UU Perlindungan Pernikahan Sesama Jenis dan Antarras di Tingkat Federal di Amerika

UU itu secara otomatis cabut UU Pertahanan Perkawinan 1996 sebut pernikahan sebagai ikatan antara seorang pria dan wanita di bawah hukum federal
Bendera Pelangi yang merepresentasikan kelompok LGBTQ dan Bendera AS tampak berkibar di depan Gereja Metodis Abury United di Prairie Village, Kansas, 19 April 2019. (Foto: voaindonesia.com/AP/Charlie Riedel)

TAGAR.id, Washington DC, AS - Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, menandatangani sebuah undang-undang (UU) yang bersejarah pada Selasa, 13 Desember 2022, yang melindungi pernikahan sesama jenis dan antarras di tingkat federal.

“Amerika mengambil langkah penting menuju kesetaraan, untuk kebebasan dan keadilan – bukan hanya untuk sebagian, tapi untuk semua orang. Untuk menciptakan negara di mana kesopanan, martabat dan cinta diakui, dihormati dan dilindungi,” kata Presiden Biden sebelum menandatangani Undang-undang Penghormatan terhadap Perkawinan.

Undang-undang itu secara otomatis mencabut UU Pertahanan Perkawinan tahun 1996, yang mendefinisikan pernikahan sebagai ikatan antara seorang pria dan wanita di bawah hukum federal.

UU itu juga akan mewajibkan negara-negara bagian untuk mengakui pernikahan sesama jenis dan antarras yang dilakukan di negara bagian lain, meskipun tidak mencegah negara bagian untuk membuat undang-undang yang melarang pernikahan tersebut.

aktivis lgbt jepangIlustrasi: Para aktivis dan pendukung LGBT berpartisipasi dalam Parade LGBT (Pride Parade) di Tokyo, Jepang. (Foto: voaindnesia.com/Reuters)

“Bagi jutaan warga Amerika, dampak UU ini diperlukan dan sangat mendasar,” kata Ketua DPR AS Nancy Pelosi pada upacara penandatanganan di Gedung Putih. “UU itu mengabadikan kesetaraan, memastikan pasangan sesama jenis dan antarras dapat mengakses semua perlindungan hukum dan keuntungan finansial yang diberikan oleh ikatan pernikahan.”

Mahkamah Agung AS mengesahkan pernikahan sesama jenis secara nasional dalam keputusan kasus Obergefell v. Hodges tahun 2015. Akan tetapi, keputusan dalam kasus Dobbs v. Jackson Juni lalu, yang membatalkan hak aborsi di tingkat federal, menimbulkan kekhawatiran tentang perlindungan federal untuk hak-hak lainnya.

Dalam opini persetujuannya dalam kasus Dobbs v. Jackson, Hakim Clarence Thomas menulis bahwa mahkamah harus mempertimbangkan kembali keputusan lain yang didasarkan pada hak atas privasi, seperti jaminan hak untuk menikah atau hak untuk menggunakan alat kontrasepsi, dengan alasan bahwa Konstitusi AS tidak menjamin hak-hak tersebut.

Pendapat Thomas itu menimbulkan kekhawatiran luas bahwa MA selanjutnya akan membatalkan hak pasangan sesama jenis untuk menikah. Sekelompok senator bipartisan lantas menyusun RUU Penghormatan terhadap Perkawinan untuk mengantisipasi kemungkinan tersebut.

Senator Partai Republik Mike Lee mengatakan dalam sesi debat di lantai Senat bahwa undang-undang itu tidak diperlukan.

“Satu baris dari sebuah opini persetujuan tidak layak menjadi dasar pembuatan sebuah undang-undang yang sangat mengancam kebebasan beragama. UU Penghormatan terhadap Perkawinan tidak diperlukan. Negara-negara bagian juga tidak menolak mengakui pernikahan sesama jenis. Dan tidak ada risiko serius siapa pun akan kehilangan pengakuan,” ujarnya.

Legislasi itu disahkan DPR awal bulan ini dengan hasil pemungutan suara 258-169, dengan dukungan besar dari anggota Partai Republik.

Pada jajak pendapat Gallup Mei 2022 lalu, 71 persen warga AS mengatakan mereka mendukung pernikahan sesama jenis. Hanya 27 persen yang mendukung hal serupa ketika jajak pendapat itu pertama kali dilakukan pada tahun 1996. (rd/rs)/voaindonesia.com/VOA. []

Berita terkait
Singapura Akan Hentikan Kriminalisasi Hubungan Sesama Jenis
Namun, hukum negara Singapura tentang pernikahan antara perempuan dan lakik-laki tetap tidak akan diubah