Jakarta - Deputi Kominfo Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto menanggapi tudingan beberapa negara terhadap China yang dianggap menyebarkan virus corona atau Covid-19 melalui laboratorium virologi di Wuhan, China.
"Memang masih menjadi polemik dan saling tuntut antara pihak China dengan Amerika Serikat (AS) maupun sejumlah negara. Semua perlu pembuktian dengan melibatkan para ahli. Jadi, harus ada autentikasi bukti, bukan asumsi," ujar Wawan saat dihubungi Tagar, Selasa, 5 Mei 2020.
Wawan menuturkan, saat ini dunia sedang fokus terhadap penanganan Covid-19. Hal itu guna mengantisipasi terjadinya gelombang kedua penyebaran virus corona.
Baca juga: Prediksi BIN, Puncak Corona Covid-19 pada Juli 2020
"Masalah tuntutan hukum tetap menjadi perhatian. Namun, tanpa mengabaikan penanganan korban yang terinfeksi," ucapnya.
Adapun mengenai benar atau tidaknya tudingan sejumlah negara terhadap China, Wawan enggan berspekulasi lebih jauh. "Ya masing-masing punya sudut pandang sendiri-sendiri, nanti hakim yang menilai berdasarkan pembuktiannya," kata dia.
Semua perlu pembuktian dengan melibatkan para ahli. Jadi, harus ada autentikasi bukti, bukan asumsi
Sebelumnya, sebuah dokumen milik aliansi intelijen Five Eyes (Lima Mata) yang terdiri dari badan-badan intelijen Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Australia, dan Selandia Baru tersebar di media massa. Dokumen setebal 15 halaman itu berisi tuduhan kepada China yang dinilai telah berbohong perihal penularan Covid-19.
Dokumen yang dibocorkan oleh media Australia, The Saturday Telegraph, itu menyebut para pejabat China telah sengaja menghancurkan bukti yang berhubungan dengan awal mula penyebaran virus corona.
Baca juga: BIN: Juli Wabah Corona Covid-19 Masuk Fase Ringan
Pejabat di Beijing tidak mengonfirmasi penularan virus dari manusia ke manusia hingga 20 Januari 2020. Padahal, sejak Desember 2019 sudah ada bukti penularan Covid-19 dari dan ke manusia.
"Sampel virus diperintahkan dihancurkan di laboratorium genomik, kios pasar satwa liar diputihkan, urutan genom tidak dibagikan secara publik, laboratorium Shanghai ditutup untuk 'perbaikan', artikel akademis menjadi sasaran tinjauan sebelumnya oleh Kementerian Sains dan Teknologi dan data pada 'pembawa diam' asimptomatik dirahasiakan," bunyi dokumen tersebut.
Melansir Express, dokumen itu juga menunjukan bagaimana negeri Tirai Bambu itu menghapus beberapa unggahan yang membahas Covid-19, serta menolak membantu negara-negara terdampak lainnya untuk menyiapkan vaksin.
Selain itu, China juga dituding telah menyensor sejumlah berita terkait corona pada mesin pencari dan media sosial sejak 31 Desember 2019. China dituduh menghapus istilah "variasi SARS," "pasar Seafood Wuhan," dan "Wuhan Unknown Pneumonia". []