Jakarta - Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Surya Tjandra mengatakan bahwa dalam proses legalisasi tanah masyarakat adat, pemerintah menghormati bentuk hukum adat yang berlaku di sana sebelum dilegalisasi oleh Kementerian ATR/BPN.
Hal ini disampaikan dalam kunjungan kerja ke Provinsi Bali berkesempatan mengunjungi Desa Padangbulia di Kabupaten Buleleng. Dalam kesempatan ini, ia melakukan dialog dan mendengar aspirasi dari masyarakat adat di Desa Padangbulia.
"Pemerintah wajib mengakui dan melindungi masyarakat hukum adat yang sudah ada dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dari sini kita pun bisa belajar menyusun program pembangunan nasional dengan memahami konteks kedaerahan," ujar Surya Tjandra dalam keterangannya, Selasa, 30 November 2021.
Presiden Jokowi ingin seluruh bidang tanah ini terpetakan dan terdaftar maka dibuat PTSL dengan strategi mendekat merapat dan menyeluruh.
Lebih lanjut ia menambahkan, sesuai dengan arahan Presiden RI, Joko Widodo yang memerintahkan bahwa seluruh bidang tanah harus dipetakan dan didaftarkan. Maka dari itu, Kementerian ATR/BPN mengeluarkan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
"Presiden Jokowi ingin seluruh bidang tanah ini terpetakan dan terdaftar maka dibuat PTSL dengan strategi mendekat, merapat, dan menyeluruh. Maksudnya ialah harus selesai satu desa terlebih dahulu, lalu dapat pindah ke desa sebelah hingga menjadi kabupaten lengkap, provinsi lengkap, sampai dengan Indonesia lengkap," ucapnya.
- Baca Juga: Kementerian ATR/BPN Gelar Pelatihan Penyusunan RDTR Tingkat Menengah 2021
- Baca Juga: Kementerian ATR/BPN Perkuat Sistem Layanan Informasi Publik
Sebagai informasi, masyarakat adat di Desa Padangbulia memiliki permasalahan tersendiri dalam proses sertifikasi tanah mereka. Terdapat perbedaan pandangan antara masyarakat adat yang ingin mendaftarkan tanah secara komunal dan individual.
Sebanyak 900 bidang tanah belum disertifikatkan maka melalui hukum adat yang berlaku, akan dilakukan Paruman atau bisa dikatakan musyawarah untuk mengambil keputusan yang menyangkut masalah prinsip dan strategis adat. Hingga saat ini, sudah dilakukan proses Paruman, tetapi belum menemukan titik temu sehingga dibutuhkan Paruman sekali lagi.
"Buat saya, kehormatan bisa hadir di sini. Terima kasih Bapak-bapak telah melaksanakan Paruman kemarin. Mudah-mudahan tidak terpaksa dan bukan karena kami mau berkunjung, terus sekadar menghibur. Ini pun harus menjadi kebutuhan masyarakat sendiri," ucap Surya Tjandra.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Bali, Ketut Mangku, menuturkan akan menghormati proses Paruman karena kepastian hukum atas kepemilikan tanah itu penting bagi masyarakat adat Desa Padangbulia.
- Baca Juga: Menteri ATR/BPN: Jangan Mudah Percayakan Pengurusan Sertifikat Tanah
- Baca Juga: Kementerian ATR/BPN Dorong Pegawai Milenial Miliki Rumah Layak Huni
Oleh karena itu, program PTSL bertujuan agar semua bidang tanah yang ada di luar kawasan hutan, selain terdaftar jelas kepemilikannya, jelas juga subjek haknya.
"Mudah-mudahan ini tinggal selangkah ketika dilakukan Paruman sekali lagi yang mungkin semua sudah sepakat. Terhadap konteks 900 bidang ini, mana yang kira-kira sudah clear tidak ada persoalan untuk disertifikatkan dan mana bidang tanah yang memerlukan diskusi, memerlukan kesepakatan berbagai pihak itu yang kita tunggu sehingga semua persoalan bisa diselesaikan. Tujuannya ini kan untuk menjamin kepastian hukum itu sendiri. Bukan buat kami, tapi para subjek hak dalam hal ini ialah masyarakat adat," ucapnya. []