Supersemar dan Ketegasan Soeharto yang Mencuri Perhatian Rakyat

Supersemar tidak menyebut eksplisit Presiden Soekarno meminta Soeharto menggantikan posisinya, yang pasti saat itu Soeharto adalah pahlawan.
Presiden kedua RI Soeharto. (Foto: Tagar/Wikipedia)

Jakarta - Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI, Wasisto Raharjo Jati, dalam wawancara dengan Tagar, setahun silam, menjelaskan Supersemar adalah Surat Perintah Sebelas Maret yang dikeluarkan 11 Maret 1966 oleh Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto, untuk mengendalikan keamanan dan ketertiban pasca-gejolak politik tahun 1965, yang dilatarbelakangi peristiwa G30SPKI, ditambah hiper inflasi, sehingga perekonomian Indonesia merosot jauh.

Lalu kenapa kemudian Soeharto menggantikan Soekarno menjadi presiden? Menurut Wasisto, Bung Karno tidak secara tegas mengambil tindakan politik ketika suhu politik sudah mencapai titik terendah, dan ditambah inflasi yang tinggi membuat harga bahan pokok naik.

Pada saat bersamaan, kata Wasisto, Soeharto berhasil mencuri perhatian rakyat, dengan membubarkan PKI dan menangkap anggota-anggotanya. Hal itulah yang memicu MPR saat itu mengadakan sidang istimewa, untuk memberhentikan Bung Karno dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat presiden sementara, sampai pemilu digelar.

Setelah peristiwa itu, hubungan mereka pun merenggang, antara Bung Karno yang ingin tetap dihargai, sementara Soeharto mulai menunjukkan gelagat sebagai penguasa baru.

Wasisto juga menyebutkan, secara garis besar, Supersemar bisa dikatakan sebagai "kudeta" bertahap lewat jalur konstitusional, di mana Soeharto melucuti beberapa kewenangan Bung Karno sebagai Presiden dengan Supersemar itu, atas nama keamanan dan ketertiban negara.

Pasca-Supersemar, Soeharto menjadi satu-satunya tokoh kuat di Indonesia dari militer yang saat itu juga tengah kosong kekuasaan, pasca-Ahmad Yani cs dibunuh. Soeharto menguasai keadaan dengan pemberangusan PKI, dan mendapat dukungan sipil terutama dari mahasiswa dan rakyat, sehingga menjadikan Soeharto sebagai figur pahlawan saat itu.

Baca juga: Misteri Supersemar, Bagaimana Ceritanya Pak Harto Menggantikan Bung Karno?


Soekarno dan SoehartoPresiden Soeharto dan Presiden Soekarno. (Foto:Tagar/Istimewa)

Lalu mengenai kondisi Bung Karno yang sakit saat itu, masih menjadi perdebatan apa benar sakit atau memang di bawah todongan senjata. Namun, yang pasti saat itu, ketika kekuatan politik Bung Karno melemah, dan ditambah lagi PKI yang kocar-kacir menjadikan Angkatan Darat menjadi kekuatan politik.

Saat bersamaan, Bung Karno juga sebenarnya ingin menghindari pertumpahan darah lebih jauh pasca-1965, sehingga meminta Soeharto untuk mengendalikan stabilitas negara, dan bukan menghabisi sesama anak bangsa.

Menurut Wasisto, Supersemar sendiri masih jadi misteri hingga sekarang. Yang orisinal tentu hanya Soeharto yang tahu. Pasca-1998, banyak muncul versi Supersemar, tapi itu tidak otentik.

Hal itu yang membuat Supersemar menjadi salah interpretasi makna dalam sejarah Indonesia. Yang awalnya untuk mengendalikan keamanan, tapi menjadi alat Soeharto untuk menjadi presiden

Keberadaan surat asli Supersemar juga masih jadi rahasia yang belum terpecahkan. Selama ini hanya salinan saja versi Orde Baru, namun naskah otentiknya belum ada yang mengetahui.

Lantas muncul pertanyaan kenapa Bung Karno memilih Pak Harto, bukan AH Nasution? Menurut Wasisto, saat itu AH Nasution jadi Ketua MPR, sehingga perwira aktif yang bisa dipercaya adalah Soeharto.

Selain itu, pasca penerapan demokrasi terpimpin, Bung Hatta juga mengundurkan diri sebagai wakil presiden, karena menilai kepemimpinan Bung Karno sudah melenceng dari cita-cita awal.

Lalu, bagaimana peta politik saat itu? Wasisto menjelaskan, pasca Supersemar, kekuataan politik itu terpusat antara Angkatan Darat, Kelompok Islam, dan kelompok-kelompok sipil seperti KAMI atau Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia.

Ketika ditanya pelajaran apa yang bisa dipetik bangsa Indonesia dari peristiwa Supersemar? Wasisto menjawab, pentingnya penyimpanan arsip, apalagi naskah otentik. Hal itu yang menjelaskan banyak hal mengenai kronologi peristiwa yang sebenarnya.

Selama ini, kata Wasisto, sejarah Indonesia terutama politik, sering kali dimanipulasi kontennya untuk melegitimasi rezim berkuasa. Ada berbagai kontroversi mengenai Supersemar. Dua macam versi surat, yaitu versi TNI dan versi lainnya.


SupersemarInfografis: Tagar/Rully Yaqin

Naskah asli surat ini dinyatakan hilang dan tidak jelas siapa yang menghilangkan. Maka jadi pertanyaan, Supersemar memang hilang atau sengaja dihilangkan?

Salah satu dari tiga perwira tinggi Angkatan Darat yang menerima surat itu, berkesimpulan bahwa Supersemar adalah surat perpindahan kekuasaan.

Ada yang mengatakan bahwa naskah asli Supersemar ada pada dokumen pribadi mantan Panglima TNI Jenderal M. Jusuf yang disimpan dalam sebuah bank.

Letnan Satu Sukardjo Wilardjito yang saat itu menjadi pengawal presiden di Istana Bogor bercerita bahwa M. Jusuf membawa map berlogo markas besar AD berwarna merah jambu, serta Brigjen M. Panggabean dan Brigjen Basuki Rahmat menodongkan pistol ke arah Presiden Soekarno dan memaksa agar Bung Karno menandatangani Supersemar. Di luar Istana Bogor sudah dikepung oleh pasukan RPKAD dan Kostrad.

Kesaksian A.M. Hanafi dalam bukunya “A.M. Hanafi Menggugat Kudeta Soeharto” membantah Soekarno ditodong dan membenarkan bahwa di luar Istana Bogor sudah dikelilingi para demonstran dan tank militer.

Siapa sebenarnya yang mengetik Surat Perintah Sebelas Maret? Ada beberapa orang yang mengaku mengetik surat itu, antara lain Letkol Purnawirawan TNI-AD Ali Ebram, saat itu sebagai Staf Asisten I Intelijen Resimen Tjakrabirawa.

Kesaksian seorang tentara yang bertugas di Istana Bogor. Ia mengungkapkan bahwa Supersemar diketik di atas surat berkop Markas Besar Angkatan Darat, bukan di atas kertas berkop kepresidenan.

Berikut isi Supersemar, seperti versi yang banyak beredar semasa Orde Baru.

1. Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden atau Panglima Tertinggi atau Pemimpin Besar Revolusi atau Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.

2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan Lain dengan sebaik-baiknya.

3. Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut di atas. 

(Cory Olivia)


Berita terkait
Sejarah Hari Supersemar 11 Maret 2021
Hari Supersemar diperingati setiap 11 Maret yang merupakan peralihan Orde Lama dari Presiden Soekarno kepada Orde Baru Presiden Soeharto.
Infografis: Kontroversi Supersemar
Berikut ini kontroversi yang melingkupi Supersemar sepanjang zaman.
Jip Hijau, Jenderal Jusuf dan Supersemar
Jip hijau, di dalamnya ada Jenderal Jusuf dan Supersemar, setengah abad lalu menyusuri jalan Bogor yang lengang.
0
Indonesia Akan Isi Kekurangan Pasokan Ayam di Singapura
Indonesia akan mengisi kekurangan pasokan ayam potong di Singapura setelah Malaysia batasi ekspor daging ayam ke Singapura