Tampil Sebagai Ketua Umum Partai Berkarya, Ini Catatan Hitam Tommy Soeharto

Tommy Soeharto menginisiasi pendirian Partai Berkarya, padahal si bungsu ini miliki catatan hitam.
Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto). (Foto: Istimewa)

Jakarta, (Tagar 30/3/2019) - Tergerak untuk menancapkan kembali taringnya dalam dunia perpolitikan nasional, trah Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto menginisiasi pendirian Partai Berkarya. Padahal si bungsu ini miliki catatan hitam.

Tak perlu menunggu waktu lama bagi Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk mengesahkan surat keputusan untuk Partai yang mengusung ideologi antikomunisme, Pancasila, dan soehartoisme sebagai parpol nasional yang memiliki legitimasi hukum di Indonesia, tepatnya pada 17 Oktober 2016.

Seperti diketahui, parpol berlogo rantai pohon beringin ini baru lahir 3 bulan sebelum mendapat surat penetapan parpol, tepatnya pada 15 Juli 2016.

Ketua Umum Partai Berkarya Tommy Soeharto, kemudian mendaftarkan diri sebagai bakal calon anggota legislatif (caleg) dari dapil Papua untuk Pemilu 2019.

Belum lama ini, Tommy  Soeharto mengungkapkan alasannya kuatnya terjun ke dunia politik di Twitter. Ia mengaku optimis untuk mengembalikan Indonesia ke masa keemasan setelah paska reformasi yang telah dilalui.

"Saya Terjun Kepolitiknya untuk mengembalikan indonesia kemasa keemasan setelah Paska Reformasi apa yg kita rasakan. Sudah mau 21tahun Reformasi. Saya rasa rakyat bisa merasakenya," cuit @TommySoeharto_7 di akun Twitter yang ia kelola.

"Ini akun resmi saya karena banyak bertanya kepada saya. Maka melalui video ini saya sampaiken," tegasnya.

Jauh sebelum terjun ke dunia politik, Tommy Soeharto memiliki beberapa catatan hitam tersangkut kasus hukum di Indonesia, utamanya dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Hakim Agung Syaifuddin Kartasasmita.

Hakim Syaifuddin telah menyatakan Tommy Soeharto bersalah dalam kasus korupsi PT Goro Batara Sakti (GBS) dan Badan Urusan Logistik (Bulog) terkait tukar guling tanah gudang beras milik Bulog di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, ke PT GBS.

Syaifuddin Kartasasmita dikenal sebagai hakim spesialis yang menangani kasus korupsi Orde Baru, yang enggan menerima praktik suap. 

Dalam vonis tersebut, ia wajib membayar ganti rugi sebesar Rp 30 miliar, denda Rp 10 juta, dan hukuman kurungan 18 bulan penjara. Tommy tidak menerima keputusan Hakim Syafiuddin.

Mulawarman dan Novel Hadad yang bertugas sebagai eksekutor, menembak Syaifuddin hingga tewas. Pada 7 Agustus 2001 aparat Polisi membekuk keduanya. Mereka mengaku menghabisi nyawa Syaifuddin atas suruhan Tommy dengan imbalan Rp100 juta.

Tommy pada akhirnya ditangkap, diajukan ke pengadilan, dan dinyatakan terbukti bersalah menjadi otak pembunuhan berencana. 

Majelis hakim PN Jakarta Pusat yang dipimpin Amirudin Zakaria menyatakan Tommy terbukti melawan hukum melakukan empat tindakan pidana.

Pertama, turut serta tanpa hak menguasai menyimpan dan menyembunyikan senjata api dan bahan peledak. Kedua, tanpa hak menguasai menyimpan dan menyembunyikan senjata api dan bahan peledak. 

Ketiga, membujuk atau uitlokker untuk melakukan pembunuhan berencana. Keempat, dengan sengaja tidak menurut perintah atau menggagalkan suatu perbuatan pegawai negeri dalam menjalankan sesuatu peraturan undang-undang. 

Meneruskan catatan Tirto, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum 15 tahun penjara. Kendati di tingkat MA hukumannya kemudian dipangkas menjadi 10 tahun penjara saja. Ia pun harus menjalani masa bui di Nusakambangan, Jawa Tengah. Namun, Tommy ternyata bebas lebih cepat setelah beberapakali mendapatkan potongan masa tahanan, tanggal 1 November 2006. 

Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto tampaknya tidak pernah luput dari bidikan aparat penegak hukum. Meski memenangkan gugatan rekonvensi melawan Bulog di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, ia tetap dibidik kejaksaan Agung (Kejagung) dalam perkara lain, yaitu seputar jual beli hak tagih piutang BPPN kepada PT Vista Bella Pratama (VBP).

Dalam laporan Hukum Online yang diterbitkan 6 Mei 2008, giliran Menteri Keuangan melalui Kejaksaan menggugat Tommy Soeharto. Jaksa Pengacara Negara (JPN) mendaftarkan gugatan itu ke PN Jakarta Pusat.

Dalam gugatannya, Menkeu masing-masing menggugat VBP (Tergugat I), PT Mandala Buana Bakti (Tergugat II), PT Humpuss (Tergugat III), PT Timor Putra Nasional (Tergugat IV) dan Tommy Soeharto (Tergugat V). Satu perusahaan asing, Amazones Finance Limited, juga dibidik sebagai Turut Tergugat. 

Seperti diketahui, perkara ini berawal ketika PT Timor Putra Nasional (TPN) terbelit utang hingga Rp4,045 trilyun ke Bank Dagang Negara dan Bank Bumi Daya. 

Singkatnya, BPPN kemudian mengambil alih piutang TPN itu. Oleh BPPN, piutang atau hak tagih atas utang TPN dijual ke VBP dengan harga miring, 'hanya' sebesar Rp444 milyar. Di sinilah pemerintah merasa ada sesuatu yang janggal.

Teranyar, nama Tommy dikaitkan dengan kelompok yang disebut hendak melakukan makar saat aksi bela Islam 212 pada 2 Desember 2016. Tommy dituding mendanai gerakan tersebut.

Karena berada di pusaran polemik kasus makar itulah, Tommy dipanggil oleh penyidik Direskrimum Polda Metro Jaya sebagai saksi. Namun Tommy tak memenuhi panggilan itu. []

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.