Utang Pemerintahan Jokowi Membludak, PKS: Negara Akan Kolaps

Sukamta mengatakan, saat ini keadaan pemerintah sedang dalam kondisi sekarat. Menurutnya, di era Presiden Jokowi, utang negara Semakin membludak.
Anggota Komisi I DPR RI Sukamta (Foto : Tagar/Ridwan Anshori)

Jakarta - Anggota Komisi I DPR Sukamta mengatakan, saat ini keadaan pemerintah sedang dalam kondisi sekarat. Pasalnya, lebih dari setengah sumber pendanaan APBN berasal dari utang.

Pernyataan ini disampaikan menanggapi jumlah utang pemerintah yang semakin melambung di tengah pandemi Covid-19. Dia berpendapat, negara akan kolaps jika persoalan itu tidak dikelola dengan baik.

Bisa jadi akan ada yang menyebut Presiden Jokowi sebagai Presiden Utang Indonesia, hal ini merujuk pada jumlah utang yang dibuat selama dirinya memimpin enam tahun

"Kondisi tersebut semakin berat mengingat hingga Juni 2020 penerimaan negara baru mencapai Rp 811,2 triliun. Sementara, dari target pendapatan negara setelah direvisi akibat pandemi Covid-19, sebesar Rp 1.760,9 triliun. Padahal pada sisi lain, perkiraan belanja negara membengkak mencapai Rp2.233,2 triliun," kata Sukamta melalui siaran pers yang diterima Tagar, Senin, 21 September 2020.

"Gali lubang tutup lubang seakan jadi satu-satunya cara yang bisa dilakukan pemerintah untuk menyambung nyawa APBN. Dari tahun ke tahun pemerintah terus menambah utang dengan alokasi utang dipergunakan untuk membiayai belanja negara dan sebagian lagi untuk membayar utang beserta bunganya," ucapnya menambahkan.

Menurut Sukamta, jika utang negara terus menumpuk, jangan disalahkan jika ada pihak-pihak yang memberikan julukan baru kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

"Bisa jadi akan ada yang menyebut Presiden Jokowi sebagai Presiden Utang Indonesia, hal ini merujuk pada jumlah utang yang dibuat selama dirinya memimpin enam tahun," ucap dia.

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR ini menerangkan, sejak dilantik pada bulan Oktober tahun 2014 hingga Juli 2020, Presiden Jokowi tercatat menambah utang pemerintah sebesar Rp 2.833,14 triliun.

"Sehingga jumlah utang hingga akhir Juli 2020 tercatat Rp 5.434,86 triliun. Jumlah ini meningkat drastis melampaui utang-utang periode presiden sebelumnya dari masa Soeharto hingga SBY yang totalnya hanya Rp 2.601,72 triliun. Yang jadi persoalan, penambahan jumlah utang yang sangat besar ini hanya berdampak minimalis terhadap pertumbuhan ekonomi yang stagnan di kisaran rata-rata 5 persen setiap tahunnya," katanya.

Selanjutnya, anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR ini akhirnya merinci pergerakan utang pemerintah sejak Presiden Jokowi memimpin.

Jika dihitung satu tahun penuh, kata Sukamta, pada akhir tahun 2015 ada penambahan utang sebesar Rp. 557 triliun, dibanding akhir tahun 2014. Kemudian selama tahun 2016 bertambah sebanyak Rp. 301 triliun.

Dia menjelaskan, tahun 2017 jumlah utang itu juga bertambah Rp. 472 triliun. Di tahun 2018 bertambah Rp. 480 triliun, dan hingga akhir tahun 2019 bertambah 152 triliun.

"Jika diperbandingkan antara akhir Juni 2020 dengan akhir Juni 2019 (yoy), tercatat ada penambahan hutang 694 triliun. Kondisi ini telah meningkatkan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) meningkat, dari tahun 2014 sebesar 24,7 persen saat ini mencapai 34,5 persen. Ini tentu angka-angka yang patut diwaspadai meski masih di bawah batas maksimum rasio utang terhadap PDB sebesar 60 persen yang diatur di Undang-undang Keuangan Negara," ucapnya.

Sukamta menuturkan, utang terbesar pemerintahan Jokowi, karena adanya kebutuhan belanja yang besar terutama pada sektor infrastruktur pada tahun 2019. Dia mengatakan, jumlah utang itu sebanyak Rp 415 triliun.

"Proyek infrastruktur masa Presiden Jokowi sebagian besar dibiayai dari utang. Yang jadi persoalan, utang untuk pembangunan infrastruktur ini tidak mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi akibat tidak tumbuhnya investasi di sektor produktif. Padahal pemerintah berharap dengan membangun infrastruktur ekonomi akan tumbuh signifikan," ucapnya.

Lantas, Doktor lulusan Inggris ini memberikan peringatan keras kepada pemerintah. Dia mengatakan, negara akan bangkrut terlilit utang jika terus menerus menambah utang, namun gagal mencari sumber pendapatan baru di luar utang.

Kendati demikian, dia menyarankan agar pemerintah lebih kreatif lagi untuk mencari sumber-sumber yang mampu menutupi utang negara.

"Resesi ekonomi akibat Covid-19 akan menekan pendapatan negara dari pajak, maka pemerintah harus kreatif mencari sumber-sumber lain dan di sisi lain mengencangkan ikat pinggang untuk pengeluaran yang sangat perlu dengan memangkas lagi APBN," kata Sukamta.[]

Berita terkait
Sukamta Anggap Kartu Prakerja Skandal Memalukan
Anggota DPR sekaligus Politikus PKS Sukamta menganggap program Kartu Prakerja sebagai skandal memalukan, yang menurutnya tak perlu dilanjutkan.
Menunggak Utang, Bambang Trihatmodjo Tidak Punya Iktikad Baik
Analis kebijakan publik Trubus Rahardiansyah menilai Bambang Trihatmodjo tidak memiliki iktikad baik untuk mengembalikan uang negara soal piutang.
Fachrul Razi Positif Corona, Istana Pastikan Jokowi Negatif
Fachrul Razi dinyatakan terkonfirmasi positif virus Corona (Covid-19). Dengan keadaan Menag tersebut, Istana memastikan Presiden Jokowi negatif.