Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berjanji untuk menyelidiki dugaan pelecehan seksual yang dilakukan petugas yang diperbantukan untuk menangani wabah Ebola di Republik Demokratik Kongo.
Dari hasil penyelidikan bersama dua kantor berita, New Humanitarian dan Thomson Reuters Foundation disebutkan bahwa 50 wanita lokal mengaku mendapat perlakuan pelecehan dan eksploitasi oleh staf WHO dan badan bantuan lain saat bertugas dalam penanganan wabah Ebola di Kongo.
Eksploitasi dan pelecehan seksual benar-benar menjijikkan. Kami secara teratur menilai semua mitra kami berdasarkan standar pengamanan tertinggi.
Mereka diduga disiram dengan minuman, "disergap" di rumah sakit, dipaksa berhubungan seks, dan dua orang menjadi hamil. Peristiwa itu berlangsung dalam periode antara 2018 dan Maret tahun ini.
Seperti diberitakan dari BBC News, Rabu, 30 September 2020, WHO menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan penyelidikan. "Siapa pun yang diidentifikasi terlibat akan dimintai pertanggungjawaban dan menghadapi konsekuensi serius, termasuk pemecatan," kata keterangan WHO.
WHO mengecam stafnya yang melakukan perbuatan tercela, dan berjanji akan mengenakan sanksi seberat-beratnya. PBB dan badan bantuan sebelumnya menjanjikan tidak ada toleransi terhadap pelecehan seksual menyusul tuduhan serupa terhadap beberapa staf mereka di negara lain.
Seorang juru bicara Kantor Luar Negeri, Persemakmuran dan Pembangunan Inggris mengatakan akan meneliti temuan WHO dengan cermat. "Eksploitasi dan pelecehan seksual benar-benar menjijikkan. Kami secara teratur menilai semua mitra kami berdasarkan standar pengamanan tertinggi," katanya.
Lebih dari 2.000 orang meninggal terpapar wabah Ebola di Kongo. WHO, yang memelopori upaya global untuk mengekang penyebaran wabah, mengklaim virus akan musnah pada Juni tahun ini. []
- Baca Juga: Covid-19 Belum Reda, AS Diserang Virus Bunny Ebola
- WHO Minta Negara Kaya Gabung dalam Skema Vaksin