Wawancara Eksklusif Bersama Hanum Rais, Pewaris Darah Politik Amien Rais

Satu dari keempat anak Ketua Dewan Kehormatan PAN itu adalah Hanum Salsabiela Rais.
Hanum Rais (Foto: Tagar/Suratno Wongsodimedjo)

Jakarta, (Tagar 21/2/2019) - Putra dan putri politikus Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais, berbondong-bondong  mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Empat dari lima anak Amien Rais diketahui berlaga di pileg 2019 melalui PAN, partai besutan ayahnya sendiri.

Satu dari keempat anak Ketua Dewan Kehormatan PAN itu adalah Hanum Salsabiela Rais. Mantan wartawan yang juga penulis novel itu mencalonkan diri sebagai  anggota DPRD DIY di dapil Sleman Timur atau dapil 6 DIY melalui Partai PAN.

Tagar News berkesempatan melakukan wawancara eksklusif dengan Hanum. Melalui wawancara singkat, Hanum menuturkan alasan kenapa memilih untuk terjun ke politik praktis. Penulis novel berjudul 99 Cahaya di Langit Eropa itu juga mengungkapkan pandangannya terhadap kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Apa alasan seorang Hanum Rais memilih terjun ke ranah politik praktis?

Saya dan suami, sebelas tahun tidak memiliki anak. Lalu saya bernazar, kalau kelak dapat momongan, saya akan menjadi sosok yang lebih bermanfaat untuk orang lain, orang banyak. 

Apa harus dengan cara terjun ke politik praktis?

Ya, pertama, kalau nazar itu kan memang harus dilunasi. Waktu itu karena memang sudah mengatakan bahwa harus menjadi orang yang lebih berguna lagi, berdampak lebih luas untuk masyarakat, dengan spectrum yang jauh lebih dahsyat. Tentu saja tidak hanya dengan nulis buku atau nulis film.

Motivasi saya tentu ingin memberikan kontribusi pemikiran, kontribusi waktu saya untuk membantu aspirasi masyarakat yang mungkin masih terbengkalai atau belum diwujudkan oleh caleg (calon legislatif) atau kepala daerah. Itu, fundamentalnya itu. Masih banyak sesuatu yang bercecer dan itu harus dibenahi.

Terjun ke politik praktis, tentu ada konseksuensi yang harus diambil. Salah satunya mungkin pembaca buku-buku atau karya film yang kemudian protes, menarik diri atau mungkin malah meninggalkan Mbak Hanum, tanggapannya?

Enggak sih. Justru alhamdulillah followers saya dan pembaca saya cukup dewasa untuk membedakan preferensi politik seorang idolanya dengan karya. Jadi tidak mencampur-adukkan antara karya dengan politik.

Banyak kok yang nanyain, kapan (buku) akan segera dibikin filmnya dan lain sebagainya. Tapi juga, tidak kemudian saya memaksakan kehendak politik saya, atau berharap dengan jumlah followers yang banyak untuk memiliki preferensi politik yang sama dengan saya.

Saya juga cukup dewasa untuk membedakan bahwa penikmat buku saya itu bisa saja memiliki preferensi politik yang berbeda.

Tapi saat Film Hanum & Rangga dirilis, sudah ada bukti bahwa ada gesekan mengarah ke sana, tanggapannya?

(Tertawa) Itu menarik sih. Menarik.

Apakah konsekuensi yang seperti itu sudah dipikirkan sejak awal?

Ya, jadi itu, hmmmm...(terdiam cukup lama) Itu malah, menurut saya blessing ya. Walaupun saya tidak suka sesungguhnya dikatakan karena kejadian itu justru membuat filmnya lumayan. Tadinya, (penonton) diprediksi gak sebanyak itu.

Itu film religi, lagi enggak tren, bukan genre yang 'dimakan' gitu. Biasanya kan horor dan seterusnya. Tapi ternyata dimakan gitu loh. Dan produser juga cukup senang, cukup happy dengan hasil tersebut.

Tapi kembali, intinya saya kecewa waktu itu, kenapa netizen mencampur-adukkan antara karya dan politik. Mereka harusnya bisa membedakan. Itu satu entitas yang sama sekali berbeda.

Melihat Ayah (Amien Rais), kan diserang begitu rupa karena politik. Bully media sosial atau serangan dan manuver lawan politik. Apakah seorang Hanum siap mental untuk menghadapi yang demikian?

Alhamdulillah, ini merupakan sesuatu yang amat ringan ya kalau dibandingkan dengan tahun 1998. 98 itu kan mau dibunuhlah, ada komando untuk dibunuh waktu itu, oleh militer dan seterusnya itu.

Jadi ini masih dalam koridor yang demokratis lah.

Terkait pilihan untuk terjun ke politik, ada pesan khusus dari Ayah?

Ayah saya selalu mengatakan, "Num, kalau kamu terjun ke politik, kalau kamu dipuji jangan tinggi hati, kalau kamu dicaci jangan ciut nyali. Motivasinya ya ikhlaskan untuk Illahi. Meskipun terdengar klise, tapi kalau kamu bisa membuat dirimu berpikir seperti itu, Insya Allah kamu gak baperan." Itu yang saya pegang.

Seperti apa Mbak Hanum memandang kepemimpinan Presiden Jokowi?

Iya... (Terdiam cukup lama).......

Sesungguhnya, kalau seandainya Pak Presiden Jokowi itu dengan lapang, mengatakan kepada masyarakat. Ini saya malah kaya ngajarin ya. Bahwa dia, sebagai manusia, sudah gagal dalam memerintah.

Dari sekian puluh janji-janjinya itu. Janji-janji besarnya yang paling mayor itu gak ada yang diselesaikan.

Menurut Mbak Hanum, Jokowi gagal?

Gagal.

[]

Berita terkait
0
Menkeu AS dan Deputi PM Kanada Bahas Inflasi dan Efek Perang di Ukraina
Yellen bertemu dengan Freeland dan janjikan kerja sama berbagai hal mulai dari sanksi terhadap Rusia hingga peningkatan produksi energi