Tragis, Maria Alami Keguguran Saat Kerusuhan di Wamena

Kerusuhan di Wamena, Papua menyisakan kisah memilukan bagi pasangan suami istri Maria Kristiani dan Aji Santoso. Bakal bayi pasutri ini gugur.
Maria (baju hitam) bersama Adi Santoso di Makassar, Sulawesi Selatan. (foto: Tagar/Aan Febriansyah).

Makassar - Kerusuhan di Wamena, Papua pada 23 September 2019 lalu menyisakan kisah memilukan bagi pasangan suami istri Maria Kristiani dan Aji Santoso. Dalam peristiwa tersebut Maria mengalami musibah keguguran janin yang telah ia kandung selama lima bulan. 

“Ini hamil anak kedua,” ucap wanita berusia 20 tahun itu dengan raut wajah pilu.

Padahal, menurut prakiraan dokter, kurang lebih empat bulan lagi buah cinta antara Maria dengan sang suami akan lahir di dunia. Namun mimpi indah untuk menimang buah hati keduanya pupus. Maria sempat mengalami pendarahan hebat saat berusaha keluar dari kekisruhan di Wamena. 

Terjadi pembakaran dihampir semua tempat milik warga pendatang, termasuk beberapa rumah.

Masih lekat dalam ingatannya, saat kondisi aman dan damai, dalam sekejap saja situasi Wamena berubah drastis menjadi sangat mencekam. Terlebih, kediaman suaminya sangat dekat dengan lokasi kerusuhan. Mereka bermukim di dekat Pasar Baru, jalan Hom-hom, Wamena.

Dalam kondisi pagi yang sedang cerah-cerahnya. Dia baru saja beranjak ke luar rumah, ingin membantu suaminya yang menjadi pedagang ayam potong di pasar. Namun hal tersebut mesti ia urungkan, karena tiba-tiba saja terdengar ingar bingar suara teriakan disertai ancaman.

“Saya tidak sempat melihat jam, tapi kejadiannya saat ini masih pagi-pagi. Tapi entah mengapa saat suami saya sudah menyalakan motor dan akan berangkat ke pasar, terdengar dari kejauhan massa berteriak dengan nada mengancam para masyarakat pendatang,” ujarnya.

Wanita asal Kota Semarang, Jawa Tengah itu menerangkan, tak lama setelah terjadi teriakan, situasi di sana mulai chaos, terjadi pembakaran dihampir semua tempat milik warga pendatang, termasuk beberapa rumah yang dekat dengan kediamannya.

“Tidak hanya teriakan, suara tembakan dan letusan pada pagi itu juga terdengar, membuat kami sekeluarga menjadi sangat ketakutan dan tidak tahu harus berbuat apa,” tutur Maria.

Perempuan berkulit putih ini menambahkan, setelah terdiam beberapa saat di dalam rumah, sejumlah tetangga memanggil dia dan suami, untuk segera bergerak ke kantor Koramil setempat.

“Setelah itu, tanpa memerdulikan harta benda yang ada di rumah, kami sekeluarga berbegas untuk berlari sekencang mungkin hingga mencapai mobil pengangkut pengungsi baru berhenti berlari," tuturnya. 

Pengungsi Wamena di MakassarSejumlah pengungsi kerusuhan wamena menuju tenda pengungsian di DAAU Makassar. (foto: Tagar/Aan Febriansyah).

Maria mulai kalang kabut, tidak bisa berpikir jernih, seakan dia lupa tengah berbadan dua. Yang terlintas dalam benaknya, menyelamatkan diri tanpa harus bergesekan dengan kelompok anarkistis. Dia baru menyadari mengalami keguguran saat dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jayapura

“Saya mengalami pendarahan yang sangat banyak, saat tiba di pengungsian sebenarnya sudah mengalami pendarahan, namun tidak ingin memberitahukan kepada keluarga karena keadaannya saat itu masih sangat panik,” ujar wanita berambut lurus itu. 

“Saat mengetahui kabar (keguguran) itu dari dokter saya syok, tapi saya berusaha untuk lebih tabah menerima semuanya,” tambahnya. 

Dari pengamatan Tagar di tenda penjemputan Dinas Angkutan Angkatan Udara (DAAU), Mandai, Maros, raut wajah Maria nampak pucat pasi, sesekali ia merintih saat menggerakkan tubuhnya.

Baru Dua Pekan di Wamena

Kerusahan Wamena menjadi mimpi buruk bagi Maria. Betapa tidak, dia baru datang dua pekan, menyusul suaminya yang sudah lama menetap di sana.

“Saya masih merasakan trauma jika mengingat kejadian itu. Saya baru saja tiba di Wamena dua minggu di sana dari kampung halaman saya di Semarang,” kata Maria.

Tentu saja kejadian ini adalah takdir yang tak bisa dia duga. Suaminya sempat menceritakan, seandainya ada gelombang massa, maka sehari sebelumnya pasti ada kabar tersiar ke warga. Tidak seperti kerusuhan beberapa pekan lalu yang pecah secara tiba-tiba, mengintai nyawa dan harta benda milik warga pendatang.

“Pertama kalinya saya melihat kejadian seperti ini, semoga ke depannya tidak lagi melihat hal seperti ini,” ujar Maria.

Pengungsi Wamena di MakassarSejumlah pengungsi kerusuhan Wamena mengungsi di Makassar. (foto: Tagar/Aan Febriasnyah).

Saat ditanyai apakah masih terbersit keinginan untuk kembali ke Papua, tanpa pikir panjang Maria hanya bisa menggelengkan kepala. Dia mendorong suaminya untuk mencari "mata air" ke luar Wamena. 

“Yang jelas saat ini saya belum memiliki keinginan untuk kembali ke Wamena, saya juga berharap untuk suami bisa mencari pekerjaan di tempat yang lain,” kata Maria dengan penuh harap.

Kedatangannya ke Wamena dilatari kerinduan yang mendalam, karena sudah lama tidak bertatap dengan suami tercinta. Maria merasa butuh perhatian lebih karena karena sedang hamil. Beruntung, kata dia, karena tidak membawa anak pertamanya yang masih kecil. 

“Anak karena masih kecil, memang saya tidak ajak untuk sama-sama ke Wamena, saya memilih untuk menitipkan dengan orang tua saya di Semarang,” kata dia.

Setelah mengalami keguguran, Maria disarankan dokter yang menanganinya, untuk lebih banyak beristirahat hingga kondisinya pulih betul, baik kondisi fisik, maupun kejiwaan.

“Saat ini dianjurkan untuk tidak terlalu banyak mengangkat barang-barang yang berat, begitu juga diingatkan dokter untuk tidak terlalu banyak berpikir yang bisa mengakibatkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,” jelasnya.

Dari Wamena Menuju Kutai Kartanegara

Pengungsi Wamena di PapuaSuasana pengungsi kerusuhan Wamena di tenda pengungsian di Makassar. (foto: Tagar/Aan Febriansyah).

Bersama sang suami, Maria berencana melanjutkan perjalanan menuju Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur. Mereka bersepakat untuk sementara waktu ingin menenangkan diri di sana, usai mendapatkan kenyataan yang pahit.

“Saat ini tidak langsung kembali ke Semarang, saya akan mengikuti suami untuk bertolak menuju Kutai Kartanegara,” ujarnya.

Bagaimanapun tidak boleh terlalu larut dalam kesedihan.

Sementara itu suami Maria, Aji Santoso menjelaskan, dia akan menuju Kutai Kartanegara, bermukim sementara waktu di rumah saudaranya yang bekerja di sana. Mengenai ladang penghasilan sebagai pedagang ayam potong, saat ini dia belum berniat untuk kembali berdagang di Bumi Cenderawasih.

“Untuk mencari kerja di sana (Kutai) masih melihat dulu semua peluang. Tapi untuk kembali ke Wamena juga saat ini belum bisa dipastikan, karena kondisinya belum stabil sepenuhnya,” ujar Adi.

Raut wajah Adi terlihat tidak begitu ceria, seperti halnya Maria yang murung setelah mengalami keguguran. “Yah kalau ditanya sedih, saya memang sangat sedih atas kejadian ini, tapi bagaimanapun tidak boleh terlalu berlarut dalam kesedihan ini,” tutur Adi.

Adi dan Maria setelah tiba di DAAU Makassar kemudian diberangkatkan menuju tempat penampungan pengungsi di salah satu bangunan milik Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Selatan.

“Kami sekeluarga masih menunggu jadwal kedatangan kapal yang akan bertolak dari Makassar menuju Kutai. Kalau bukan malam ini yang berarti besok,” jelasnya.

Atas kejadian yang menimpanya, baik Adi maupun Maria bersyukur sudah meninggalkan Wamena. Mereka berharap tiba selamat sampai tujuan di Kutai Kartanegara dan di sana tidak mengalami hal serupa.

Berharap Wamena Kembali Normal

Adi yang berprofesi sebagai pedagangan ayam di Wamena masih berharap, kondisi di sana bisa kembali kondusif agar roda ekonomi bisa kembali berputar. Menurut dia, perekonomian di Wamena sempat lumpuh karena adanya kerusuhan.

Penggerak ekonomi di Wamena adalah dari kami-kami yang pendatang ini.

“Pastinya kalau ada kejadian seperti ini, perekonomian di Wamena akan terhenti, karena kebanyakan yang menjadi penggerak ekonomi di Wamena adalah dari kami-kami yang pendatang ini,” kata dia.

“Semoga kembali normal seperti sediakala, saya merasa masih ingin kembali ke Wamena, Papua, tetapi bukan dalam waktu dekat ini, menunggu sampai betul-betul kondisi normal, baru kembali ke sana,” tutur Adi. []

Berita terkait
Janji Menteri PUPR untuk Merehabilitasi Wamena Papua
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menargetkan penyelesaian proses pemulihan di Wamena, Papua segera diproses.
Hari-hari Sebelum Meninggalkan Wamena
Raut lega memancar dari wajah Salamah ketika melihat suaminya telah bebas dari Wamena yang mencekam, kembali ke pelukannya, ke pelukan anaknya.
Empat Warga Aceh di Wamena Dipulangkan
Empat warga Aceh yang menetap di Wamena Papua kini sudah kembali ke kampung halamannya di Aceh Tenggara.
0
JARI 98 Perjuangkan Grasi untuk Ustadz Ruhiman ke Presiden Jokowi
Diskusi digelar sebagai ikhtiar menyikapi persoalan kasus hukum yang menimpa ustaz Ruhiman alias Maman.