YLKI Minta Perbesar Gambar Peringatan di Bungkus Rokok

YLKI minta pemerintah memperbesar peringatan kesehatan bergambar di bungkus rokok.
Ilustrasi rokok di Indonesia. (Foto: dok Tagar)

Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) minta pemerintah memperbesar peringatan kesehatan bergambar atau pictorial health warning (PHW) yang saat ini tertera di bungkus rokok sebesar 40%.

Sudah ukuran PHW-nya kecil, tertutupi pita cukai pula.

Desakan YLKI ini mengacu kepada UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 pada pasal 4 disebutkan bahwa konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, keselamatan dan berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur dalam hal ini bahaya produk rokok.

"Saat ini, besaran PHW di Indonesia adalah yang terkecil di tingkat Asia, yaitu 40% saja. Masih kalah jauh bila dibandingkan dengan Malaysia yang sudah 55%, Singapura 75%, bahkan Timor Leste 92,5%," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, melalui keterangan tertulisnya, Selasa 29 September 2020.

Dengan ukuran PHW minim tersebut, kata Tulus, pesan akan bahaya merokok tidak efektif tersampaikan kepada konsumen. "Sudah ukuran PHW-nya kecil, tertutupi pita cukai pula, sehingga masih jauh dari kata efektif menginformasi konsumen akan bahaya merokok," sambungnya.

Tulus menambahkan, PHW merupakan refleksi terhadap keberadaan regulasi pengendalian tembakau di Indonesia yaitu PP 109 Tahun 2012. Berkaitan dengan itu, YLKI juga meminta pemerintah segera mengamandemen PP tersebut sebab proses revisinya sudah tertunda dua tahun.

Pasalnya PP 109 Tahun 2012 sudah tidak lagi efektif untuk melindungi masyarakat konsumen, baik konsumen perokok aktif, pasif maupun calon perokok pemula, terutama kelompok anak. Pasalnya, prevalensi perokok anak terus melonjak tinggi sejak 2013 sebesar 7,2% menjadi 9,1% pada 2018.

"Alhasil, target yang tertuang dalam RPJMN 2014-2019 bahwa perokok anak hanya 5,4% hanyalah coretan belaka alias gagal," ujarnya.

Target pemerintah terkait prevalensi perokok anak di Indonesia menjadi turun sebanyak 8,7 persen. Namun saat ini prevalensi yang ada hanya turun sebesar 0,4%.

Meski begitu Tulus tetap mengapresiasi langkah pemerintah. Ia kembali mendesak agar PP 109 Tahun 2012 direvisi sebagai upaya dan strategi untuk menurunkan prevalensi perokok anak.

"Utamanya pada perbesaran pencantuman peringatan kesehatan bergambar bahaya merokok guna meningkatkan kesadaran masyarakat konsumen akan bahaya zat adiktif rokok," tutur Tulus.

Berita terkait
Aturan Masker Kain SNI, Traveler Wajib Perhatikan
Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk masker kain setelah larangan masker bahan buff dan scuba, traveler wajib tahu nih.
Begini Penampakan Hotel Khusus Pasien Corona di Jakarta
Fasilitas isolasi mandiri berupa hotel di Jakarta bagi warga yang terkonfirmasi tanpa gejala atau pasien virus corona.
Setelah Dicuci Kondom Bekas Tetap Dilarang Dipakai, Kenapa?
Kondom dipergunakan sekali pakai. Namun ternyata, ada yang mencucinya untuk dipakai kembali.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.