Anak SD Lebak Banten Taruhan Nyawa Demi Sekolah

Sudah puluhan tahun para pelajar SD dan pendulang rupiah di Lebak, Banten harus bertaruh nyawa saat melintasi jembatan bambu reyot di atas sungai.
Para siswa sedang melewati jembatan yang sudah rapuh di Lebak, Banten, Rabu, 30 Oktober 2019. (Foto: Tagar/Moh Jumri).

Lebak - Kondisi jembatan gantung yang menjadi penghubung empat desa di Kabupaten Lebak, Banten, kondisinya sangat memprihatinkan. Pelajar dan pendulang rupiah di sini, setiap hari harus bertaruh nyawa saat melintasi jembatan reyot yang sudah puluhan tahun tidak dibenahi pemerintah.

Adapun, empat desa yang dimaksud yaitu Desa Cicaringin, Cisampang, Lewih Ipuh, dan Desa Gunung Keneng. Apabila jembatan ini terputus, maka Kecamatan Banjarsari dan Kecamatan Gunungkencana di Lebak, semakin sulit untuk dijangkau penduduk.

Jembatan gantung yang terbuat dari batang bambu itu memiliki panjang 70 meter, dengan kedalaman 10 meter dari sungai. Terletak di Desa Lewih Ipuh, jalan ini menjadi akses utama bagi para siswa dan siswi yang hendak berangkat maupun pulang dari sekolah.

Lokasi jembatan yang sudah puluhan tahun, bahkan ratusan tahun belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah.

Saat ini, kondisi jembatan yang diikat sambungan kawat kecil sangat tidak layak untuk dilewati warga. Beberapa bagian untuk berpegangan terlihat mulai mengeropos, membuat pengguna yang akan melintasi harus ekstra hati-hati.

Untuk diketahui, titian kecil yang biasa dilewati ratusan warga Desa Lewih Ipuh, tidak hanya digunakan untuk keperluan akses pendidikan saja. Warga yang mayoritas bekerja menjadi buruh dan petani di perkebunan kelapa sawit, setiap hari menggunakan jembatan reyot ini. 

Bagi mereka, jembatan bambu seadanya itu sangat vital keberadaannya. Mengingat sudah menjadi penopang utama pundi-pundi ekonomi warga lokal. 

Sementara untuk perawatan dan perbaikan, sejauh ini masyarakat setempat hanya mengandalkan dari hasil swadaya dan gotong royong. Bantuan perbaikan dari pemerintah pusat maupun daerah, hanya menjadi mimpi yang tidak pernah nyata.

Puluhan Tahun Terabaikan

Jembatan Lebak BantenPara siswa sedang melewati jembatan yang sudah rapuh di Lebak, Banten, Rabu, 30 Oktober 2019. (Foto: Tagar/Moh Jumri).

Pantauan wartawan Tagar dari lokasi, Rabu, 30 Oktober 2019, terlihat puluhan siswa SDN 2 Desa Lewi Ipuh, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Lebak, Banten, secara bergantian jalan menyeberangi sungai. Tangan-tangan kecil mereka memegang erat kawat dan bambu. 

Kadang ada yang sengaja menyeberang tanpa mengenakan alas kaki. Kedua kaki berpijak di atas tiga batang bambu reyot yang sudah diikat untuk bisa tiba di seberang sungai. 

Seandainya para pelajar itu tidak berani melintasi jembatan reyot, maka harus rela memutar, berjalan kaki dengan jarak lima kilometer untuk bisa tiba di tempat mereka menimba ilmu.

Apabila musim hujan tiba, kondisi air akan meluap dan terkadang banjir, sehingga jembatan menjadi licin, membuat orang rawan terseret arus sungai. Sementara pada musim kemarau, saat kondisi air surut, terlihat batu-batu besar lancip menjadi momok para penyeberang.

Semoga jembatan di sini menjadi perhatian buat pemerintah pusat dan daerah, karena kami sangat membutuhkannya.

Jeri, 10 tahun, warga Kampung Cigedang, Desa Lewi Ipuh, Kecamatan Banjarsari mengatakan, setiap hari dia bersama puluhan teman-temannya pasti menyeberangi jembatan gantung untuk pergi ke sekolah. 

Murid kelas 5 SD ini mengaku merasa sangat takut ketika sudah berada di pertengahan jembatan, karena kondisi bambu untuk dia berpegangan sudah mulai terkelupas. Sementara kawat pengikat bambu sudah banyak yang putus.

“Jarak dari rumah sangat jauh kalau tak memutar dan harus melewati jembatan ini kalau seandainya ingin dekat ke sekolah. Bisa sampai satu jam kalau memutar, sementara kalau melintas ke sini, paling 30 menit,” kata dia.

Hal yang sama diungkapkan Friska, 11 tahun, siswa SDN 2 Lewih Ipuh. Dia mengaku terpaksa melewati jembatan reyot ini. Seandainya tidak nekat lewat sini, dia harus menempuh perjalanan yang lebih panjang untuk bisa duduk di kursi belajar. 

Friska berujar, semisal kondisi sungai sedang banjir atau musim hujan tiba, dia tidak berani mengambil resiko. Sebab, kondisi jalanan dan jembatan menjadi sangat licin. Apabila tidak meniti hati-hati, bisa terjatuh, terbawa arus sungai yang deras. 

Mereka berharap betul ada pembenahan jembatan. Sehingga, waktu tempuhnya menuju sekolah bisa lebih cepat.

“Semoga jembatan di sini menjadi perhatian buat pemerintah pusat dan daerah, karena kami sangat membutuhkannya,” tutur Friska.

Diwawancarai di tempat yang sama, Dede, warga Kampung Cigedang, Desa Lewi Ipuh, Kecamatan Banjarsari menyatakan, jembatan penghubung empat desa itu sudah puluhan tahun tidak mendapat perhatian dari pemerintah.

Jembatan Lebak BantenPara siswa sedang melewati jembatan yang sudah rapuh di Lebak, Banten, Rabu, 30 Oktober 2019. (foto: Tagar/Moh Jumri).

Dia menegaskan, seandainya cuaca sedang hujan, sebaiknya warga menghindari dan jangan mencoba lewat sini. Dikarenakan, kondisinya sangat menakutkan, berbahaya untuk dilalui. Menurut Dede, apabila jembatan rusak, sejauh ini perbaikan hanya dilakukan oleh warga lokal. 

“Padahal kami yang tinggal di Cigedang kalau seandainya ada keluarga meninggal sering kali membawa jenazah dan dikuburkan di seberang sana," ujar pria berusia 38 tahun ini. 

Artinya, kata dia, warga menggunakan jembatan ini untuk membopong jenazah. "Tempat pemakamannya berada di seberang,” ucapnya sambil menunjuk ke arah tanah pemakaman umum warga Cigedang, Rabu, 30 Oktober 2019.

Pernah Makan Korban

Uum, 34 tahun, salah satu orang tua siswa di Desa Cigendang, Desa Lewi Ipuh, Kecamatan Banjarsari membenarkan, memang sudah banyak warga yang berkeluh kesah soal jembatan reyot di desanya yang tidak kunjung dibenahi pemerintah. 

Pada tahun 2000 silam, Uum nyaris tergelincir karena saat itu sedang hujan, bambu yang ia pijak menjadi licin. 

Dia hampir saja jatuh ke sungai. Beruntung baginya, masih diberikan keselamatan, meskipun berbagai perabotan mesti direlakan melarung terbawa arus sungai yang kuat.

Seharusnya dengan kejadian meninggalnya Herman, itu bisa menjadi perhatian serius oleh pemerintah daerah maupun pusat.

“Pernah dulu, hampir saya jatuh ke bawah, waktu akan pindahan dari kampung sebelah. Yang jatuh hanya barang-barang perabotan. Sebelum peristiwa yang saya alami, sempat juga ada yang jatuh ke bawah, bahkan kondisi punggungnya patah dan sekarang bungkuk,” kata Uum.

“Orangnya ada sekarang, masih hidup, Cuma agak kurang dengar. Mengingat usianya sudah memasuki 70 tahun. Waktu ia jatuh sekitar tahun 1996,” lanjutnya.

Ketua RT/RW 016/03, Sidan tidak menutup mata, memang benar adanya pernah ada kasus kecelakaan di sini. Warganya yang melintasi jembatan reyot meninggal dunia di Kampung Bedeng. Sepengingatan Sidan, pria yang meninggal adalah Herman, karena terperosok jatuh ke bawah. 

"Memang ketinggian jembatan ke bawah juga lumayan tinggi. Seharusnya dengan kejadian meninggalnya Herman, itu bisa menjadi perhatian serius oleh pemerintah daerah maupun pusat," ucap Herman yang mendongkol.

Dia mengatakan, warga di sini sangat berharap bisa dibangun infrastruktur yang memadai, karena memang satu-satunya akses utama warga untuk memasarkan hasil bumi adalah melewati jembatan bambu ini.

"Kami sangat kesulitan untuk memasarkan hasil bumi ke luar daerah,” keluhnya.

Jembatan Lebak BantenPara siswa sedang melewati jembatan yang sudah rapuh di Lebak, Banten, Rabu, 30 Oktober 2019. (foto: Tagar/Moh Jumri).

Sidan menyatakan, dia sering mengajukan perbaikan jembatan reyot itu kepada pihak desa. Namun, sudah lima kali pergantian kepala desa tidak ada satu pun yang menyambut maksud baiknya. 

Dia berharap betul pemerintah dapat melek mata, karena sudah semestinya menaruh perhatian lebih kepada warga Lebak. "Untuk bisa turun dan meninjau lokasi jembatan yang sudah puluhan tahun, bahkan ratusan, belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah," tutur Sidan.

Kalau rusak, perbaikan hanya melalui swadaya masyarakat.

Setiap kali jembatan itu rusak, Sidan sering meminta kawat ke perusahaan sawit, untuk melakukan perbaikan bersama dengan masyarakat setempat. 

Selama ini, warga hanya memanfaatkan kawat pemberian dari perusahaan. Sidan merasa sudah beberapa kali mengajukan ke desa atau kecamatan mengenai perbaikan akses. Tetapi, hingga detik ini, tak kunjung direspons. Dia hanya bisa menggelengkan kepala dengan wajah muram saat ditanyai mengenai kurangnya perhatian pemerintah.

“Sebenarnya jembatan gantung ini sudah tidak layak untuk digunakan. Hal ini tentu untuk menghindari korban kecelakaan. Kita berharap dalam waktu dekat bisa dibangun jembatan,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Desa Lewih Ipuh, Ade Yusuf, 45 tahun, mengakui sudah puluhan tahun jembatan di Lebak, Banten, belum pernah diperbaiki, baik oleh pemerintah pusat, daerah, maupun pihak swasta. ”Kalau rusak, perbaikan hanya melalui swadaya masyarakat,” kata Ade. []

Berita terkait
Misteri Makam Keramat Syeh Rako di Pandeglang Banten
Makam itu berada di antara dua pohon besar berusia lebih dari 300 tahun di Desa Pagerbatu, Kecamatan Majasari, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Hari yang Sederhana di Pesantren Ma'ruf Amin
Hari yang sederhana di Pesantren Syeikh Nawawi di Banten. Tak ada yang berlebihan pada hari pelantikan Maruf Amin sebagai Wakil Presiden RI.
Setan Geunteut, Usai Magrib Culik Anak Kecil di Aceh
Hantu geunteut boleh saja dianggap sebagai mitos belaka. Namun, kesaksian korban yang diculik di Aceh, membuktikan jika makhluk gaib ada di sana.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.