Jakarta - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri kimia. Hukuman itu pertama kali akan dilakukan di Indonesia kepada terpidana pemerkosaan sembilan anak di Mojokerto, MA.
Menurut Ketua Majelis Pengembangan PB IDI dr. Poedjo Hartono menghukum orang dengan kebiri kimia dinilai bertentangan dengan sumpah, etika dan disiplin kedokteran yang berlaku secara internasional.
IDI sebenarnya mendukung hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kekerasan seksual.
"Penjahat saja yang sudah jelas-jelas ditangkap polisi ya kita obati. Tidak kita bedakan dia penjahat atau tidak penjahat. Katakanlah luka tembak atau dipukuli itu kita tetap melakukan yang sama karena sifat profesi ini seperti itu. Jadi Etik di profesi kita seperti itu," ujar dia saat ditemui di Surabaya, Kamis, 29 Agustus 2019.
Kendati demikian, IDI sebenarnya mendukung hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kekerasan seksual pada anak agar bisa menjadi jera.
Selain IDI, Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI) jika hukuman kebiri kimia akan memberikan efek menghentikan sementara produksi hormon testoteron yang dapat menurunkan libido atau aktivitas seksual.
Sebelumnya, terpidana kasus pemerkosaan sembilan anak di Mojokerto, MA dijatuhi hukuman kebiri kimia oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto. Putusan hakim diperkuat di tingkat banding Pengadilan Tinggi Surabaya, 18 Juli 2019.
MA dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana dengan melakukan kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan. Ia juga dijatuhi pidana penjara 12 tahun dan denda Rp100 juta subsidair enam bulan kurungan. []