Tudingan G30S/PKI dalam Aksi #GejayanMemanggil Jilid 2

Aksi #GejayanMemanggil Jilid 2 dituding bermomentum G30S/PKI, namun hal tersebut tidak ada kausalitasnya. Bahkan ada tuduhan FPI dan HTI ikut aksi.
Ribuan massa aksi dalam #GejayanMemanggil jilid II di pertigaaan Gejayan Yogyakarta, Senin 30 September 2019. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori).

Yogyakarta - Enam mobil bak terbuka yang menjadi panggung orasi massa aksi dalam demonstrasi bertajuk #GejayanMemanggil Jilid 2 di Yogyakarya berjalan melambat. Sangat sederhana, kendaraan roda empat itu hanya memuat sound system serta beragam poster kritikan. Momentum memanfaatkan G30S/PKI pun dipandang hanya tudingan belaka. 

Mobil itu berjalan beriringan dasri Bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Namun ada juga yang berangkat dari Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga. Lalu enam mobil itu berhenti di pertigaaan Gejayan.

Di sana, mobil bak terbuka dijadikan panggung orasi massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak. Mereka kembali menggetarkan Kota Pelajar dalam demonstrasi bertajuk #GejayanMemanggil Jilid 2, pada Senin, 30 September 2019.

Mari terus bergerak. Kosongkan kelas. Kosongkan kantor. Kosongkan rumah. Lepaskan kesibukan.

Dari segi jumlah peserta aksi #GejayanMemanggil Jilid 2 ini terlihat lebih sedikit ketimbang gelombang aksi pertama pada Senin, 23 September 2019 lalu. 

Dalam catatan kepolisian, massa aksi di Gejayan yang pertama diestimasi sebanyak 8.000 massa. Sedangkan yang kedua, jumlahnya dipandang hanya sekitar setengahnya saja.

Bergerak dengan Hati Nurani

Gejayan 2 YogyakartaRibuan massa aksi dalam #GejayanMemanggil jilid II di pertigaaan Gejayan Yogyakarta, Senin 30 September 2019. (Foto : Tagar/Ridwan Anshori)

"Mari terus bergerak. Kosongkan kelas. Kosongkan kantor. Kosongkan rumah. Lepaskan kesibukan," seperti itulah seruan aksi #GejayanMemanggil pada 30 September 2019 melalui medium poster yang bertebaran di media sosial.

Poster tersebut juga mengajak pelbagai elemen masyarakat untuk terus bergerak sampai tuntutan massa dipenuhi. "Perjuangan kita belum selesai karena di Indonesia, represi, dan kriminalisasi terhadap gerakan rakyat terus terjadi. Kebebasan berekspresi dan berpendapat terus dibatasi."

Humas Aksi #GejayanMemanggil Jilid 2 Nailendra tidak dapat memungkiri, peserta massa aksi hari ini mengempis karena gelombang unjuk rasa di Yogyakarta terpecah di dua lokasi. 

Tudingan yang menyudutkan aliansi sudah cukup banyak. Namun bisa dilihat dalam dua kali aksi tidak pernah terbukti tudingan itu.

Selain di pertigaan Gejayan, massa mahasiswa juga berunjuk rasa di DPRD DIY di Kawasan Jalan Malioboro Yogyakarta.

Nailendra tidak habis pikir, karena aksi massa di Gejayan yang sudah berlangsung kedua kalinya ini dituding ditunggani pihak tertentu bahkan memanfaatkan momentum G30S/PKI. 

Tudingan tersebut menurutnya masif, namun amat disayangkan tidak berlandaskan bukti dan realitas.

"Tudingan yang menyudutkan aliansi sudah cukup banyak. Namun bisa dilihat dalam dua kali aksi tidak pernah terbukti tudingan itu," kata dia di lokasi aksi, Senin, 30 September 2019.

Tudungan itu beragam dan datangnya bertubi-tubi. Tetapi Nailendra mengaku tidak tahu menahu dari mana asal muasal tudungan itu datang. 

Tudingan itu tak ayal dia pandang layaknya surat kaleng, ada materi tuduhan tetapi tidak dapat menyebutkan dan mengungkap aktor intelektual di balik aksi demonstrasi.

Nailendra mengklaim, aksi #GejayanMemanggil jilid 1 dan 2 murni merupakan gerakan rakyat yang tidak berafiliasi dengan pihak tertentu. Justru melibatkan rakyat yang memiliki hati nurani tergerak dengan kondisi sosial yang kian mencemaskan.

Dia berani menjamin, tidak ada kelompok berkepentingan yang menuggangi aksi di Gejayan. Tidak ada kelompok seperti Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan lainnya yang disebut-sebut warganet turut memperkeruh situasi.

"Aksi ini tidak ada FPI, HTI, JAD atau pun Anarko. Ini aksi murni kami. Bahkan aksi hari ini dicap sebagai aksi komunis," kata Nailendra seraya menggeleng-gelengkankan kepala.

Dia menilai, sejumlah pihak secara terang-terangan sengaja mengaitkan aksi ini dengan aksi kelam karena kebetulan bertepatan dengan peristiwa Gerakan 30 September atau G30S/PKI. Maka gerakan ini ada yang memplesetkan menjadi Gejayan 30 September.

Terlepas dari segala tudingan, aksi #GejayanMemanggil jilid 2 ini mengusung isu-isu faktual di dalam negeri. Isu yang diusung lebih lengkap dibanding jilid 1 kemarin.

Gelombang aksi ini murni dari datang dari mahasiswa yang didukung pula oleh pelajar, buruh, dan elemen lain di masyarakat yang merasakan dan mengkritik kebijakan pemerintah yang dirasa tidak tepat karena tidak pro rakyat. 

"Aksi ini murni karena resah dengan kondisi bangsa," kata Nailendra.

Dia menegaskan, aksi massa akan terus berlanjut di hari-hari berikutnya. Aliansi Rakyat Bergerak akan terus bergerak menyuarakan beragam tuntutan atas kondisi bangsa ini hingga tuntutannya dikabulkan.

Massa aksi menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk sesegera mungkin menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), penanganan kebakaran hutan dan lahan, serta kebijakan RUU kontroversi yang dalam pembahasannya mengabaikan rakyat.

Nailendra mengatakan, saat ini aliansi sedang melakukan kajian bersama akademisi untuk kemungkinan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Artinya, kata dia, Aliansi Rakyat Bergerak tidak sekadar berdemontrasi turun ke jalan saja, namun juga melakukan kajian untuk memberi masukan agar kebijakan-kebijak yang dikeluarkan anggota dewan dan pemerintah berpihak kepada rakyat. 

Mahasiswa Menampik Aksi Ditunggangi

Gejayan LanjutanRibuan massa aksi dalam #GejayanMemanggil jilid II di pertigaaan Gejayan Yogyakarta, Senin 30 September 2019. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori).

Reza, salah satu peserta aksi #GejayanMemanggil Jilid 2 mengatakan dalam aksi tersebut dia mengecam tindakan represif kepolisian terhadap para pengunjuk rasa. 

Padahal, secara jelas hak untuk bersuara secara terang benderang dijamin dalam perundang-undangan. Namun, masih saja ada upaya untuk membungkam kritik.

Kalau negara dan DPR becus mengurus bangsa ini, kami tidak mungkin turun ke jalan.

"Kami mengecam keras bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan terhadap kawan-kawan yang berdemonstrasi," kata dia.

Menurut Reza, apa yang dilakukan pedemonstran merupakan respons kejengkelan masyarakat terhadap pemerintah dan anggota dewan yang kacau balau. Maka itu masyarakat, khususnya mahasiswa harus turun ke jalan. 

"Kalau negara dan DPR becus mengurus bangsa ini, kami tidak mungkin turun ke jalan," ucapnya.

Dalam aksi tersebut, massa juga menyoroti pemerintah yang lamban dalam menangani permasalahan di Papua, juga kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di sejumlah daerah di Indonesia.

"Tidak heran dalam aksi ini, warga Kalimantan dan Sumatera yang ada di Yogyakarta ikut bergabung. Keluarga mereka terdampak langsung kabut asap," kata Reza dengan nada geram. []

Berita terkait
Viral, Jasa Skripsi di Kerumunan Demo Gejayan
Kota-kota lain pada bentrok, Jogja aman terkendali, seseorang mengomentari poster jasa skripsi yang menempel di punggung mahasiswi di Gejayan.
Amarah Mahasiswa di Gejayan kepada DPR
Ribuan masyarakat dan mahasiswa yang kecewa dengan Pemerintah dan DPR, membanjiri jalanan dalam aksi Gejayan Memanggil di Yogyakarta.
Moses Gatutkaca dan Peristiwa Gejayan Berdarah 1998
Nama Gejayan di Yogyakarta memang tidak bisa dilepaskan dari kisah tewasnya mahasiswa Fakultas MIPA Universitas Sanata Dharma, Moses Gatutkaca.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.