Update Terbaru, Penjual Minol Bisa Terancam 10 Tahun Penjara

Badan Legislasi DPR tengah membahas RUU Minol, terbaru, Baleg telah menetapkan 10 tahun penjara bagi penjual Minol.
Ilustrasi Minol. (Tagar/Pixabay)

Jakarta - RUU Larangan Minuman Beralkohol bisa menjerat penjual dan konsumen. Kini RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol), sedang dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Dalam RUU tersebut, tertulis bahwa penjual bisa dipidana hingga 10 tahun dan yang mengkonsumsi bisa dipenjara hingga 2 tahun.

RUU Larangan Minuman Beralkohol terdiri dari tujuh bab dan 24 pasal. Antara lain berisi definisi minuman beralkohol, pengawasan, tata laksana pelarangan, hingga sanksi pidana bagi pihak yang melanggar.

Andaikan RUU ini disahkan menjadi UU, maka setiap orang yang memproduksi , menjual (penjual), menyimpan, maupun mengonsumsi alkohol bisa terancam pidana.

Dengan kata lain, perdagangan miras tak lagi bisa dilakukan sembarangan jika RUU tersebut diloloskan parlemen.

"Setiap orang dilarang memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual Minuman Beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, Minuman Beralkohol tradisional, dan Minuman Beralkohol campuran atau racikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia," bunyi Pasal 6 draf RUU tersebut.

Ancaman pidana dan denda pedagang miras tersebut diatur dalam Pasal 19. Hukumannya adalah pidana penjara paling lama 10 tahun.

"Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit (2) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)," bunyi Pasal 19.

Untuk klasifikasi jenis minuman keras atau miras yang dilarang di RUU tersebut terbagi dalam tiga kelas yakni golongan A, golongan B, dan golongan C. Minuman keras golongan A adalah adalah minol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 1 sampai 5 persen.

Golongan B adalah adalah minol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 5 persen sampai dengan 20 persen. Sementara golongan C adalah minol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 20 persen sampai dengan 55 persen.

Selain minuman beralkohol dari 3 jenis klasifikasi tersebut, RUU Larangan Minuman Beralkohol tersebut juga melarang peredaran minuman beralkohol dari miras tradisional dan miras campuran atau racikan.

Larangan minuman keras masih dikecualikan untuk waktu-waktu tertentu seperti untuk kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh perundang-undangan, aturan ini tertuang dalam pasal 8.

Banyak yang mengritik RUU ini, tetapi ternyata RUU ini sudah ada dari periode DPR 2014-2019. Pada periode ini, baru diusulkan kembali dan baru pada tahap penjelasan di Baleg DPR.

Untuk itu Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad meminta sikap masyarakat tidak perlu berlebihan dalam melihat Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol. Menurut Dasco, RUU tersebut sudah ada dari periode DPR 2014-2019 dan baru pada tahap pembahasan.

Pada periode saat ini, kata Dasco, diusulkan kembali dan baru tahapan penjelasan pengusul di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Menurutnya pembahasan RUU ini akan dilakukan secara terbuka.

"Nanti dari Baleg akan mengkaji, lalu kemudian akan memberikan ke pimpinan untuk kemudian apakah akan dibahas lebih lanjut atau tidak?" ujar Dasco di komplek Parlemen, Jakarta, Jumat, 13 November 2020. []

Baca juga:

Berita terkait
RUU Minuman Beralkohol, Polri: Sebabkan 223 Kasus Kejahatan
Sejak tahun 2018 hingga tahun 2020, kepolisian mencatat adanya 223 kasus terkait minuman keras (Miras) atau minuman beralkohol (Minol).
YLBHI Sebut DPR Hanya Perlu Mengatur Sasaran Minuman Alkohol
YLBHI menilai DPR tak perlu membuat Rancangan Undang-undang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol).