Medan - Kepada Partai Demokrat, Akhyar Nasution menegaskan dirinya tidak terlibat kasus dugaan korupsi Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke-53 yang digelar Pemerintah Kota Medan tahun 2020.
Hal itu dia lontarkan demi membuat Partai Demokrat Sumut merasa nyaman dan bertekad mengusungnya di Pilkada Kota Medan pada 9 Desember 2020.
Partai Demokrat seperti kata Herri Zulkarmain, tidak mau calon yang mereka usung menambah rekor Wali Kota Medan yang terjerat korupsi, seperti Abdillah, Rahudman Harahap dan Dzulmi Edin.
"Kami sudah ancam dia. Komitmen Pak Akhyar, tidak mau menjadi penambah rekor wali kota korupsi. Kami meminta dia jangan membuat malu partai. Pengakuan Pak Akhyar, dia tidak terlibat dalam kasus dugaan korupsi MTQ di Kota Medan," ucap Herri, Senin, 27 Juli 2020.
Selain tidak terlibat dugaan korupsi MTQ, Akhyar juga tegas mengakui tidak terlibat dugaan korupsi bantuan sosial percepatan penanganan Covid-19 untuk Kota Medan.
"Dia menjamin tidak terlibat MTQ dan bansos Covid 19. Karena itulah kami serius. Hal itu yang membuat kami tertarik mengusungnya, ketika partai lain tidak menerimanya, makanya kami menerimanya," terang Pelaksana Ketua DPD Partai Demokrat Sumut tersebut.
Herri memastikan partainya berkoalisi dengan PKS, dengan sebutan koalisi kerakyatan gabungan partai nasionalis dan religius. Kedua partai berkomitmen untuk memajukan Kota Medan.
Itu menjadi pertimbangan penting mengapa partai tidak mencalonkan Akhyar
"Kami sudah final dengan PKS, sudah final PKS tetap sebagai calon wakil, ini bukan masalah partai. Mereka melihat sosok Pak Akhyar, untuk membangun Kota Medan dengan koalisi kerakyatan. Tidak membedakan siapa wali kota dan wakilnya. Dukungan itu juga sudah secara tertulis, mungkin hanya belum diumumkan. Mereka juga sudah berbagi tugas ke depannya, antara wali kota dan wakilnya," katanya.
Baca juga:
- Demokrat Ancam Akhyar Nasution agar Tidak Korupsi
- Akhyar Nasution Menangis Meninggalkan PDIP
- Kasus Korupsi MTQ di Kota Medan, PDIP Tak Pilih Akhyar
Sebelumnya, PDIP menegaskan tidak akan mencalonkan Akhyar Nasution dalam Pilkada Kota Medan 9 Desember 2020 mendatang, meski dia adalah kader partai. Ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan, di antaranya kasus dugaan korupsi MTQ ke-53 Kota Medan.
"PDIP melakukan seleksi yang ketat terhadap setiap calon kepala daerah yang akan diusung partai. Mereka yang memiliki persoalan hukum tidak akan pernah dicalonkan. Kami belajar dari kasus korupsi berjemaah yang dilakukan mantan Gubernur Sumut yang diusung PKS, Gatot Pujo Nugroho yang melebar ke mana-mana. Kasus korupsi yang melibatkan mantan Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin dikhawatirkan memiliki konsekuensi hukum ke yang lainnya," kata Ketua DPP DPIP Djarot Saiful Hidayat di Medan.
Djarot yang juga anggota DPR itu mencatat bahwa Akhyar Nasution pernah diperiksa terkait dugaan penyelewengan anggaran MTQ ke-53 tingkat Kota Medan tahun 2020 yang dilaksanakan di Jalan Ngumban Surbakti, Kelurahan Sempakata, Kecamatan Medan Selayang dengan anggaran sebesar Rp 4,7 miliar.
"Itu menjadi pertimbangan penting mengapa partai tidak mencalonkan Akhyar. Betapa bahayanya ketika MTQ saja ada dugaan disalahgunakan. Mungkin dengan bergabung ke partai lain, yang bersangkutan ingin mencitrakan ‘katakan tidak pada korupsi’ yang pernah menjadi slogan salah satu partai," ungkap Djarot.
Dia mengaku bahwa posisi Kota Medan sebagai salah satu sentral perekonomian di Sumatera jadi harus dipimpin oleh yang bersih.
“Pertimbangan yang komprehensif, strategi, dan objektif sesuai harapan rakyat, menjadi landasan keputusan partai. PDIP juga membangun dialog dengan partai koalisi pendukung Pak Jokowi. Masuknya Akhyar dengan dukungan dari Demokrat dan kemungkinan dari PKS semakin menunjukkan arah kebenaran koalisi, seperti pilpres kemarin," ungkapnya.[]