Warga Denpasar Diminta Maknai Nyepi dengan Bijaksana

Warga Denpasar diminta maknai Nyepi dengan bijaksana. “Maknai momentum suci ini dengan bijaksana, jaga kondusifitas wilayah masing-masing,” pinta Jaya Negara.
MELASTI DI PANTAI MELASTI: Umat Hindu membawa benda-benda sakral saat upacara ritual Melasti menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1940 di Pantai Melasti, Ungasan, Badung, Bali, Rabu (14/3). Umat Hindu di Bali menggelar ritual Melasti selama tiga hari secara bergantian yang sebagian besar digelar di pantai, danau dan sungai di seluruh Bali untuk menyucikan alam sehingga Hari Raya Nyepi dapat berjalan hening serta damai. (Foto: Ant/Fikri Yusuf)

Denpasar, (Tagar 15/3/2018) – I Gusti Ngurah Jaya Negara menyebutkan, umat yang merayakan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1940 dan Saraswati berdasarkan pemantauan masyarakat Kota Denpasar sudah sangat tertib dan sangat mampu menjaga toleransi umat beragama.

Sekalipun demikian, Pelaksana Tugas Wali Kota Denpasar itu tetap menyampaikan pesan agar umat Hindu memaknai perayaan Hari Suci Nyepi dengan bijaksana dan menjaga lingkungan.

[caption id="attachment_49014" align="aligncenter" width="712"] MELASTI DI PANTAI MELASTI: Umat Hindu membawa benda-benda sakral saat upacara ritual Melasti menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1940 di Pantai Melasti, Ungasan, Badung, Bali, Rabu (14/3). Umat Hindu di Bali menggelar ritual Melasti selama tiga hari secara bergantian yang sebagian besar digelar di pantai, danau dan sungai di seluruh Bali untuk menyucikan alam sehingga Hari Raya Nyepi dapat berjalan hening serta damai. (Foto: Ant/Fikri Yusuf)[/caption]

"Mari kita maknai momentum suci ini dengan bijaksana dan selalu menjaga kondusifitas di wilayah masing-masing. Sehingga 'Catur Bratha Penyepian' dan Hari Suci Saraswati pada Sabtu (17/3) dapat dilaksanakan dengan baik," kata I Gusti Ngurah Jaya Negara di Denpasar, Bali, Kamis (15/3).

Jaya Negara mengemukakan, ada acuan warga dalam merayakan Hari Suci Nyepi untuk menjaga toleransi, yakni "Catur Bratha Penyepian yaitu Amati Geni (tidak menyalakan api), Amati Karya (tidak bekerja), Amati Lelungan (tidak bepergian), dan Amati Lelanguan (tidak menghibur diri)”.

[caption id="attachment_49016" align="aligncenter" width="712"] MELASTI DI PANTAI MELASTI: Umat Hindu membawa benda-benda sakral saat upacara ritual Melasti menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1940 di Pantai Melasti, Ungasan, Badung, Bali, Rabu (14/3). Umat Hindu di Bali menggelar ritual Melasti selama tiga hari secara bergantian yang sebagian besar digelar di pantai, danau dan sungai di seluruh Bali untuk menyucikan alam sehingga Hari Raya Nyepi dapat berjalan hening serta damai. (Foto: Ant/Fikri Yusuf)[/caption]

"Selama ini masyarakat sudah memaknai perayaan ini dengan bijaksana, bahkan 'Catur Brata Penyepian' yang dilaksanakan adalah wujud untuk memperkuat toleransi kebhinnekaan berbangsa dan bernegara," ujarnya.

Jaya Negara menyebutkan, peringatan Hari Suci Nyepi yang dilaksanakan setiap tahun merupakan momentum yang begitu istimewa. Perayaan ini diawali dengan "Melasti" sebagai bentuk penyucian diri, lalu dilanjutkan dengan "Malam Pengerupukan" yang biasanya dimeriahkan dengan pawai "Ogoh-Ogoh" sebagai sarana "nyomia Buta Kala".

"Mari kita jadikan momentum ini sebagai ajang introspeksi diri untuk meningkatkan 'Sradha Bhakti' atau persembahan kita ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa)," ucapnya.

Terkait stabilitas keamanan dan ketertiban saat Hari Suci Nyepi, diharapkan aparatur desa serta kelurahan termasuk "pecalang" memiliki peran yang sangat penting.

"Kami harapkan petugas keamanan adat di masing-masing desa pakraman berkoordinasi dengan 'bendesa adat' setempat mengawasi pelaksanaan 'Tapa Bratha Penyepian' agar berjalan lancar dan khidmat," kata Jaya Negara. (ant/yps)

Berita terkait
0
Presiden Jokowi Tiba di Abu Dhabi
Presiden Jokowi, dan Ibu Iriana Jokowi tiba di Bandar Udara Internasional Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA) pada hari Jumat, 1 Juli 2022