemui Tagar di di aula DPP PKS, Jakarta, 20 Januari 2020. (Foto: Tagar/Husen Mulachela)

Pematangsiantar - Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR, Sukamta mengkritik pemerintah dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dinilai tidak hati-hati. Ia menganggap ada keanehan perubahan anggaran berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 Tentang Perubahan Postur Dan Rincian APBN TA 2020, dengan alasan untuk penanganan Covid-19.

Sukamta menjelaskan, sejak awalnya APBN 2020 sejumlah Rp 2.540 trilliun. Kemudian terjadi penambahan belanja sebesar Rp 73 trilliun sehingga APBN menjadi Rp 2.613 trilliun.

Defisit anggaran akan semakin besar, bisa sampai 10-15 persen jika tidak ada penghematan dan terus terjadi penambahan belanja negara

Baca Juga: Siasat Pemerintah  Atasi Corona Lewat RAPBN 2021 

“Gara-gara ugal-ugalan dalam pengelolaan keuangan negara terjadi peningkatan defisit APBN dari Rp 397 trilliun atau 1,76 persen dari PDB menjadi Rp 852 trilliun atau 5,07 persen dari PDB," kataya kepada Tagar, Kamis, 23 April 2020. 

Pada awalnya, APBN 2020 pembiayaan anggaran dari hutang sebesar Rp 351 trilliun, membengkak 3 kali lipat menjadi Rp 1.006 trilliun.

Menurutnya, defisit anggaran akan semakin besar, bisa sampai 10-15 persen jika tidak ada penghematan dan terus terjadi penambahan belanja negara. "Sementara penerimaan negara semakin menurun akibat krisis ekonomi," ucap Sukamta.

Dia mengatakan, pemerintah selalu mengambil langkah mudah untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi di Indonesia, yakni dengan berhutang. Padahal kata Sukamta, tahun ini saja pemerintah harus membayar cicilan pokok hutang luar negeri sebesar Rp 105 trilliun.

“Pada awalnya, APBN 2020 pembiayaan anggaran dari hutang sebesar Rp 351 trilliun, membengkak 3 kali lipat menjadi Rp 1.006 trilliun. Penambahan pembiayaan dari hutang membuat ruang fiskal Indonesia semakin terbatas ke depannya karena hutang semakin menumpuk, akibatnya pemerintah akan kesulitan likuiditas," ujarnya.

Wakil Ketua Fraksi PKS ini menegaskan, utang yang ada pada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat ini akan membebani generasi mendatang. "Utang yang semakin besar dan bertenor panjang akan membebani generasi yang akan datang. Pemerintah Jokowi-Ma’ruf yang menikmati belanjanya, namun generasi anak cucu bangsa Indonesia yang menanggung pengembalian hutangnya," tutur Sukamta.

Lantas Sukamta menyebut, pemerintah hingga saat ini tidak bisa menjelaskan kepada publik cara pengelolaan utang yang ditanggung oleh negara. Parahnya lagi, selama ini pemerintah tidak mampu menjelaskan bagaimana utang ini dikelola untuk kegiatan modal produktif atau konsumtif karena tidak jelas alokasinya yang turun secara gelondongan. "Hutang menjadi modal produktif ataukah hanya konsumtif masih jadi pekerjaan rumah pemerintah,” katanya. 

PERPPU 1/2020 mengakali defisit anggaran negara

Sukamta mengingatkan per-Maret 2020 telah terjadi defisit APBN sebesar Rp76,4 triliun akibat dari realisasi pendapatan negara lebih rendah dari belanja negara. Pada Maret 2020, pendapatan negara baru mencapai Rp375,9 triliun, sedangkan pemerintah telah mengeluarkan Rp 452,3 trilliun untuk belanja.

Pemerintah mengakali defisit anggaran untuk membiayai kebutuhan pemerintah yang ugal-ugalan, lahirlah PERPPU yang ugal-ugalan juga. Besaran defisit APBN pun melampaui tiga persen dari PDB artinya terjadi pelanggaran Pasal 17 (3) Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. "Namun mensiasati hal tersebut PERPPU 1 /2020 kemudian mengubah batas defisit anggaran negara melampaui tiga persen dari PDB, bahkan tidak ada batas atasnya," ucap Sukamta.

Baca JugaJokowi Teken Perppu, Defisit APBN di Atas 3 Persen

Sukamta meminta pemerintah saat ini harus berfokus pada penyelesaian Covid-19 , bukan pada masalah ekonominya. Setelah pandemi teratasi, maka langkah selanjutnya adalah fokus pada ekonomi. Bukan dibalik fokus penanganannya.

Menurutnya, jika pemerintah tidak segera menyelesaikan masalah Covid-19 ,kemudian membuat langkah-langkah strategis dengan target waktu yang jelas, maka kebijakan mengembalikan kondisi ekonomi akan sia-sia. "Padahal efek Covid-19 diperkirakan bisa melebihi krisis moneter 1998, sehingga penerimaan negara akan semakin menurun dari perkiraan,” ucap Sukamta.

Berita terkait
Siasat Pemerintah  Atasi Corona Lewat RAPBN 2021
Pemerintah telah menyiapkan angkah strategis penanganan dampak pandemi virus corona Covid-19 melalui struktur RAPBN 2021.
Harga Minyak Turun, Sumber Berkah Penambal APBN
Peneliti Alpha Research Database Indonesia Ferdy Hasiman mengatakan penurunan harga komoditas minyak membawa berkah tersendiri bagi pemerintah.
Fraksi Demokrat Dukung Relokasi APBN untuk Covid-19
Fraksi Demokrat mendukung relokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2020 untuk penanganan pandemi virus corona Covid-19.
0
Menkeu AS Yellen Akan Mewakili Amerika Hadiri Pertemuan di Bali
Yellen mewakili AS pada Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 di Bali, Indonesia, pada tanggal 15 dan 16 Juli 2022