Ahok dan Tionghoa Kelas Glodok

Ahok dibilang Tionghoa kelas Glodok. Bagaimana rasanya menjadi orang Indonesia keturunan Tionghoa yang sekaligus menjadi pengusaha kelas Glodok?
Pasar Glodok di Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat, Senin, 2 Desember 2019. (Foto: Tagar/Muhammad Nefki Hasbiansyah)

Jakarta - "Disamain orang Glodok, saya kaya dong," kata Ahok menanggapi Rizal Ramli yang menyebutnya Tionghoa kelas Glodok, beberapa waktu lalu sebelum Ahok resmi diangkat sebagai komisaris Pertamina. Sebenarnya, bagaimana rasanya menjadi orang Indonesia keturunan Tionghoa sekaligus menjadi pengusaha kelas Glodok?

Fery berusia 23 tahun, punya usaha toko di Glodok. Tagar menemuninya pada Senin, 2 Desember 2019.

Ia mengatakan sudah sepantasnya orang-orang seperti dirinya disebut orang Indonesia, bukan orang China. Karena menurutnya banyak orang keturunan Tionghoa sangat mengerti tentang negara Indonesia karena sudah ribuan tahun beranak-pinak di sini.

Bahkan banyak juga keturunan Tionghoa menjadi pejabat tinggi di Indonesia. Hal itu karena memang mereka orang asli Indonesia, hanya saja keturunan Tionghoa. Seperti mantan Menteri Hukum dan HAM Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu II yang dipimpin Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Amir Syamsuddin adalah orang keturunan Tionghoa dengan nama Freddy Tan Toan Sin.

"Kita turun-temurun di Indonesia, leluhur kita juga berdagang dari dulu," kata Fery.

Mereka yang keturunan Tionghoa yang menjajakan dagangan di Glodok, banyak yang tidak mengikuti politik. Kebanyakan dari mereka hanya tahu berdagang.

"Kita di sini cuma tahu dagang aja kok, orang Glodok enggak ada yang ikutan politik," ujar Ferry.

Mereka bukan hanya menjual benda-benda elektronik, ada pula keturunan Tionghoa yang menjual makanan dan sayuran di lantai bawah Pasar Glodok. Para pedagang mengaku sakit hati bila mereka disebut sebagai orang China. Sebab hal itu berarti tidak menganggap mereka orang Indonesia. Padahal leluhur mereka banyak yang berpartisipasi dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

"Kita orang Indonesia kok, bukan China. Kalau kita keturunan Tionghoa memang benar," kata Ferry.

Fery sudah lama berjualan PS di Pasar Glodok. Toko yang ia miliki merupakan pemberian dari orang tuanya. Mereka semua keturunan Tionghoa yang sangat mencintai Indonesia dan turut serta merayakan kemerdekaan Indonesia. Fery mengaku sangat sakit hati bila dirinya disebut orang China.

Orang Glodok enggak ada yang ikutan politik.

Pasar GlodokFery 23 tahun, pedagang PS di Pasar Glodok di Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat, Senin, 2 Desember 2019. (Foto: Tagar/Muhammad Nefki Hasbiansyah)

Para pedagang Glodok ingin status mereka sebagai warga negara Indonesia diakui oleh orang Indonesia. Karena mereka juga mempunyai KTP Indonesia dan mereka tidak mempunyai kartu identitas yang menegaskan mereka adalah warga China. Mereka yang berdagang di Glodok legal sebagai orang Indonesia, berbeda misalnya dengan mereka yang didatangkan dari China dan tidak mempunyai KTP Indonesia.

"Kita punya KTP kok, kita juga terdata, masak kita masih dibilang orang China," ucap Fery.

Glodok merupakan pusat perbelanjaan yang besar di Jakarta. Terletak di Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat. Daerah yang dikenal sebagai Pecinan terbesar di Jakarta. Mayoritas orang Glodok merupakan turunan Tionghoa.

Saat ini Pasar Godok merupakan salah satu sentra penjuaan elektronik di Jakarta. Tempat ini kini selalu dipenuhi ojek online di depannya. Karena pasar yang merupakan surga elektronik sejak 1970 ini kini sudah tidak begitu diminati pengunjung untuk datang ke sana. Banyak dari mereka yang berdagang beralih ke online dan pasar hanya dijadikan gudang penyimpanan barang.

Kata Glodok berasal dari bahasa Sunda 'Golodog', yang berarti pintu masuk rumah. Saat itu Sunda Kelapa yang saat ini dikenal dengan Jakarta merupakan pintu masuk ke Kerajaan Sunda. Karena sebelum dikuasai Belanda yang membawa pekerja dari berbagai daerah dan menjadi Betawi atau Batavia, Sunda Kelapa dihuni orang Sunda.

Tempat yang dulu menjadi sentra elektronik itu kini sudah sepi pengunjung. Banyak dari mereka yang mengirimkan barang saja. Pasar terlihat sangat sepi. Aktivitas kini digantikan dengan pengepakan barang saja.

Hampir keseluruhan penjual yang menjajakan dagangan di Pasar Glodok merupakan keturunan Tionghoa atau yang juga dikenal dengan orang China. Kawasan Glodok juga menjadi tempat hiburan malam yang cukup populer namun terselubung dan ilegal. Sejumlah bangunan tua yang hingga kini masih bisa disaksikan menunjukkan kemegahan dan ramainya transaksi bisnis masa lalu.

Pasar GlodokTampa dalam Pasar Glodok di Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat, Senin, 2 Desember 2019. (Foto: Tagar/Muhammad Nefki Hasbiansyah)

Keramaian kawasan Glodok ini seakan tidak pernah berhenti sejak zaman Hindia Belanda. Etnis Tionghoa juga memiliki pengaruh dalam melawan penjajah. Bahkan menurut penjelasan pedagang PS di Glodok yang namanya tidak ingin disebut, etnis Tionghoa turut melawan Belanda pada 1740 dengan melakukan pemberontakan yang dikenal dengan nama Geger Pacinan.

Budaya masyarakat yang sudah beralih pada belanja online atau daring mempunyai dampak cukup besar bagi penjualan di Glodok. Pasar Glodok ini juga pernah menunjukkan taringnya pada era 1990-an hingga awal tahun 2000, namun sayang kini pamor pasar itu tidak seperti dulu. Kurangnya masyarakat yang menyambangi pasar membuat sepinya pengunjung di pasar Glodok ini.

Dari dulu Glodok memang penuh hiruk-pikuk aktivitas ekonomi. Walau kini sudah meredup kejayaannya. Kini tempat itu hanya dihuni orang-orang Tionghoa yang kerap dicap sebagai spesialisasi dunia perdagangan.

Banyak sekali orang Tionghoa yang berdatangan pada masa Indonesia masih dalam jajahan Belanda. Sebagaimana dicatat dalam Hikayat Jakarta 1998 karya Williard Hana, dan Tionghoa dalam Pusaran Politik (2008) oleh Benny Setiono. Gubernur Jenderal VOC yang berkuasa hingga 1929, Jan Pieterszoon Coon, percaya orang-orang Tionghoa adalah bangsa yang ulet, rajin, dan suka bekerja. Tak ada tenaga yang lebih cocok untuk tujuan kita atau yang dapat dikerahkan dengan sama mudahnya selain orang Tionghoa. Maka tidak heran banyak orang Tionghoa yang tinggal di sekitaran selatan benteng Belanda.

Orang Tionghoa sudah menduduki kawasan Glodok pada pertengahan abad ke-17. Sebagai kawasan di luar tembok benteng Batavia (Jakarta), daerah Glodok pernah didirikan sebuah benteng kecil dari tanah untuk mengantisipasi serangan dari Mataram atau Banten.

Pasar GlodokBukan hanya benda-benda elektronik, di Pasar Glodok juga dijual daging dan sayur-sayuran di lantai bawah, Senin, 2 Desember 2019. (Foto: Tagar/Muhammad Nefki Hasbiansyah)

Orang Tionghoa merupakan salah satu etnis di Indonesia yang asal-usul mereka berasal dari China. Leluhur mereka bermigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perniagaan.

Belum lama ini pernyataan menghebohkan dilontarkan Rizal Ramli. Perkataan Rizal Ramli mengenai "Ahok China kelas Glodok" menjadi kontroversi. Ahok dinilai oleh ekonom itu tak layak menjadi petinggi di perusahaan Badan Usaha Milik Negara atau yang lebih dikenal dengan BUMN.

Menurut Rizal Ramli, Presiden Jokowi hanya mencari masalah dengan menunjuk Ahok sebagai petinggi BUMN. Ahok juga pernah bermasalah dengan hukun dan juga tidak mempunyai pengalaman tentang korporasi.

Menurut ekonom itu, kalau Jokowi ingin keturunan Tionghoa menjadi petinggi di BUMN, masih banyak orang yang pantas dari kalangan Tionghoa yang lebih baik dan bukan kelas Glodok. Namun Rizal Ramli membantah bahwa pernyatannya tentang Ahok berbau rasis. Rizal juga menjelaskan dirinya mempunyai banyak sahabat dari keturunan China dan non muslim.

Pernyataan Rizal Ramli itu mendapatkan kecaman dari keturunan Tionghoa di Glodok. Menurut mereka yang berdagang di Glodok, mereka hanya berdagang saja di sana. Banyak orang keturunan Tionghoa di Glodok tidak terima dirinya disebut China. Mereka di sana hanya berdagang dan mereka adalah orang Indonesia yang keturunan Tionghoa, bukan orang China.

"Sakit hati dong kita dibilang China, kita dibilang Tionghoa ya emang," kata seorang pedagang PS yang enggan disebut namanya. 

Mereka tidak terima dibilang China karena sejak kecil sudah tinggal dan lahir di Indonesia. 

Ahok bernama lengkap Basuki Tjahaja Purnama, mantan Gubernur DKI Jakarta, mengaku sangat senang dan berterima kasih disebut kelas Glodok. Menurutnya, Glodok merupakan salah satu pusat jual beli di Jakarta.

"Disamain orang Glodok, saya kaya dong," kata Ahok sebelum mengisi workshop Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota di Hotel Grand Arkenso Semarang, Rabu, 20 November 2019. []

(Muhammad Nefki Hasbiansyah)

Baca cerita lain:

Berita terkait
Bidan Icha, Pahlawan di Jalan Sunyi
Hardinisa Syamitri akrab disapa Icha adalah seorang bidan. Ia dianggap makhluk aneh di tengah dominasi dukun di kampung terpencil Luak Begak.
Shalfa Avrila Siani dan Mereka yang Didiskualifikasi
Dalam pelukan ibunda, air mata Shalfa Avrila Siani mengalir deras. Tuduhan tidak perawan terlalu menyakitkan. Ini kisah mereka serupa Shalfa.
Mellya Juniarti Merasa Dizalimi Ustaz Abdul Somad
Mellya Juniarti diceraikan suaminya, ayah dari satu anaknya, Ustaz Abdul Somad atau UAS. Ia merasa dizalimi dengan sebutan wanita tak bisa dididik.
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.