Alasan 5 Oktober Jadi HUT TNI

Hari Ulang Tahun (HUT) Tentara Nasional Indonesia (TNI) diperingati setiap tanggal 5 Oktober. Alasannya, tanggal tersebut memiliki sejarah panjang.
Prajurit TNI melakukan defile saat upacara peringatan HUT TNI ke-74 yang dipusatkan di Lapangan Hiraq, Lhokseumawe, Aceh, Sabtu (5/10/2019). Acara tersebut bertema TNI Profesional Kebanggaan Rakyat. (Foto: Antara/Rahmad)

Jakarta - Hari Ulang Tahun (HUT) Tentara Nasional Indonesia (TNI) diperingati setiap tanggal 5 Oktober. Alasannya, tanggal tersebut memiliki sejarah panjang di awal masa-masa kemerdekaan Republik Indonesia.

Sebelum kemerdekaan, ada nama Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger (KNIL) dan juga Pembela Tanah Air (PETA). KNIL merupakan tentara kerajaan Hindia-Belanda yang dibentuk ketika Perang Diponegoro berlangsung. Sementara PETA dibentuk pemerintahan Jepang yang dibentuk untuk melawan tentara sekutu pada tahun 1943.

Apa yang tidak diketahui orang sampai sekarang ialah bahwa Sukarno sendiri tersangkut dalam pemberontakan ini

Kemudian pada 14 Februari 1945, Komandan Pleton (Sodancho) PETA yakni Supriyadi (Soeprijadi) memimpin pemberontakan untuk melawan tentara Jepang di Blitar. Supriyadi sempat meminta pendapat Presiden Sukarno sebelum melakukan pemberontakan.

"Apa yang tidak diketahui orang sampai sekarang ialah bahwa Sukarno sendiri tersangkut dalam pemberontakan ini. Bagi orang Jepang, maka pemberontakan PETA merupakan suatu peristiwa yang tidak diduga sama sekali. Akan tetapi bagi Sukarno tidak. Aku telah mengetahui sebelumnya. Ingatlah bahwa rumahku di Blitar," kata Sukarno dalam buku Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis Cindy Adams.

Sukarno kala itu merupakan pemimpin dari Putera (Pusat Tenaga Rakyat). Namun waktu itu Sukarno meminta Supriyadi dkk untuk mempertimbangkan dampak yang mungkin terjadi. Tetapi Supriyadi tetap memimpin pemberontakan yang berujung pada penangkapan sejumlah pimpinan PETA oleh tentara Jepang.

Supriyadi menghilang setelah pemberontakan itu. Hingga kini nasib Supriyadi masih menjadi misteri.

Selanjutnya, setelah Proklamasi Kemerdekaan, pemerintah membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada 23 Agustus 1945. Secara bertahap, maka dibentuklah BKR Darat, BKR Laut, dan BKR Udara.

BKR memiliki kepengurusan di pusat dan sejumlah daerah. Tetapi ada pula daerah yang menolak dibentuk BKR dan akhirnya membuat lembaga serupa dengan penamaan sendiri.

Akhirnya pada 5 Oktober 1945, Maklumat Pemerintah mengubah BKR menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang juga memasukkan para mantan anggota PETA. BKR Darat, Laut, dan Udara secara bertahap juga menyesuaikan penamaannya.

Sebetulnya, pembentukan TKR dilatarbelakangi dengan kondisi Indonesia yang tengah gawat darurat. Setelah Jepang diusir pada 17 Agustus 1945, beberapa bulan setelahnya tentara sekutu datang ke Tanah Air untuk berupaya merebut kembali kemerdekaan Indonesia.

Mulanya, Presiden Soekarno menolak pembentukan TKR. Karena, ia tak ingin lagi ada pertumpahan darah. Ia, lebih memilih jalur diplomasi, dan perundingan. Namun, usulan itu ditolak, dan masyarakat mendesak agar TKR segera dibentuk.

Alhasil, kiprah gemilang TKR dibuktikan saat sekutu mulai datang. Mereka berhasil memukul mundur dengan bantuan rakyat saat itu.

Nama TKR sebetulnya sempat diubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Tetapi kemudian mengalami perubahan lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) pada tahun 1946.

Presiden Sukarno kemudian mengubah lagi nama TRI menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 3 Juni 1947. TNI merupakan gabungan dari TRI dan tentara elemen-elemen rakyat lainnya.

Jenderal Soedirman kemudian ditunjuk menjadi Panglima Besar pertama TNI. Meski nama TNI baru diberikan pada tanggal 3 Juni 1947, namun hari lahir kesatuan tersebut tetap diperingati setiap 5 Oktober.

Adapun penetapan 5 Oktober sebagai hari Tentara Nasional baru resmi di tahun 1959. []

Berita terkait
Berbahaya, Penanganan Terorisme TNI dan Polri Harus Dipisah
Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta meminta pemerintah memetakan karakteristik terorisme untuk ditangani TNI dan Polri.
Perpres TNI Atasi Teroris, Hukum Internasional Jadi Contoh
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertapati menyinggung hukum internasional ihwal rancangan Perpres TNI atasi Terorisme.
TNI Soal Terorisme, Pengamat: Overlap Kewenangan Agar Sinergi
Susaningtyas menilai, penting ada kesadaran agar semua pihak menerima nilai dan norma universal dalam hukum internasional menanggulangi terorisme.