UU Cipta Kerja Sah, GMNI: Presiden Jokowi Disetir Oligarki

Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Imanuel Cahyadi menilai Presiden Jokowi disetir kepentingan oligarki dengan UU Cipta Kerja.
Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Imanuel Cahyadi menilai Presiden Jokowi disetir oligarki karena pengesahan Omnibus Law UU CIpta Kerja. (foto: istimewa).

Jakarta - Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Imanuel Cahyadi menyuarakan penolakannya terhadap keberadaan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan DPR dalam Rapat Paripurna 5 Oktober 2020 lalu. Menurut dia, Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah disetir kepentingan oligarki dengan mengesahkan UU sapu jagat tersebut. 

Dia memandang, pengesahan UU Cipta Kerja justru menunjukkan bahwa pemerintah tidak mampu menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya.

Imanuel melanjutkan, menggantungkan nasib bangsa dengan investasi pada dasarnya dapat dilakukan oleh rezim manapun. Mengingat, kata dia, Indonesia memiliki jumlah penduduk yang tergolong besar, ditopang dengan kekayaan alam melimpah menjadikan investor tergiur untuk menggelontorkan modal di sini.

Baca juga: KASBI, KPA, dan YLBHI Kompak Minta Jokowi Cabut UU Cipta Kerja

Krisis politik, di mana presiden disetir oleh oligarki dan pemangku kepentingan dalam merumuskan Omnibus Law.

"UU Cipta Kerja yang slogannya akan memberi pekerjaan bagi masyarakat justru menunjukkan pemerintah tidak mampu menciptakan lapangan pekerjaan secara mandiri, kreatif dan inovatif. Hal ini sungguh mencederai semangat Pancasila dan UUD 1945 yang tujuannya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia" ujar Imanuel dalam keterangan tertulis yang diterima Tagar, Rabu, 21 Oktober 2020.

Menurutnya, dalam satu tahun masa Kabinet Indonesia Maju ini justru telah menimbulkan krisis multidimensi yang mengancam kedaulatan rakyat Indonesia, karena Presiden Jokowi manut dengan keinginan kaum pemilik modal.

"Krisis politik, di mana presiden disetir oleh oligarki dan pemangku kepentingan dalam merumuskan Omnibus Law," ucapnya.

Krisis ekonomi, kata dia, karena pemerintah tidak lagi berprinsip menjalankan kemandirian ekonomi. Namun, justru bergantung pada utang, impor, dan investor melalui pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja yang sangat kontroversi itu.

Indonesia dapat disebut krisis hukum, lanjutnya, lantaran di saat terjadi kemarakan kasus ketimpangan hukum, pemerintah justru merusak tatanan hukum negeri ini demi memaksakan terbitnya Omnibus Law.

"Krisis kemanusiaan, di tengah kondisi masyarakat yang sedang terpuruk karena Covid-19, pemerintah dan DPR justru bersekongkol mengesahkan Omnibus Law", katanya.

Baca juga: DPP GMNI Nilai Cipta Kerja Soal UMKM Berdampak Positif

Oleh karena itu, Imanuel merasa perlu bersepakat dengan KASBI, KPA, dan YLBHI untuk menyampaikan tuntutan pada Presiden Jokowi agar segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk mencabut Omnibus Law UU Cipta Kerja.

"Kami akan mendesak Presiden Jokowi untuk menerbitkan Perppu dan mencabut UU Omnibus Law yang baru disahkan. Kami berharap adanya political will dari pemerintah untuk kembali meletakkan pondasi kedaulatan di tangan rakyat dengan mencabut UU Omnibus Law Cipta Kerja ini", ujarnya.

Sementara, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau YLBHI, Asfinawati pun mendesak Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Perppu cabut UU Cipta Kerja. Langkah konstitusi dengan melakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) ia nilai tak tepat.

"Saya pesimis dengan langkah pengajuan Judicial Review. Dan andai nanti putusan MK mengabulkan gugatan terhadap UU Omnibus Cipta Kerja, saya pesimis pemerintah akan melaksanakan hasil putusan MK tersebut. Lagipula, buat apa kita menempuh jalur konstitusional untuk menolak produk UU yang dibuat secara inkonstitusional. Untuk itu yang perlu kita dorong saat ini adalah Presiden menerbitkan Perppu untuk mencabut UU Omnibus Cipta Kerja ini", ucap Asfin.

Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan, aspirasi publik terkait Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja masih terbuka untuk diakomodasi melalui 35 Peraturan Pemerintah (PP) dan lima (5) Peraturan Presiden (Perpres).

"Masih terbuka (untuk diakomodasi). Setidaknya akan ada 35 Peraturan Pemerintah dan lima Peraturan Presiden yang disiapkan sebagai tindak lanjut dari UU Cipta Kerja," ujar Moeldoko dalam siaran pers kepada wartawan di Jakarta, dikutip Tagar, Minggu, 18 Oktober 2020. []

Berita terkait
Suasana Demo Tolak UU Cipta Kerja di UGM Yogyakarta
ARB kembali ke jalan di Bundaran UGM Yogyakarta bertepatan enam tahun pemerintahan Jokowi - Maruf Amin. Begini suasana di lokasi aksi.
BEM SI Tolak UU Cipta Kerja, Polisi Siagakan 6000 Personel
Direktorat Lalulintas Polda Metro Jaya menutup sebagian jalan di kawasan Istana Merdeka karena ada demo UU Cipta Kerja Polisi siapkan 6000 personel
Menperin: Omnibus Law Cipta Kerja Dorong Reindustrialisasi
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasita menyebutkan, Omnibus Law Cipta Kerja bisa mendorong reindustrialisasi di Indonesi.