Survei Terbaru Tunjukkan 52 Persen Warga AS Pesimis dengan Kondisi Demokrasi

Kondisi itu terjadi hampir dua tahun setelah pemilu presiden yang memecah belah dan muncul klaim palsu telah terjadi penipuan pemilu yang meluas
Pendukung Presiden AS, Donald Trump, melakukan aksi unjuk rasa di Pennsylvania Avenue untuk memprotes hasil pemilihan presiden, pada 12 Desember 2020 di Washington, DC, AS. (Foto: voaindonesia.com/AFP)

TAGAR.id, Chicago, Illinois, AS - Banyak warga Amerika Serikat (AS) yang tetap pesimis dengan keadaan demokrasi di negaranya dan cara memilih para pejabat terpilih saat ini.

Kondisi itu terjadi hampir dua tahun setelah pemilu presiden yang memecah belah dan munculnya klaim palsu bahwa telah terjadi penipuan pemilu yang meluas, serta serangan terhadap gedung Kongres Amerika.

Jajak pendapat terbaru yang dilakukan Kantor Berita Associated Press (AP) bersama NORC Center for Public Affairs Research menunjukkan hanya sekitar separuh warga Amerika yang memiliki keyakinan tinggi bahwa suara dalam pemilihan paruh waktu mendatang akan dihitung secara akurat.

Meskipun demikian hasil ini sudah merupakan peningkatan dari sekitar 4 dari 10 orang yang sebelum pemilu presiden tahun 2020 menyampaikan hal serupa.

Hanya 9% orang dewasa Amerika yang menilai demokrasi kini berjalan “sangat” atau “sangat baik,” sementara 52% mengatakan demokrasi tidak berjalan baik.

Ini bertolakbelakang dengan dua tahun lalu. Kini lebih banyak simpatisan Partai Republik dibanding Partai Demokrat yang mengatakan demokrasi tidak berjalan baik. Tahun ini 68% Republikan merasa demikian dibandingkan sekitar 32% dua tahun lalu. Sementara simpatisan Partai Demokrat yang menilai demokrasi tidak berjalan baik turun dari 63% pada tahun 2020 menjadi 40%.

Ronald McGraw, usia 67 tahun, dari Indianapolis, adalah seorang pensiunan pekerja konstruksi yang baru-baru ini mendaftar untuk memberikan suaranya dan bermaksud memberikan suara untuk pertama kali tahun ini. “Saya pikir saya akan membiarkan orang lain memberikan suara mereka dan mengikuti arus, tetapi semua itu menjadi pertaruhan sekarang ini,” ujarnya merujuk pada demokrasi, ekononi dan “semua hal, yang membuat negara berjalan.”

McGraw yang berkulit hitam, menganggap dirinya moderat, dan mengatakan kekhawatiran terbesarnya adalah terjadinya gejolak politik. Juga fakta bahwa terlalu banyak politisi yang mementingkan diri sendiri dan kekuasaan, terutama mereka yang menentang kepentingan kelompok minoritas, ujarnya. Ia mengatakan ia terdaftar sebagai seorang Republikan, tetapi dulu ia tidak memikirkan platform atau sikap partainya. Tetapi, “saya memperhatikannya sekarang,” tegasnya.

Hanya Seperempat Warga AS Percaya dengan Cara Memilih Pejabat

Setelah setiap pemilihan presiden, anggota dan simpatisan partai y ang kalah biasanya mengalami kekecewaan. Dampak pemilu presiden tahun 2020 kini semakin dalam, didorong oleh kebohongan yang disampaikan mantan presiden Donald Trump dan sekutu-sekutunya bahwa Partai Demokrat telah mencuri kemenangannya.

Tidak ada bukti penipuan atau manipulasi mesin-mesin penghitungan suara.

Kajian di negara-negara bagian penentu menegaskan kemenangan Joe Biden dari partai Demokrat. Sementara hakim-hakim – termasuk y ang ditunjuk oleh Trump sendiri – menolak sejumlah gugatan hukum yang menentang hasil penghitungan suara. Jaksa Agung William Barr, yang ketika itu juga ditunjuk oleh Trump, menyebut klaim itu palsu.

Keputusasaan atas demokrasi umumnya muncul setelah meningkatnya polarisasi di tingkat nasional selama puluhan tahun, mulai dari pemilihan presiden dan Kongres, hingga pemilihan di tingkat lokal, termasuk untuk tingkat dewan sekolah.

Secara keseluruhan, hanya seperempat dari orang dewasa Amerika, termasuk persentase yang sama dari Partai Republik dan Partai Demokrat, yang mengatakan mereka optimis tentang cara memilih para pemimpin. Sementara 43% mengatakan pesimis, dan 31% tidak merasa optimis atau pesimis.

Adam Coykendall, seorang guru studi sosial berusia 31 tahun dari Ashland, Wisconsin, mengatakan ia melihat anggota-anggota parlemen lebih didorong oleh loyalitas pada partai dibanding demi kebaikan negara. “Saya merasa segalnya menjadi lebih memecah belah, sedikit lebih terpolarisasi, lebih fokus pada loyalitas partai, dibanding bekerja untuk konstituen mereka,” ujar Coykendall yang menggambarkan dirinya sebagai orang yang independen tetapi condong ke Partai Demokrat.

demo di asIlustrasi - Sebanyak 52% responden AS mengatakan bahwa demokrasi AS saat ini tidak berjalan baik. (Foto: voaindonesia.com/Milan Mosic/VOA)

AP-NORC: 58% Republikan Masih Percaya Kemenangan Biden Tidak Sah

Jajak pendapat AP-NORC juga mendapati bahwa 58% simpatisan dan anggota Partai Republik masih percaya bahwa hasil pemilu yang dimenangkan Joe Biden tidak sah. Hasil ini turun sedikit dibanding pada Juli 2021 lalu yang mencapai 66%.

Jajak pendapat itu menunjukkan 47% warga Amerika mengatakan mereka memiliki “banyak” atau “sedikit” keyakinan pada suara dalam pemilu paruh waktu November mendatang akan dihitung secara akurat.

Sekitar 74% simpatisan dan anggota Partai Demokrat sangat percaya diri bahwa penghitungan akan berlangsung akurat.

Namun, hanya 25% dari Partai Republik yang memiliki kepercayaan tinggi, 30% kepercayaan sedang dan 45% hanya sedikit atau bahkan tidak percaya penghitungan akan berlangsung akurat. (em/jm)/Associated Press/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Pilpres Amerika Serikat Pemilu yang Memecah Belah Rakyat
Warga AS ramai-ramai ke TPS untuk memilih presiden dalam Pemilu yang paling memecah-belah rakyatnya dalam puluhan tahun terakhir
0
Survei Terbaru Tunjukkan 52 Persen Warga AS Pesimis dengan Kondisi Demokrasi
Kondisi itu terjadi hampir dua tahun setelah pemilu presiden yang memecah belah dan muncul klaim palsu telah terjadi penipuan pemilu yang meluas