Tuan MH Manullang dari Tanah Batak Pantas Jadi Pahlawan Nasional

Mangaradja Hezekiel Manullang sangat pantas menjadi pahlawan nasional, karena sejak usia muda sudah menulis gagasan nasionalisme.
Buku Tuan Manullang. (Foto: Tagar/tangkapan layar)

Medan - Mangaradja Hezekiel Manullang atau lebih dikenal sebagai Tuan HM Manullang, sangat pantas menjadi pahlawan nasional.

Sejak usia muda sudah menulis gagasan nasionalisme dan menentang ekspansi agraria ke Tanah Batak. Dalam usia 19 tahun, Tuan Manullang menerbitkan surat kabar Soeara Batak yang terbit di Tarutung (dicetak di Padang) tahun 1919.

Ini menjadi kesimpulan dari sejumlah sejarawan dalam webinar bertajuk Perlawanan MH Manullang Menentang Ekspansi Agraria Belanda ke Tanah Batak, yang diadakan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Negeri Medan (Unimed) pada Sabtu, 27 Februari 2021.

Setelah dibuka Ketua LPPM Unimed Prof Dr Baharuddin ST MPd, para pembicara adalah Prof Dr Hermawan Sulistyo dari LIPI Jakarta, ahli sejarah pers dari Universitas Andalas Dr Wannofri Samry M Hum, dosen Fisipol Universitas HKBP Nommensen Medan Dr Dimpos Manalu, dosen Fakultas Hukum USU Medan Dr Edy Ikhsan SH MA, dan dimoderasi sejarawan Unimed, Dr Phil Ichwan Azhari MS.

Ichwan Azhari dalam pengantarnya mengatakan, perjuangan Tuan Manullang banyak diinspirasi oleh surat kabar Sarekat Dagang Islam (SDI) di Medan tahun 1916, yang sudah berani menerbitkan koran dengan nama Merdeka.

Menurut dia, koran SDI itulah yang pertama kali berani menyebut kata-kata merdeka.

“Koran-koran yang diterbitkan Tuan Manullang, menjadi inspirasi banyak gerakan di Tanah Batak. Terutama Soeara Batak, yang sekalipun diterbitkan di Tarutung dan dicetak di Sumatera Barat, sudah merupakan karya luar biasa seorang pemuda yang baru berumur 19 tahun,” ungkap Ichwan Azhari.

Disebutnya, Tuan Manullang dipenjarakan oleh Belanda di Cipinang, Jakarta, karena dituduh menghasut orang-orang Batak agar menolak ekspansi agraria ke Tanah Batak. 

"Harus diakui, perjuangan Tuan Manullang itulah yang membuahkan hasil, di Tanah Batak tidak ada perkebunan Belanda (onderneming). Oleh karena itu, Tuan Manullang sangat pantas menjadi pahlawan nasional,” jelas Azhari.

Prof Dr Hermawan Sulistyo menegaskan, satu fakta saja sudah membuktikan bahwa Tuan Manullang pantas menjadi pahlawan nasional.

“Yakni, dalam usia 19 tahun sudah mampu menerbitkan surat kabar Soeara Batak yang sudah berbicara tentang gagasan nasionalisme,” kata Hermawan Sulistyo.

Menurut Hermawan, untuk zaman sekitar 100 tahun lalu, satu-satunya faktor produksi adalah tanah.

Manakala tanah dirampas, maka artinya adalah merampas faktor produksi dari rakyat. Sampai sekarang pun, tanah adalah faktor produksi yang sangat penting.

 Jadi sebetulnya dia adalah Sisingamangaraja yang lain

“Tetapi, gagasan nasionalisme Tuan Manullang jauh lebih penting dari perampasan tanah,” papar Hermawan Sulistyo.

Kalau dipahami bibit-bibit nasionalisme sebagaimana konsep Prof Benedict Anderson, bukan hanya di Indonesia tetapi di seluruh dunia, penyebaran bibit nasionalisme selalu lahir melalui media yang sangat provokatif pada masanya.

Dan itu sudah cukup kuat untuk menobatkan Tuan Manullang sebagai pahlawan nasional. Dia bukan pejuang sektarian, tetapi pejuang nasionalisme.

“Bagi saya, hanya orang bodoh yang tidak mengakui Tuan Manullang sebagai pahlawan nasional,” tandas Hermawan.

Edy Ikhsan mengungkapkan, akibat perkebunan (onderdeming), tanah rakyat di Tanah Deli (Sumatera Timur) sudah habis diambil Belanda menjadi perkebunan, bahkan sudah sampai ke Simalungun.

Sedangkan Tapanuli (tanah Batak), berkat perjuangan Tuan MH Manullang, tidak sempat menjadi area perkebunan yang merampas tanah rakyat dan menyengsarakan penduduk. 

Dimpos Manalu mengatakan, setelah Sisingamangaraja XII maka tokoh dari Tapanuli yang paling diandalkan dan paling dikenal adalah Tuan Manullang.

"Tuan Manullang istimewa, karena saya pikir di masa itu semua orang Tapanuli terbuai dengan atau terbuka terhadap penjajahan Belanda. Kita menerima Silindung atau Toba di bagian Utara itu tanpa perlawanan berarti. Kalau bukan karena Sisingamangaraja maka kita tidak pernah mengenal ada perlawanan di Tanah Batak. Sama halnya, kita akan menjadi daerah perkebunan seperti di Sumatra Timur, jika tidak ada perlawanan Tuan Manullang. Jadi sebetulnya dia adalah Sisingamangaraja yang lain," ungkapnya.

Menurut Dimpos, pelajaran dari Tuan Manullang bahwa Tapanuli berhasil mempertahankan tanah Batak dari penguasaan perkebunan. Namun kini, tanah yang diperjuangkan Tuan Manullang justru dikuasai satu perusahaan.

"Anda tahu perusahaan paper pulp di Porsea itu menguasai 160 ribu hektare tanah. Bayangkan satu perusahaan menguasai 160 ribu hektare. Nah, oleh karena itu saya pikir, Tuan Manullang harus kita jadikan pahlawan nasional. Tetapi yang paling penting buat kita yang tinggal di Tapanuli dan masyarakat Indonesia, bahwa kita tidak bisa membiarkan satu perusahaan yang menguasai 160 ribu hektare itu tetap ada di sini kalau kita cinta Tuan Manullang," pungkasnya.[] 

Berita terkait
Hamid Azwar, Putra Aceh Diusul Jadi Pahlawan Nasional
Teuku Abdul Hamid Azwar merupakan salah satu tokoh Aceh yang banyak berjasa sejak masa perjuangan melawan penjajahan, awal-awal pendirian republik.
Mantan Rektor Unhas Digelar Pahlawan Nasional
Mantan rektor Universitas Hasanuddin periode 1960-1965 Arnold Mononutu diberi gelar pahlawan nasional
Gubernur Sumut Pertama Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional
Bertepatan dengan hari Pahlawan Nasional 10 November 2020, Sutan Muhammad Amin Nasution (SM Amin) dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.