Jakarta - Mantan pelaku kasus Bom Bali I, Ali Imron mengaku dirinya memiliki kemampuan mendoktrin seseorang dalam waktu singkat untuk melakukan aksi teror hingga orang tersebut rela mati bunuh diri.
“Jadi tidak lama, kalau seperti saya ini memahamkan orang itu hanya dua jam saja, memprovokasi sampai sampai bunuh diri,” ucapnya dalam video perbincanggannya dengan Rosi di akun Intagram @indonesiavoice_ seperti dilihat Tagar, Kamis, 17 Desember 2020.
Yang saya katakan adalah jihad, yaitu syariat jihad atau perintah Allah dalam bentuk jihad dalam artian perang.
Dalam hal ini, Ali Imron hanya perlu menghasut seseorang untuk rela melakukan aksi terorisme dengan narasi yang ia kemukakan berupa berjihad melalui jalan perang.
Baca juga: Ali Imron, Mantan Teroris Berbagi Kiat Menangkal Radikalisme Sejak Dini
“Yang saya katakan adalah jihad, yaitu syariat jihad atau perintah Allah dalam bentuk jihad dalam artian perang,” tuturnya.
Namun, kemampuannya itu ia rasa tidak perlu diterapkan karena ia pandang tidak ada nilai positif di dalamnya. Ali Imron pun mengaku belum pernah melakukan hal demikian.
“Sampai sekarang ini saya belum pernah merekrut orang dan kemudian saya suruh bunuh diri, belum pernah, dan insya Allah tidak akan,” kata mantan narapidana kasus terorisme itu.
Mengenai penanggulangan atau perang terhadap terorisme, menurutnya diperlukan kekompakan satu sama lain di antara banyak elemen hingga melibatkan organisasi keagamaan. Sebab, tidak bisa semua hal dipercayakan kepada eks terpidana teroris saja.
Baca juga: Densus 88 Bekuk Teroris Bom Bali I di Lampung
“Menanggulangi dan mencegah terorisme itu harus semua lapisan masyarakat terlibat. Tidak hanya saya sebagai mantan teroris yang tobat, tidak cukup, dengan organisasi kemasyarakatan seperti Muhamadiyah dan NU, enggak cukup, semuanya harus terlibat,” ucapnya menegaskan.
Dia mengaku tidak bisa melihat orang radikal dari sisi penampilannya saja, karena penampilan relatif bisa berubah-ubah. Namun, satu hal yang pasti, teroris sangat benci dengan pemerintah yang ogah menerapkan konsep syariat Islam.
“Kalau namanya teroris itu bisa berpenampilan sebagai fisik yang berganti-ganti, mungkin hari ini sudah berjenggot, besok jenggotnya dicukur, atau mungkin hari ini berpakaian ala muslim dan besok berpakaian ala nonmuslim, atau ala barat bisa saja. Yang membedakan secara signifikan adalah ketidaksukaan mereka terhadap pemerintah itu, tidak memperhatikan syariat Islam secara menyeluruh,” tuturnya. [] (Magang/Victor Jo)