Transparency International Sebut Sebagian Besar Negara di Dunia Gagal Perangi Korupsi

Sembilan puluh lima persen negara hanya membuat sedikit atau bahkan tidak ada kemajuan memerangi korupsi sejak tahun 2017
Siswa sekolah di India saat melakukan protes melawan korupsi di Hyderabad, India. (Foto: voaindonesia.com/AP)

TAGAR.id, Jakarta - Sebagian besar dunia terus gagal memerangi korupsi. Sembilan puluh lima persen negara hanya membuat sedikit atau bahkan tidak ada kemajuan memerangi korupsi sejak tahun 2017. Hal ini berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh sebuah organisasi antikorupsi, 31 Januari 2023.

Indeks Persepsi Korupsi 2022 Transparency International, yang mengukur persepsi korupsi sektor publik menurut para ahli dan pebisnis, juga menemukan bahwa pemerintah yang terhambat oleh korupsi tidak memiliki kapasitas untuk melindungi rakyat, sementara ketidakpuasan publik cenderung berubah menjadi kekerasan.

“Korupsi telah membuat dunia kita menjadi tempat yang lebih berbahaya. Sementara pemerintah secara kolektif gagal membuat kemajuan dalam melawannya, korupsi memicu peningkatan kekerasan dan konflik saat ini -- dan membahayakan orang di mana-mana,” kata Delia Ferreira Rubio, Ketua Transparency International.

“Satu-satunya jalan keluar adalah negara berusaha keras memberantas korupsi di semua tingkatan untuk memastikan pemerintah bekerja bagi semua orang, bukan hanya segelintir elite,'' tambahnya.

protes aksi korupsi di irakPendukung ulama Syiah Irak Moqtada al-Sadr memprotes aksi korupsi di dalam gedung parlemen di Baghdad, Irak 27 Juli 2022. (Foto: voaindonesia.com/REUTERS/Thaier Al-Sudani)

Laporan tersebut memeringkat negara-negara dalam skala dari “sangat korup'' (0) hingga “sangat bersih'' (100). Denmark dipandang sebagai yang paling tidak korup tahun ini dengan 90 poin, sementara Finlandia serta Selandia Baru menyainginya dengan 87 poin. Institusi-institusi demokrasi yang kuat dan penghormatan terhadap HAM juga menjadikan negara-negara ini sebagai negara yang paling damai di dunia, kata laporan itu.

Namun, laporan tersebut juga menunjukkan bahwa sementara Eropa Barat tetap menjadi wilayah dengan skor tertinggi, beberapa negaranya menunjukkan tanda-tanda penurunan yang mengkhawatirkan.

Inggris turun lima poin menjadi 73 -- skor terendah yang pernah dibukukannya. Laporan itu mengatakan sejumlah skandal mulai dari pengeluaran publik hingga lobi, serta terungkapnya pelanggaran yang dilakukan menteri, menyoroti kekurangan yang menyedihkan dalam sistem integritas politik negara itu. Kepercayaan publik terhadap politik juga sangat rendah, kata hasil studi itu.

Negara-negara seperti Swiss, dengan 82 poin, dan Belanda, dengan 80 poin, menunjukkan tanda-tanda penurunan di tengah kekhawatiran akan lemahnya integritas dan peraturan terkait lobi -- meskipun skor mereka tetap tinggi dibandingkan dengan negara lain di dunia.

Di Eropa Timur, korupsi dipandang masih merajalela karena banyak negara mencapai titik terendah dalam sejarah.

Rusia khususnya disorot sebagai contoh mencolok dari dampak korupsi terhadap perdamaian dan stabilitas.

Invasi negara itu ke Ukraina hampir setahun yang lalu adalah pengingat yang gamblang akan ancaman korupsi dan tidak adanya akuntabilitas pemerintah terhadap perdamaian dan keamanan global, kata laporan itu. Ia menambahkan bahwa para kleptokrat di Rusia, yang meraih 28 poin, telah mengumpulkan kekayaan besar dengan berjanji setia kepada Presiden Vladimir Putin dengan imbalan kontrak pemerintah yang menguntungkan dan perlindungan kepentingan ekonomi mereka.

kantor anti korupsi thailand
Kantor Komisi Anti-Korupsi Nasional Thailand memamerkan uang kertas Thailand yang ditemukan di kantor direktur jenderal Departemen Taman Nasional, Margasatwa, dan Konservasi Tumbuhan Thailand, di Bangkok. (Foto: AFP)

Indeks tersebut menilai 180 negara dan wilayah. Somalia berada di posisi terbawah dengan 12 poin; Sudan Selatan sebanding dengan Suriah di posisi kedua dari terakhir dengan 13 poin.

Hanya delapan negara yang meningkat tahun lalu, di antaranya Irlandia dengan 77 poin, Korea Selatan dengan 63, Armenia dengan 46, dan Angola dengan 33.

Laporan tersebut juga menunjukkan bagaimana setelah puluhan tahun konflik, Sudan Selatan berada dalam krisis kemanusiaan besar dengan lebih dari separuh populasi menghadapi kerawanan pangan akut dan korupsi memperburuk situasi.

Terkait Yaman, di mana pengaduan korupsi membantu memicu perang saudara delapan tahun lalu, laporan tersebut mengatakan bahwa negara tersebut telah runtuh, meninggalkan dua pertiga populasinya tanpa makanan yang cukup. Negara yang menurut laporan itu mengalami salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia meraih 16 poin.

Disusun sejak tahun 1995, indeks ini dihitung menggunakan 13 sumber data berbeda yang memberikan persepsi tentang korupsi sektor publik dari para pebisnis dan pakar negara. Sumber-sumber termasuk Bank Dunia, Forum Ekonomi Dunia, perusahaan-perusahaan swasta penilai risiko dan perusahaan-perusahaan konsultan. (ab/uh)/Associated Press/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Skandal Korupsi Guncang Badan Legislatif Uni Eropa
Jaksa Belgia, yang menyelidiki kasus dugaan memperjualbelikan pengaruh di Parlemen Eropa, dakwa empat orang akhir pekan lalu dengan pasal korupsi