Anak-anak dengan Penyakit Langka di Indonesia Butuh Perhatian

Anak-anak dengan penyakit langka sering jadi perhatian di tempat umum, orang tua anak-anak tsb. merasakan derita karena anaknya dianggap alien
Logo penyaki langka (Sumber: rarediseaseday.org)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

"Anak Saya Bukan Alien ....!" Inilah yang selalu ingin disampaikan orang tua anak dengan penyakit langka jika ada yang melihat anaknya dengan mimik keheranan. Memang, di masyarakat sering terjadi seseorang dipanggil dengan sebutan kekurangan atau cacat pada dirinya.

Lebih dari 6.000 penyakit langka yang ditandai dengan beragam kelainan dan gejala bervariasi tidak hanya dari satu penyakit ke penyakit, tapi juga dari pasien ke pasien lain yang menderita penyakit yang sama.

Pada dasarnya penyakit langka melumpuhkan kualitas hidup pasien yang dipengaruhi oleh kurangnya atau hilangnya kekuatan karena aspek kronis, progresif, degeneratif. Kondisi inilah yang sering kali mengancam jiwa penderita.

Tidak ada penyembuhan yang efektif sehingga menambah tingginya tingkat rasa sakit dan penderitaan yang dialami oleh pasien dan keluarga mereka.

Selain penyandang disabilitas (keterbatasan fisik atau mental) ada pula anak-anak dan dewasa dengan penyakit langka (yaitu penyakit yang diderita di bawah 2.000 orang). Mereka yang kurang beruntung ini hidup dengan bantuan mutlak orang lain. Ada yang hanya bisa di kursi roda, minum dan makan melalui selang, dll.

Penyakit langka, seperti dikatakan oleh DR Dr Damayanti Rusli Syarif, SpA (K), Dokter Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik Anak RSCM, al. karena kelainan genetik. Maka, DR Damayanti mengharapkan agar pasangan yang akan menikah memeriksakan diri jika anggota anggota keluarga dengan penyakit terkait genetik (penyakit yang tidak menular).

Ada 300 juta pasien, keluarga dan pengasuh terkait penyakit langka yang membentuk komunitas komunitas penyakit langka di dunia.

Dari 6.000 penyakit langka ada 14 yang dikenal luas, yaitu: exploding head syndrome (kaget saat tidur jika dengar suara), progeria (penuaan dini), von-hippel-lindau/VHL (tumor jinak pada organ-organ penting), persistent sexual arousal syndrome/PSAS (keinginan orgasme biar tidak sedang melakukan hubungan seksual), alien hand (penderita tidak bisa mengontrol pergerakan tangan), penyakit fields’ (penyakit kemerosotan otot tubuh), stone nan’s disease (muncul tulang baru), foreign accent syndrome (mengusai dua bahasa dengan cepat), epidermodysplasia verruciformis (kutil di sekujur tubuh), microchepaly (kepala kecil), cotard’s delusion (menganggap dia terinfeksi virus), xeroderma pigmentosum (kulit mudah terbakar), hypertrichosis (tubuh ditumbuhi bulu), dan riley-day syndrome (tidak merasa sakit pada tubuh).

Terkait dengan sikap dan cara melihat orang-orang terhadap anak-anak atau dewasa penyandang disabilitas atau penyakit langka, psikolog UI, alm Sartono Mukadis, dalam sebuah wawancara di akhir tahun 1980-an mengatakan jangan tunjukkan rasa heran seperti melihat makhluk asing. Kalau bertemu dengan penyandang disabilitas dan penyakit langka, seperti angkutan umum atau di tempat umum: "Sapa saja anak-anak itu atau orang tuanya," kata Sartono ketika itu.

"Ya, Pak, saya sedih sekali ketika banyak orang di mal melihat anak saya seperti melihat makhluk asing," kata seorang ibu muda sambil mengelus putrinya yang berumur 11 tahun di kursi roda. Ibu muda ini mengalaminya tapi tidak tahu harus berbuat apa agar warga tidak menjadikan anaknya sebagai tontonan: "Anak saya ‘kan bukan alien," kata ibu muda itu dengan nada rendah pada sebuah acara tentang formula medis untuk anak-anak dengan penyakit langka.

Salah satu cara yang bisa dilakukan, menurut Sartono, tegur si anak: "Apa kabar, Nak?" Atau orang tua anak tsb.: "Apa kabar, Bu. Sudah usia berapa tahun anak kita ini?"

Banyak sapaan yang tidak menyinggung yang bisa jadi pembuka pembicaraan. Yang penting tunjukkan rasa empati (KBBI: keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain) bukan simpati (sekedar ikut merasakan).

Ibu muda tadi mengatakan dia dengan senang hati menjelaskan penyakit yang diderita anaknya jika ada yang bertanya daripada melihat anaknya seperti melihat makhluk aneh.

Di Indonesia nama-nama penyakit langka masih sangat sedikit karena kekurangan dokter ahli dan fasilitas laboratorium yang tidak memadai. Menurut DR Damayanti, di Indonesia baru ada 25 dokter anak yang bisa mengindentifikasi penyakit langka. Hal ini disampaikan DR Damayanti pada acara yang digela Danone Indonesia yaitu "Formula Medis Khusus untuk Anak Penyakit Langka" di Jakarta Pusat, 13 Maret 2019.

Salah satu langkah yang tepat untuk mendeteksi penyakit, bukan hanya penyakit langka, adalah skrining kesehatan ketika bayi baru lahir (newborn screening). Ini sudah dilakukan oleh banyak negara, bahkan Malaysia sudah menjalankan program ini. DR Damayanti, yang juga Kepala Pusat Pelayanan Medis Penyakit Langka Nasional, berharap banyak pihak yang mau memberikan dukungan untuk meningkatkan kemampuan menangani penyakit langka.

Sudah saatnya ada sosialisasi yang luas agar masyarakat memberikan dukungan bagi anak-anak yang kurang beruntung yang lahir dengan disablitas dan penyakit langka (Sumber: rarediseaseday.org dan sumber-sumber lain). []

* Syaiful W. Harahap, Redakur di Tagar.id

Berita terkait
Mengenal Penyakit Tidur Endemik Asal Afrika
Penyakit tidur sering ditemui di kawasan Afrika Tengah, seperti Republik Demokratik Kongo, Uganda, Kenya, dan Republik Afrika Tengah.
Enam Penyakit Ditularkan Hewan Peliharaan
Ada sejumlah penyakit yang dapat ditularkan melalui hewan peliharaan, seperti Penyakit lyme.
Bocah 10 Tahun Terlihat Tua Karena Penyakit Langka
Gadis cilik ini diduga mengalami kelainan kulit yang disebabkan oleh Cutis Laxa atau Lipodistrofi.