Yangon, (Tagar 11/9/2017) – Indonesia, Dunia internasional, PBB serta Pemimpin spiritual Tibet, Dalai Lama, merasa sedih dan prihatin terhadap konflik berdarah yang menimpa etnis Rohingya, di Rakhine, Myanmar Utara. Menurut Dalai lama, Buddha pasti akan menolong etnis Rohingya sebagai kaum tertindas.
”Orang-orang itu, Anda lihat, semacam melecehkan beberapa Muslim. Harus ingat, Buddha, pasti akan menolong orang-orang Muslim yang malang itu,” kata Dalai Lama, seperti dikutip NDTV, Senin (11/9).
Namun, di tengah-tengah keprihatinan dan rasa ingin menolong karena alasan kemanusiaan, negeri jiran Malaysia malah menolak keras kedatangan pengungsi Rohingya, di wilayah Sarawak Malaysia. Ini jelas-jelas tindakan yang sangat tidak berperikemanusiaan.
"Kami sepenuhnya menolaknya dan tidak dapat menerima mereka,” kata Datuk Seri Michael Manyin, Menteri Pendidikan, penelitian ilmu pengetahuan dan teknologi Sarawak, Malaysia seperti dikutip The Malay Mail Online (9/9). Salah satu anggota legislatif Bukit Semuja, Malaysia, John Ilus membantah rumah yang muncul di media sosial tentang masuknya etnis Rohingya telah menganggu keharmonisan ras di Sarawak. Menurut Ilus, tidak ada rencana pemerintah Sarawak untuk merumahkan pengungsi muslim asal Myanmar.
Direktur Jenderal Badan Penegakan Hukum Maritim Malaysia, Datuk Zulkifli Abu Bakar, mengatakan, saat ini timnya terus melakukan patroli di sejumlah kawasan perairan negara untuk menghadapi kemungkinan masuknya pengungsi Rohingya.
Dari Rakhine dikabarkan, pemerintah Myanmar menolak gencatan senjata yang ditawarkan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). “The Arakan Rohingya Salvation Army menyatakan gencatan senjata sementara, terkait operasi militer yang dilakukannya,” begitu bunyi pernyataan kelompok bersenjata ini di akun Twitter @ARSA_Official. Tujuan gencatan senjata itu menurut ARSA, agar bantuan internasional seperti makanan, minuman dan obat-obatan bisa masuk ke perkampungan pengungsi Rohingya.
Namun, pemerintah Myanmar menolak gencatan senjata dan tidak mau bernegosiasi dengan ARSA. “Kami tidak bernegosiasi dengan teroris,” begitu kicauan Zaw Htay, wakil deputi jenderal Kantor Kepresidenan Myanmar, Ahad, (10/9).
Sementara itu, Para peraih Nobel dunia meminta Aung San Suu Kyi segera berbicara dan melindungi etnis Rohingya. Aktivis Pakistan, Malala Yousafzai menulis surat kepada Aung San Suu Kyi yang isinya meminta penguasa de-facto itu mengutuk kekerasan di Rakhine, Myanmar.
Mantan uskup Afrika Selatan sekaligus peraih Nobel, Desmond Tutu juga telah mengirim surat terbuka kepada Aung San Suu Kyi. Tutu mengungkapkan kesedihannya yang mendalam terhadap etnis Rohingya. "Jika harga politik untuk menaikkan jabatan ke kursi tertinggi di Myanmar adalah kebisuan Anda, harganya pasti terlalu curam," tulis Desmond, seperti dilansir Asian Correspondent, Senin (11/9). (wwn/NDTV/TheMalayMailOnline)