Bos WHO: Tak Sampai Dua Tahun Pandemi C-19 Berakhir

Dirjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus berharap pandemi virus corona Covid-19 (C-19) akan berakhir dalam waktu kurang dari dua tahun.
Dirjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus memperingatkan pandemi Covid-19 masih akan berkepanjangan. (Foto: Photo: AFP|Fabrice Coffrini|CNA)

Jakarta - Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus berharap pandemi virus corona Covid-19 (C-19) akan berakhir dalam waktu kurang dari dua tahun. Berbicara di Jenewa pada Jumat waktu setempat, ia menyebutkan bahwa flu Spanyol tahun 1918 membutuhkan waktu dua tahun untuk bisa teratasi.

Namun menurut Tedros, kemajuan teknologi saat ini memungkinkan dunia untuk menghentikan virus dalam waktu yang lebih singkat. “Tentunya dengan lebih banyak konektivitas, virus memiliki peluang lebih besar untuk menyebar. Namun pada saat yang sama, kita juga memiliki teknologi untuk menghentikannya, dan pengetahuan untuk menghentikannya," katanya sembari menekankan pentingnya "persatuan nasional dan solidaritas global".

Korupsi terkait APD ... bagi saya sebenarnya pembunuhan. Karena jika petugas kesehatan bekerja tanpa APD, kita mempertaruhkan nyawa mereka. Dan itu juga membahayakan nyawa orang yang mereka layani.

Baca Juga: WHO: Kelompok Usia Muda Jadi Penyebar Virus C-19 

Seperti diberitakan dari BBC News, Sabtu, 22 Agustus 2020, wabah Flu Spanyol yang mematikan tahun 1918 menewaskan sedikitnya 50 juta orang. Sementara virus corona C-19 hingga saat ini menyebabkan hampir 800.000 orang meninggal dan 22,7 juta lainnya positif.

Bos WHO itu juga menanggapi pertanyaan tentang korupsi berkaitan dengan alat pelindung diri (APD) selama pandemi, yang disebutnya sebagai kriminal. "Segala jenis korupsi tidak bisa diterima. Namun korupsi terkait APD ... bagi saya sebenarnya pembunuhan. Karena jika petugas kesehatan bekerja tanpa APD, kita mempertaruhkan nyawa mereka. Dan itu juga membahayakan nyawa orang yang mereka layani," ucap Tedros.

Meski soal terkait dugaan korupsi APD di Afrika Selatan, sejumlah negara pernah menghadapi persoalan serupa. Pada hari Jumat, aksi protes terjadi di ibu kota Kenya, Nairobi atas dugaan korupsi APD selama pandemi. Sementara dokter dari sejumlah rumah sakit umum kota melakukan pemogokan karena gaji yang belum dibayar dan kurangnya peralatan pelindung.

Covid-19 di NairobiAksi unjuk rasa berlangsung di Nairobi pada Jumat, menuntut pemerintah untuk segera menuntaskan kasus korupsi penanganan Covid-19. (Foto: Reuters|BBC).

Pada hari yang sama, Kepala Program Kedaruratan Kesehatan WHO, Dr. Mike Ryan memperingatkan bahwa skala wabah virus corona C-19 di Meksiko "jelas kurang dikenal". Ia menyebutkannya setara dengan sekitar tiga orang per 100.000 orang yang diuji di Meksiko, dibandingkan dengan sekitar 150 per 100.000 orang di AS. Meksiko memiliki jumlah kematian tertinggi ketiga di dunia, dengan hampir 60.000 kematian sejak awal pandemi dimulai, menurut Universitas Johns Hopkins.

Sementara itu, di Amerika Serikat, calon dari Partai Demokrat Joe Biden menyerang penanganan pandemi oleh Presiden Donald Trump. "Presiden kita saat ini gagal dalam tugas paling mendasarnya kepada bangsa. Dia gagal melindungi kita. Dia gagal melindungi Amerika," kata Biden, dan berjanji untuk memperkenalkan mandat nasional untuk memakai masker jika terpilih. Hingga Jumat, di AS tercatat ada 1.000 kematian baru akibat C-19 sehingga total menjadi 173.490 orang.

Pada hari Jumat, sejumlah negara mengumumkan jumlah kasus baru tertinggi dalam beberapa bulan. Korea Selatan mencatat 324 kasus baru, angka harian tertinggi sejak Maret. Seperti wabah sebelumnya, infeksi baru telah dikaitkan dengan gereja, dan museum, klub malam, dan bar karaoke.

Sejumlah negara Eropa juga mengalami kenaikan. Polandia dan Slovakia mengumumkan rekor infeksi harian baru C-19 pada hari Jumat, dengan masing-masing 903 dan 123 kasus. Sementara Spanyol dan Prancis telah mengalami peningkatan dramatis dalam beberapa hari terakhir.

Di Lebanon, penguncian (lockdown) parsial selama dua minggu - termasuk jam malam - mulai berlaku karena negara itu mengalami jumlah kasus tertinggi sejak awal pandemi. Jumlah kasus berlipat ganda sejak peristiwa ledakan dahsyat di ibu kota Beirut yang menewaskan sedikitnya 178 orang dan melukai ribuan lainnya pada 4 Agustus lalu.

Sebelumnya Dirjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus merasa pusin dengan jumah kasus positif Covid-19 atau C-19 di dunia yang terus merangkak naik. Ia pun kembali mengeluarkan peringatan pada Sabtu, 1 Agustus 2020 dengan menyebutkan bahwa pandemi kemungkinan akan berlangsung lama.

Baca Juga: WHO: Pandemi Corona Hadir Selama Beberapa Dekade

Tedros bertemu dengan Komite Darurat WHO untuk mengevaluasi pandemi Covid-19 yang telah berjalan lebih dari enam bulan. Ini yang membuat ia kembali membunyikan alarm peringatan internasional. []

Berita terkait
WHO: Covid-19, Darurat Kesehatan Dunia Paling Parah
WHO menyebutkan bahwa pandemi virus corona Covid-19 menjadi darura kesehatan global paling parah.
WHO Dalami Laporan Penyebaran Covid-19 Lewat Udara
WHO tengah meninjau sebuah laporan yang mendesak perbaruan panduan tentang Covid-19 pasca temuan ilmuwan bahwa virus dapat meyebar melalui udara.
WHO: Kasus Covid-19 Melonjak di Negara-negara Besar
WHO menyebutkan bahwa kasus Covid-19 melonjak di beberapa negara besar, bersamaam dengan peningkatan yang mengkhawatirkan di Amerika Latin.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.