Jakarta - Sekretaris Jenderal Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Muhammad Ridwan Effendi menanggapi dengan positif terkait bantuan kuota internet gratis yang diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tahun 2020 lalu, namun dirinya berpesan kepada pemerintah untuk tidak membuat operator telekomunikasi merugi.
Menurutnya bantuan kuota internet gratis tahun 2020 lalu sangat membantu dan bermanfaat untuk siswa didik, guru, juga orang tua dari murid. Terlebih saat ini pandemi Covid-19 masih belum dapat ditekan angkanya sehingga pembelajaran secara langsung masih sulit untuk dilakukan dan mengharuskan dilakukannya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
"Jika siswa atau guru setiap hari harus membeli kuota internet, tentu akan menambah beban mereka. Terlebih lagi banyak orang tua siswa yang terdampak masalah pekerjaannya akibat pandemi. Tentu dengan bantuan kuota internet dari pemerintah akan sangat membantu mengurangi beban masyarakat," ucapnya.
Berdasarkan pengalaman pribadinya, Ridwan menjelaskan dirinya memberikan kuliah secara daring dengan layanan video streaming dengan durasi 1 jam yang mana membutuhkan kuota internet 2 GB. Apabila mahasiswa mengambil 18 SKS maka mahasiswa memerlukan kuota minimal 9 GB per minggu atau 36 GB dalam sebulan.
Jika rata-rata harga paket per giga yang dijual oleh operator minimal sebesar Rp 5.000 maka paling tidak setiap siswa maupun dosen mengeluarkan anggaran untuk membeli paket data sebesar Rp 180.000.
Dirinya pun mengatakan bahwa anggapan beberapa pihak mengenai kuota gratis yang diberikan kepada siswa maupun guru tidak bermanfaat tidak benar adanya. Sebab, kebanyakan kuota yang diberikan pemerintah hanya digunakan untuk mendukung PJJ. Ridwan menilai pembagian antara kuota belajar dengan kuota umum yang diberlakukan pemerintah telah tepat.
"Tujuannya agar kuota yang diberikan melalui dana APBN tersebut dapat dipergunakan untuk melakukan kegiatan belajar mengajar. Bukan untuk menonton Drakor atau TikTok. Kalau dipergunakan untuk nonton Drakor kan juga tidak benar. Dari diskusi saya dengan siswa dan dosen, kuota khusus belajar yang diberikan pemerintah habis dipergunakan untuk Zoom dan mengakses aplikasi lainnya yang sudah masuk whitelist khusus belajar," jelas Ridwan.
Harga jual dari kuota gratis Kemendikbud tersebut diharapkannya dapat lebih kompetitif dari harga umum tapi tidak sampai di bawah harga pokok produksi yang dimiliki operator guna menjamin kualitas serta kesinambungan layanan industri telekomunikasi nasional.
Ridwan paham bahwa pemerintah tengah mengalami kesulitan dalam menangani pandemi Covid, namun dirinya mengatakan pemerintah jangan sampai membuat operator telekomunikasi rugi karena menjual harga layanan di bawah harga pokok produksi terlebih telekomunikasi tidak pernah menerima bantuan maupun subsidi dari pemerintah di masa pandemi Covid.
Perlu diketahui, selama pandemi Covid-19 operator telekomunikasi tidak pernah menerima bantuan apapun ataupun subsidi dari pemerintah. Pemerintah hanya memberikan keringanan pembayaran BHP Frekuensi selama beberapa bulan saja.
Namun surat pemberian dispensasi pembayaran BHP frekuensi itu pun diberikan setelah operator telekomunikasi membayarkan BHP Frekuensi ke kas negara, sehingga praktis operator telekomunikasi tak mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Meskipun kenyataannya, operator telekomunikasi yang tergabung dalam APJII dan ATSI sangat membutuhkan bantuan penundaan pembayaran BHP Frekuensi atau penundaan pembayaran dana USO. Anggota ATSI dan APJII pada saat itu tidak meminta pengurangan BHP Frekuensi ataupun dana USO. []