TAGAR.id – Menurut National Partnership for New Americans, ada hampir 3,5 juta orang dewasa yang memiliki hak pilih menjadi warga negara Amerika Serikat (AS) sejak pemilihan presiden (Pilpres) 2020. Sejumlah pakar mengatakan kelompok baru yang sedang berkembang ini mungkin berperan penting dalam menentukan hasil Pilpres AS. Aline Barros melaporkannya untuk VOA.
Silvina Guedes adalah warga negara baru AS. Upacara penerimaan resmi menjadi warga negara AS dilangsungkan di Mount Vernon, yang merupakan tempat kediaman presiden pertama AS, George Washington.
Silvina berasal dari Portugis dan sudah tinggal di AS selama lebih 20 tahun. November 2024 ini untuk pertama kalinya, dia akan memberikan suara.
“Saya mengikuti politik dari radio dan TV, dan menonton debat-debat yang berlangsung. Faktanya, saya mengikuti debat terakhir lewat Univision (stasiun televisi berbahasa Spanyol-red). Bagi saya hal ini penting karena saya jadi belajar tentang gagasan-gagasan mereka, dan apa yang akan mereka lakukan,” tuturnya.
Para pakar mengatakan mereka yang baru pertama kali berhak memberikan suara ini memainkan peran yang sangat penting dalam pemilu presiden November nanti, terutama di negara-negara bagian penentu atau biasa disebut “swing states”.
“Swing states” adalah negara-negara bagian Amerika di mana dua partai politik utama memiliki tingkat dukungan yang sama di antara para pemilih, sehingga dianggap penting dalam menentukan hasil keseluruhan pemilihan presiden. Beberapa negara bagian yang dikategorikan sebagai “swing states” berdasarkan sedikitnya dua hasil pilpres terakhir adalah Arizona, Georgia, Michigan, Pennsylvania, Wisconsin, North Carolina dan Nevada.
Menurut proyek The Rock the Naturalized Vote, ada lebih dari 600.000 warga yang baru menjalani proses naturalisasi, atau baru menjadi warga negara Amerika, di negara bagian Georgia. Hampir 400.000 ada di negara bagian Michigan, dan hampir 465.000 ada di negara bagian Arizona.
Salah seorang pemimpin proyek The Rock the Naturalized Vote di University of Southern California, Dr. Manuel Pastor, mengatakan, “Di negara bagian seperti Arizona, orang-orang yang dinaturalisasi dalam delapan hingga sembilan tahun terakhir – yang dianggap sebagai mereka yang baru dinaturalisasi – terdiri dari sekitar 2 persen dari pemilih potensial. Dan seperti yang Anda ingat, pada 2020 lalu Arizona adalah negara bagian yang memiliki selisih suara sangat tipis.”
Menurut National Partnership for New Americans, secara nasional ada sekitar 3,5 juta orang dewasa yang sudah memiliki hak pilih telah menjadi warga negara sejak pemilihan presiden 2020. Dr. Manuel Pastor mengatakan para pemilih yang dinaturalisasi cenderung menjadi lebih terlibat secara politik ketika masalah imigrasi mendominasi wacana.
“Saat itulah mereka yang baru dinaturalisasi mulai melangkah dan menjadi sangat terlibat karena memiliki sedikit ketertarikan pribadi di dalamnya,” tambah Manuel.
Ntama Bahati, yang berasal dari Republik Demokratik Kongo (DRC), mengatakan, “Saya tiba di AS pada 6 September 2001. Saya masih ingat jam-nya. Saat itu sekitar jam tiga sore di Chicago.”
Ntama menjadi warga negara Amerika pada 2017 dan pertama sekali memberikan suara pada 2020.
“Ketika saya menyelesaikan wawancara untuk mendapatkan kewarganegaraan, saya diberi kesempatan untuk mendaftar untuk memilih. Benar-benar tidak masuk akal bagi saya, ketika staf di USCIS memberi tahu bahwa sekarang saya bisa memilih. Saya bilang benarkah? Dan saya langsung mendaftar untuk memberikan suara,” ujarnya.
Warga negara yang telah menjalani proses naturalisasi cenderung memiliki pendekatan atas tanggung jawab kewarganegaraan mereka dengan sangat serius, dan warga negara Amerika yang baru ini dapat menjadi penentu di negara-negara bagian penentu atau swing states. (em/ns)/voaindonesia.com. []