Yogyakarta - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sekaligus Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X kembali menyapa rakyat Yogyakarta, Selasa, 21 April 2020. Edisi SultanMenyapa jilid II bertajuk Introspeksi untuk Berbagi dan Bangkit Bersama ini, masih dalam suasana menghadapi pandemi Corona.
Sultan mengungkapkan, warga Yogyakarta pasti bisa menghadapi dan keluar dari krisis pandemi Covid-19 ini. Sultan membangkitkan semangat warga dengan mengenang saat masa Reformasi 32 tahun silam. Berikut pidato Ngarsa Dalem, sapaan lain Sri Sultan HB X:
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Momentum ini adalah juga saat untuk kita introspeksi diri.vManekung, maneges mring Gusti, ke haribaan-Nya Yang Maha Pengampun.
Saat ini juga mengingatkan saya ketika menggaungkan Maklumat Reformasi di hadapan ratusan ribu orang tahun 1998 bahwa kita akan bisa mengatasi masa krisis dengan baik. Tuhan telah membuka pintu mata hati kita.
Hari ini, banyak di antara kita yang harus berpisah dengan orang orang yang dicinta. Marilah kita mengingat, bahwa derita yang kita rasakan adalah pertanda kita hidup. Pengorbanan yang kita sandang harus terbaca agar kita menjadi kuat, dan bahwa kita tidaklah sendiri.
Untuk maju, kita harus bangkit.
Bangkit dari diam, dan bergerak,
Bangkit, agar kita berdaya,
Bangkit, karena kita percaya,
Marilah Saudara-Saudaraku, kita bangkit bersama agar hidup ini lebih bermakna.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
#dirumahaja
#JogjaElinglanWaspada
#JogjaBisa
#SultanMenyapa
#JogjaGuyubSesarengan
Berikut ulasan Pemda DIY terhadap isi dan makna pesan yang disampaikan Sri Sultan HB X.
Hidup laksana cakra manggilingan, ada fase bahagia, ada pula saat di mana manusia merasakan derita. Semua ini adalah proses lumrah yang terjadi dalam kehidupan manusia, baik sebagai diri pribadi, sebagai mahluk sosial, pun sebagai bagian dari sebuah kehidupan besar yang bernama dunia. Manusia hidup harus piawai angon mongso bertindak tepat, sesuai dengan kondisi yang melingkupinya.
Ada saatnya ketika asa demikian jauh dari pelupuk mata, saat itulah manusia harus menunduk, merenung dan berpikir secara keseluruhan, tak hanya dari satu sisi saja. Itulah yang disebut fase kontemplasi dan introspeksi. Introspeksi memerlukan sebuah keberanian, cermat pikir, tenang hati, dan kesiapan mengakui segala perbuatan, dimana dalam sesanti Jawa, disebut sebagai prinsip Mulat Sarira Hangrasa Wani.
Pengorbanan yang kita sandang harus terbaca agar kita menjadi kuat, dan bahwa kita tidaklah sendiri.
Sejatinya, setiap manusia pasti pernah mengalami krisis, bisa jadi karena disebabkan oleh dirinya sendiri, atau pun disebabkan oleh faktor eksternal yang ada di lingkungannya. Perlu disadari bersama, bahwa merasakan derita adalah pertanda kehidupan, bahwa derita pasti pernah dirasakan oleh manusia yang memiliki hati dan perasaan.
Sekali lagi, ketika ada derita, pasti akan ada suka. Dimensi ini berlawanan, tetapi pasti dialami oleh setiap insan. Ketika akal pikiran tak mampu lagi menjangkau logika, berdoa memohon kepada Sang Khalik adalah ikhtiar terbaik. Manusia perlu mundur sakpecak, mengevaluasi apa yang sudah, sedang dan akan terjadi. Pun dengan kondisi saat ini, di mana banyak manusia merasa tertekan, dan bahkan tak tahu harus berbuat apa akibat wabah Corona.
Apabila direnungkan, ini adalah sebuah bencana global, di mana hampir seluruh dunia merasakan dampak wabah Corona. Saat inilah manusia harus bangkit bersama, saiyeg saekpraya, menyalakan kembali sebuah asa ketika optimisme menipis. Nyala atau nur yang harus dibangkitkan dan dipertahankan adalah sifat gotong royong yang sudah mendarah daging di seluruh hati warga.
Penyemprotan disinfektan, pembatasan sosial mandiri, maraknya donasi dan distribusi bantuan swadaya, menunjukkan bahwa nur itu masih ada dan semakin terang cahayanya. Inilah kekuatan sejati seorang manusia, dimana ego pribadi dilebur, dan diarahkan untuk saling membantu tanpa ada tendensi. Semua dilakukan dengan sadar, dengan melebur harapan bersama manusia lainnya, demi menuju kondisi yang lebih baik dalam situasi buruk sekalipun.
Kita perlu memahami, bahwa bersatunya upaya lahiriah dan batiniah, Madep Mantep Menembah Mring Gusti dan Ngudi Laku Utama Kanthi Sentoso Ing Budi akan membawa manusia selangkah lebih tenteram dalam situasi apa pun. Kita tetap harus menjadi warga masyarakat yang migunani tumraping liyan dalam menghadapi realita kehidupan.
Jangan merasa sendiri apalagi terhakimi dalam situasi ini, selalu selaraskan kehidupan dengan lingkungan dan alam, Yakin Marang Samubarang Tumindak Kang Dumadi dan yakinlah Tuhan tak pernah memberikan ujian yang tak mampu dilewati oleh umat-Nya. Mari kita melakukan instrospeksi, Lir Handaya Paseban Jati- Mengalirkan hidup semata pada tuntunan Ilahi, dan kemudian bangkit bersama, holopis kuntul baris, mbangun bebrayan tumuju raharjaning praja.
Melalui berdoa dan berupaya, segala bencana dan pagebluk pasti dapat dilewati bersama, agar kita hidup kembali tenang dan bahagia seperti sediakala. []
Baca Juga:
- Update Yogyakarta: 69 Pasien Positif Covid-19
- Dokter Sembuh Covid-19 Ditolak Warga di Yogyakarta
- Fakta Pria Babak Belur Dihakimi Warga di Yogyakarta