Sulimah 14 Tahun Menunggu Penabrak Ibu di Yogyakarta

Selama 14 tahun Sulimah berjualan makanan di pinggir jalan di Yogayakarta berharap ditemui orang yang menabrak ibunya hingga meninggal.
Sulimah saat berjualan makanan ringan di Jalan Kaliurang Km 5 Yogyakarta (Foto: Tagar/Evi Nur Afiah).

Sleman - Sulimah, warga Pingit, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta, kesehariannya berjualan makanan ringan di pinggir jalan, tepatnya di Jalan Kaliurang Kilometer 5 Yogyakarta. Kadang dibantu anaknya, Olifia Febriani, 8 tahun.

Suaminya, Sarwono Yulianto, bekerja sebagai tukang rongsokan. Kadang juga narik becak kayuh. Apa pun itu pekerjaanya, yang mereka harapkan rezeki yang halal.

Setiap hari, tanpa mengenal lelah, Sulimah bekerja demi memperoleh uang yang bisa memenuhi kebutuhan keluarganya. Bukan tanpa alasan Sulimah tiap hari berjualan di pinggir jalan di depan toko jam Samudera Makmur tersebut. Bukan sekedar untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga.

Wanita berjilbab ini punya harapan lain. Melalui pekerjaannya di pinggir jalan yang ramai lalu lalu lalang itu, Sulimah berharap bisa menemukan orang yang menabrak ibunya hingga meninggal dunia. Insiden menyedihkan itu terjadi pada 2007 lalu.

Sulimah mengakui, peristiwa tersebut terjadi sudah cukup lama. Namun sampai saat ini, pelaku tak bertanggung jawab itu belum pernah memperlihatkan wajahnya. "Saya ingin bertemu degan yang nabrak. Dari dulu saya berharap dengan jualan seperti ini cuman pengen tahu siapa yang nabrak ibu saya," katanya kepada Tagar, Selasa, 12 Mei 2020.

Dia berharap orang yang menabrak ibunya menemuinya. "Harapan saya yang paling dalam, dari tahun 2007 semoga yang menabrak ibu saya itu bisa datang nemuin saya. Karena ibu saya keluar rumah dalam keadaan sehat pulangnya sudah meninggal," katanya.

Menurut Sulimah, ibunya ditabrak oleh seseorang di sekitar wilayah koperasi mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Saat itu ibu akan menyebrang jalan. Dia masih ingat, kejadian itu pada bulan Ramadan. Akibat peristiwa itu, kornan mengalami gumpalan darah di kepalanya.

Karena ibu saya keluar rumah dalam keadaan sehat pulangnya sudah meninggal.

Berdasarkan informasi yang diterimanya, pelaku penabrak ibunya sempat membawa korban ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sardjito. Lalu pelaku pamit dengan alasan mencoba mencari tahu keluarga korban yang tertabrak.

Saat itu pula batang hidung pelaku penabrak menghilang tanpa jejak. Padahal Sulimah maupun pihak keluarga belum ada yang bertemu.

Sampai saat ini, Sulimah belum mengetahui pelaku yang terlibat kecelakaan dengan ibunya. Jangankan pelaku, jenis kendaraan yang menabrak korban saja Sulimah tidak tahu.

"Ibu saya saat itu kecelakaan Minggu. Terus pihak rumah sakit bilang ibu saya harus dioperasi karena ada darah yang menggumpal. Tapi saya enggak punya uang akhirnya operasinya diundur," ucapnya.

Mengingat biaya operasi yang tidak murah, Sulimah dan suaminya memutuskan untuk menjual rumah dengan harga Rp 25 juta. Sudah ada pihak yang menawar rumahnya. Namun sebelum rumah terjual, sang ibu sudah menghembuskan nafas terakhir. Meninggal tiga hari setelah kejadian kecelakaan.

"Ya Allah yang nabrak ibu saya, cepat sadar atau pun keluarganya ada yang tahu, saya tunggu di sini (Jalan Kaliurang km 5). Keluarga saya enggak mau minta uang, tapi minta kejujuran. Masa nabrak orang lari, harusnya tanggung jawab. Bukan ditabrak terus lari seperti ini," ucapnya.

Saat ini, Sulimah dan suaminya dikaruniai empat orang anak. Dua laki-laki dan dua perempuan. Dua laki-laki sudah duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sedangkan dua perempuan, satu pelajar SD bernama Olifia dan satu masih balita.

Sulimah mengungkapka, nasib baik belum berpihak padanya. Namun Sulimah tetap bersyukur dengan apa yang telah dimiliki. Mulai dari anak-anaknya yang bisa sekolah, bahkan lebih tinggi darinya yang hanya lulus SD.

Suami Sempat Akan Menjual Organ Tubuh

Ketika mengenang perjalanan hidupnya, Sulimah menangis tersedu. Betapa pahit hidup yang pernah dihadapi. Pernah suatu ketika, anak laki-laki keduanya mengidap penyakit paru-paru. Kondisi ini yang mengharuskan anaknya di-uap terus- menerus.

Sampai suatu ketika, sang suami meminta kepada salah satu rumah sakit untuk membeli bagian organ tubuhnya yang bisa dijual. Nantinya uang tersebut digunakan untuk biaya pengobatan anaknya.

"Bapak (suami) dulu mohon-mohon menawarkan organnya ke rumah sakit biar dijual. Yang penting anak sembuh. Tapi alhamdulillah dengan uap anak saya sembuh, gumpalan di paru-paru itu hancur," ujarnya.

Sulimah mengungkakan, menjadi orangtua memang tidak mudah. Berbekal kerja kerasnya, Sulimah bermimpi bahwa anak-anaknya tidak berakhir seperti dirinya yang hanya menempuh pendidikan sampai SD. "Semoga anak saya bisa sekolah lebih tinggi," ungkapnya.

Dia beranggappan dengan sekolah yang tingggi, setidaknya lebih dihargai orang. "Kalau orang kecil mau ngutang uang saja, orang gak bakal percaya takut gak bisa dibalikin. Semoga anak saya tidak seperti saya," katanya. []

Berita terkait
Kisah Haru Siswi SD Belajar Online di Yogyakarta
Siswi SD pinjam HP untuk bisa sekolah online akibat pandemi Covid-19. Dia ikut mencari rezeki halal, berjualan makanan di jalan.
Ibu di Yogyakarta Gantungkan Bekal Makanan Gratis
Seorang ibu di Sleman, Yogyakarta, merasa iba di tengah pandemi Covid-19. Dia mencentelkan bahan makanan untuk warga yang membutuhkan.
Anak TK di Bantul Sumbangkan Tabungannya Saat Corona
Anak TK di Bantul, Yogyakarta menyumbangkan uang tabungannya kepada warga yang terdampak pandemi Covid-19.
0
Harga Emas Antam di Pegadaian, Rabu 22 Juni 2022
Harga emas Antam hari ini di Pegadaian, Rabu, 22 Juni 2022 untuk ukuran 1 gram mencapai Rp 1.034.000. Simak rincian harganya sebagai berikut.