Bantul - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul, Yogyakarta telah menetapkan bekas gedung Puskesmas Bambanglipuro sebagai rumah sakit (RS) darurat penanganan Covid-19. Penetapan tersebut, sudah disetujui oleh Bupati Suharsono pada Rabu 1 April 2020.
Alasan Puskesmas Bambanglipuro menjadi RS rujukan Corona karena empat RS rujukan Coronavirus di Bantul, yakni RSUD Panembahan Senopati, RS PKU Muhammadiyah, RSPSU Hardjolukito, hingga RS Elisabeth telah dinyatakan penuh. Sehingga Pemkab harus mengambil langkah antisipasi.
Sekretaris Daerah (Sekda) Bantul, Helmi Jamharis mengatakan, seusai mendapat persetujuan dari Bupati dan Forkompimda, Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Bantul segera menindaklanjuti dengan mempersiapkan sarana dan pra sarana RS darurat ini.
"Kalau dari sisi fisik bangunan, karena itu dulu jadi puskesmas rawat inap tentu sudah tersedia kamarnya, tempat tidur, toilet dan sebagainya. Hanya saja, kita perlu pembersihan dan pembenahan untuk memenuhi aspek yang diperlukan," ungkapnya pada Rabu 1 April 2020.
Akan tetapi pihaknya bisa meminimalisir pengeluaran dengan menarik beberapa tempat tidur dari Puskesmas rawat inap lain di Bantul, yang bisa dimanfaatkan untuk RS darurat. Sementara untuk tenaga medisnya, menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul.
"Nanti Dinas Kesehatan yang akan mengatur sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk RS darurat ini, baik dokter, perawat, maupun tenaga administrasi yang dibutuhkan," ujarnya.
Ia menjelaskan gedung bekas Puskesmas Bambanglipuro ini bisa menampung hingga 100 pasien. Kemudian, terkait anggaran yang dibutuhkan, pihaknya pun akan segera melakukan rapat koordinasi dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Bantul.
Kalau dari sisi fisik bangunan, karena itu dulu jadi puskesmas rawat inap tentu sudah tersedia kamarnya, tempat tidur, toilet dan sebagainya.
"Sejauh ini belum ditentukan secara resmi dari Dinas Kesehatan untuk kegiatan ini. Tapi, tentu TAPD akan menyetujui apabila anggaran ini untuk kelancaran rumah sakit darurat," ungkapnya.
Sementara itu Kepala Dinkes Bantul, Agus Budi Raharja menjelaskan, RS darurat ini nanti hanya untuk merawat para pasien dalam pengawasan (PDP) dengan gejala ringan dan sedang dan orang dengan hasil rapid diagnose test (RDT) positif. "Agar yang di sini nanti bukan pasien berkategori berat. Jadi, kalau semisal kondisi pasien menburuk, ya kita bawa ke RS rujukan," katanya.
Alasannya, kata dia, RS darurat ini tidak ada ruangan isolasi khusus bertekanan negatif. Sementara dokter yang bertugas tidak perlu dokter-dokter spesialis paru, atau anestesi.
Menurut Agus, PDP dengan gejala ringan dan sedang sejatinya bisa dipulangkan ke rumah masing-masing untuk menjalani isolasi mandiri, namun tetap diawasi pihaknya. Tapi, ia menyadari, dewasa ini masyarakat masih banyak yang paranoid dengan para PDP.
"Regulasi yang ada sekarang kan seperti itu. Tetapi, Pak Bupati punya kebijakan beda, karena kalau mereka dipulangkan, kita harus mengawasinya dengan benar. Jadi, alternatif terbaik adalah membuat RS darurat," ungkapnya. []
Baca Juga:
- Dua Pasien Status PDP Covid-19 di Bantul Meninggal
- Viral Video RS di Bantul Kesulitan Rujuk PDP Corona
- Dusun di Bantul Lockdown Usai Warga Meninggal