Warganet Rawan Jeratan Hukum, Deklarasi Melawan Hoaks Digelar

Banyak kasus yang menyeret netizen atau warganet karena menyebarkan informasi hoaks jelang Pemilu 2019.
Usai mengikuti pelatihan jurnalistik, warganet menandatangi dan berikrar melawan berita hoaks. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Yogyakarta, (Tagar 7/4/2019) - Banyak kasus yang menyeret netizen atau warganet karena menyebarkan informasi bohong atau hoaks, baik foto, video, informasi. Paling banyak dijerat dengan UU ITE.

Menjelang Pemilu 2019, dunia maya dibanjiri informasi, yang sebagian hoaks. Sebagian yang hoaks itu disebarkan oleh warganet atau jurnalis abal-abal.

Wakil Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) DIY, Bidang Pembelaan Wartawan, Hudono mengatakan, hoaks sangat berbahaya. Informasi yang sesat berpotensi menyebabkan perpecahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Kata hoaks mulai populer seiring dengan perkembangan digital, karena memang (hoaks) lebih banyak ditemukan di dunia maya," kata dia dalam Pelatihan Jurnalistik bagi Netizen dan Deklarasi 'Melawan Hoax' di Yogyakara, Sabtu (6/4).

Menurut dia, di era digital ini, berita bisa diproduksi oleh siapapun baik wartawan, warganet, masyarakat luas atau citizen jurnalism. Perbedaannya, wartawan terikat dengan kode etik jurnalistik dan dilindungi Undang-undang (UU) Pers dalam melakukan aktivitas jurnalistiknya dan tersertifikasi. "Sedangkan netizen tidak, karena bukan bagian dari pers," imbuhnya.

YogyakartaWakil Ketua PWI DIY Bidang Pembelaan Wartawan, Hudono (kiri) dan Dosen Audio Visual ISI Yogyakarta WS. Pamungkas saat menjadi pemateri dalam Pelatihan Jurnalistik bagi Netizen dan Deklarasi 'Melawan Hoax' di Yogyakara, Sabtu (6/4). (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Selain itu, perbedaan lainnya dalam hal pertanggungjawaban hukum saat berita yang diproduksi mengandung unsur hoaks atau tidak sesuai dengan fakta. "Bagi netizen dan jurnalisme warga, diberlakukan aturan umum yakni KUHP dan UU ITE. Pertanggunjawaban hukumnya bersifat personal, siapa berbuat dialah yang bertanggung jawab," jelasnya.

Sedangkan bila wartawan yang menyebarkan hoaks, sepanjang tidak ada itikad buruk maka dilindungi UU Pers. Penyelesaiannya menggunakan hak jawab atau lewat mediasi Dewan Pers dan seterusnya. "Ada aturan khusus bagi wartawan atau lex specialis,"  kata dia.

Oleh karena itu, netizen sebenarnya rawan terjerat persoalan hukum. Perlu dibuat pedoman baku etika perilaku bagi warganet, yang berisi norma-norma, mana yang harus dilakukan dan dihindari. "Perlu mengadopsi kode etik jurnalistik sehingga aktivitas warganet terarah dan cenderung liar," ungkapnya.

Dosen Audio Visual ISI Yogyakarta WS. Pamungkas mengatakan, selain berita hoax ada foto hoax yang direproduksi untuk tujuan tertentu. Foto hoaks biasanya dengan memberikan caption yang tidak sesuai dengan peristiwa atau waktu peristiwa di mana foto tersebut diambil.

"Dulu pernah ada media koran, menampilkan foto Merapi dengan lava pijar meleleh. Warga panik dan membuat geger pemerintah. Foto itu benar adanya, tapi dipasang dua tahun setelah foto diambil. Itu termasuk hoaks," paparnya.

Mantan Ketua Pewarta Foto Iindonesia (PFI) DIY ini menambahkan, foto hoaks juga karena sengaja dimanipulasi atau direkayasa. "Rekam jejak digital tidak akan hilang, maka sebaiknya kroscek dulu sebelum mengunggah foto atau membagikannya," kata dia.

Panitia Penyelenggara, Ja’faruddin mengungkapkan, acara digelar sebagai respons atas maraknya peredaran berita hoax yang memicu konflik sosial jelang Pemilu 2019. Akibat berita hoax, kepercayaan publik kepada media massa atau lembaga pers menurun.

Padahal, kata dia, lahirnya pers sejak awal adalah untuk melawan kebohongan. "Karena prinsip jurnalistik adalah memberitakan kebenaran sesuai data, fakta dan narasumber yang berkompeten," ujarnya.

Sementara itu, dalam acara yang digelar Katamata Community Jogja ini, diikuti 60 penggiat media sosial dari berbagai komunitas di Yogyakarta. Mereka juga menandatangi dan berikrar melawan berita hoaks.

Baca juga: Sepanjang 2018-Januari 2019 Ada 997 Kabar Hoaks, Setengahnya Tema Politik

Berita terkait
0
Dua Alasan Megawati Belum Umumkan Nama Capres
Sampai Rakernas PDIP berakhir, Megawati Soekarnoputri belum mengumumkan siapa capresnya di Pilpres 2024. Megawati sampaikan dua alasan.