Veronica Koman Mendapat Pembelaan dari Komnas HAM

Setelah Amnesty Internasional Indonesia, giliran Komnas HAM memberikan pembelaan kepada Veronica Koman yang harusnya dilindungi melebihi negara.
Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Eksternal Komnas HAM Sandrayati Moniaga. (Foto: Antara/Dyah Dwi)

Jakarta - Wakil Ketua Bidang Eksternal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Sandrayati Moniaga mengatakan Veronica Koman seharusnya diperlakukan sebagai pembela hak asasi manusia dan mendapat perlindungan dari negara. Sandrayati menyebut Veronica Koman sebagai aktivis Papua.

"Kalau kasus Vero dalam konteks ini dilihat sebagai pembela hak asasi manusia. Pembela HAM dalam mekanisme PBB itu harusnya mendapat perlindungan lebih dari negara, negara harus bisa melihat mereka punya peran unik," kata Sandrayati di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat, 7 September 2019, seperti diberitakan Antara.

Sandrayati mengatakan Veronica Koman aktif dalam pemajuan dan perlindungan HAM serta sejak di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sudah menjadi pengacara untuk masyarakat Papua.

Menurut Sandrayati, seharusnya terdapat pendekatan dan perlindungan khusus untuk Veronica Koman dalam konteks pembela HAM. Ia menyesalkan kepolisian masih memperlakukan Veronica Koman seperti warga biasa yang diduga melanggar UU ITE.

Pembela HAM dalam mekanisme PBB itu harusnya mendapat perlindungan lebih dari negara, negara harus bisa melihat mereka punya peran unik.

"Kita tahu UU ITE kan bermasalah ya, ini satu hal yang harus kita kritisi. Itu aspek lain. Saya rasa polisi harus lebih terbuka melihat ini," ujar Sandrayati.

Sandrayati menambahkan, Indonesia yang memperjuangkan menjadi anggota Dewan HAM PBB harus dapat menunjukkan diri sebagai negara hukum yang memperhatikan HAM, termasuk aparat penegak hukumnya.

Senada dengan Komnas HAM, sebelumnya pada Rabu, 4 September 2019, Amnesty International Indonesia menyatakan masalah rasisme di Papua bukan karena Veronica Koman. Tapi karena beberapa anggota TNI mengucapkan kata rasial dan kepolisian menggunakan kekuatan berlebihan di asrama mahasiswa Surabaya.

"Penetapan tersangka terhadap Veronica Koman menunjukkan bahwa pemerintah dan aparat negara tidak paham dalam menyelesaikan akar permasalahan Papua yang sudah lebih dari dua minggu ini menjadi pembicaraan publik," ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid.

Veronica KomanVeronica Koman (kanan). (Foto: Twitter/VeronicaKoman)

Tanggapan Kapolda Jawa Timur

Sementara itu pada Sabtu, 7 September 2019, di Surabaya, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur Jenderal Luki Hermawan meminta semua pihak tidak mengaitkan penetapan Veronica Koman sebagai tersangka kasus dugaan penyebar hoaks Papua dengan pekerjaannya sebagai aktivis hak asasi manusia.

"Jangan dikait-kaitan dengan posisi pekerjaan dia yang lain," ujar Luki Hermawan kepada wartawan di Markas Kepolisian Daerah Jawa Timur.

Terkait pernyataan Amnesty International yang menyatakan penetapan Veronica Koman tidak tepat, Luki menegaskan yang bersangkutan telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan harus mempertanggungjawabkannya.

"Ini proses hukum. Dia melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Jadi, apa pun dia harus bertanggung jawab,” ujar Luki.

Luki juga mengatakan, dengan menyebarkan informasi hoaks di media sosial padahal yang bersangkutan tidak berada di lapangan adalah perbuatan melanggar hukum.

"Veronica Koman melakukan kegiatan dan semua orang yang membuka medsos atau akunnya tahu persis bagaimana aktifnya. Bagaimana memberitakannya tidak sesuai dengan kenyataan. Saya rasa rekan-rekan media tahu dan paham persis dengan apa yang terjadi, yang ditulis ini sangat berbeda," ujar Luki.

Sebelumnya, kuasa hukum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Veronica Koman ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian dan penyebaran berita hoaks, terkait insiden di Asrama Mahasiswa Papua (AMP) di Jalan Kalasan Surabaya, pada 17 Agustus 2019.

Penetapan tersangka tersebut dilakukan Kepolisian Daerah Jawa Timur

Veronica Koman disangkakan Pasal 160 KUHP dan UU ITE tentang penyebaran informasi bermuatan suku, agama, ras, antargolongan (SARA).

Polisi menyebut Veronica Koman terbukti telah melakukan provokasi di media sosial Twitter, yang ditulis dengan menggunakan Bahasa Inggris dan disebar ke dalam negeri maupun luar negeri, padahal dibuat tanpa fakta yang sebenarnya.

Akibat perbuatan yang dilakukan, Veronica dijerat pasal berlapis yakni UU ITE KUHP Pasal 160 KUHP, kemudian UU Nomor 1 Tahun 1946 dan UU Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Suku, Etnis dan Ras. []

Berita terkait
Kapolda Jatim: Veronica Koman Tetap Akan Saya Tangkap
Kapolda Jatim, Irjen Pol Luki Hermawan, tetap akan memburu dan menangkap tersangka Veronica Koman Leo biar pun banyak sorotan dari LSM
Anggota DPR dari Papua Membela Veronica Koman
Anggota DPR daerah pemilihan (dapil) Papua, John Siffy Mirin minta pemerintah mengambil keputusan adil terhadap Veronica Koman.
Veronica Koman Bukan Akar Masalah Rasisme di Papua
Amnesty International Indonesia menyatakan masalah rasisme di Papua bukan karena Veronica Koman melainkan beberapa anggota TNI dan polisi.
0
Banyak Kepala Daerah Mau Jadi Kader Banteng, Siapa Aja?
Namun, lanjut Hasto Kritiyanto, partainya lebih mengutamakan dari independen dibandingkan politikus dari parpol lain.