Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto menjadi bahan perbincangan setelah memberikan hukuman kebiri kimia dan pidana penjara 12 tahun kepada terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 9 anak di Mojokerto, Jawa Timur, Muh Aris bin Syukur.
Hukuman kebiri kimia ini disebut salah satu cara untuk mengurangi tindakan kekerasan seksual di kalangan masyarakat.
Berbeda dengan kebiri pada umumnya lewat cara memotong alat kelamin, kebiri kimia dilakukan dengan suntikan yang dapat menurunkan kadar hormon testosteron yang akan mempengaruhi libido atau dorongan keinginan untuk aktifitas seksual.
Penekanan hormon testosteron digunakan dengan obat dari golongan Luteinizing hormone-releasing hormone (LH-RH) agonists, yang diyakini dapat mengendalikan nafsu yang mendorong seksual, sadisme dan kecenderungan yang berbahaya lainnya.
Efek samping dari suntikan itu dapat mengurangi gairah seksual, kesuburan, berkurangnya hormon testosteron dan mempengaruhi produksi spermatozoa.
Jurnal Chemical Castration for Sexual Offenders: Physicians Views menyebutkan, kebiri kimia mungkin memiliki efek samping serius, seperti medroksiprogesteron asetat, siproteron asetat, dan agonis LHRH yang dapat menyebabkan penurunan signifikan pada testosteron serum dan estradiol.
Akibatnya, gangguan pada kesehatan seperti osteoporosis, penyakit kardiovaskular, dan gangguan metabolisme glukosa dan lipid bisa muncul setelah mendapat suntikan kebiri kimia. Selanjutnya, dapat mengalami depresi, hot flashes, infertilitas, hingga anemia.
Meski begitu, kebiri kimia masih terus menjadi perdebatan karena alasan sosial dan medis. Di Indonesia ini kali pertama dilakukannya eksekusi kebiri bagi pelaku kekerasan seksual.