Sri Mulyani: Pengangguran Meningkat Hingga 2,67 Juta Jiwa

Menkeu Sri Mulyani menjelaskan bahwa hingga Agustus 2020 kemarin jumlah pengangguran mencapai 2,67 juta jiwa.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa jumlah penganguran ada di angka 2 juta lebih. (Tagar/Twitter)

Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tingkat pengangguran akibat pandemi meningkat hingga 2,67 juta orang. Alhasil, total pengangguran per Agustus 2020 menjadi 9,77 juta orang.

"Tingkat pengangguran ini kalau kami lihat ada tambahan pengangguran akibat covid-19 adalah 2,6 juta orang," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin, 23 November 2020. 

Kondisi itu terjadi seiring penurunan jumlah lapangan kerja yang sebanyak 0,31 juta orang. Hal ini membuat total masyarakat yang bekerja per Agustus 2020 sebanyak 128,45 juta orang.

Sementara, tambahan pencari kerja hingga Agustus 2020, tercatat sebanyak 2,36 juta orang, Sehingga total angkatan kerja hingga Agustus 2020 mencapai 138,2 juta orang.

Ini tentu akan memengaruhi tingkat kesejahteraan mereka. Ini tantangan yang harus tetap diselesaikan akibat Covid-19,

Secara keseluruhan, total pekerja yang terdampak Covid-19 mencapai 29,12 juta orang, dengan rincian 2,56 juta orang tambahan pengangguran, 0,76 juta orang bukan angkatan kerja, 1,77 juta orang sementara tidak bekerja, dan 24,03 juta orang berkurang jam kerjanya.

"Ini tentu akan memengaruhi tingkat kesejahteraan mereka. Ini tantangan yang harus tetap diselesaikan akibat Covid-19," jelas Sri Mulyani.

Di samping itu, Sri Mulyani menyatakan total pekerja formal juga turun 4,59 persen. Sebaliknya, pekerja informal meningkat per Agustus 2020.

Dengan kondisi ini, Menurutnya jumlah kemiskinan tahun ini sebenarnya berpotensi mencapai 10,96 persen. Namun, pemerintah berupaya menahannya dengan menggelontorkan beragam bantuan sosial (bansos) selama pandemi Covid-19. 

"Dengan ada perlindungan sosial, maka kami bisa menurunkan dampak buruknya dari yang seharusnya 10,96 persen menjadi 9,69 persen, jadi lebih rendah 1,5 persen," kata Sri Mulyani. 

Ia juga mengatakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per Oktober 2020 telah mencapai Rp 764,9 triliun atau 4,67 persen dari produk domestik bruto (PDB). Menurutnya, ini masih sejalan dengan Perpres 72/2020 yang memprediksi defisit akan mencapai Rp 1.039 triliun atau 6,43 persen dari PDB.

"Defisit kita mencapai Rp 764,9 triliun sampai akhir Oktober. Perpres kita menggambarkan keseluruhan tahun defisit diperkirakan akan mencapai Rp 1.039,2 triliun atau 6,34 dari GDP," ucapnya.

Defisitnya APBN sebesar 4,67 persen, kata Sri Mulyani, terjadi lantaran realisasi penerimaan negara yang hingga Oktober sebesar Rp 1.276,9 triliun lebih rendah dibandingkan realisasi belanja yang mencapai Rp 2.041,8 triliun. Pendapatan negara yang mengalami kontraksi karena penerimaan perpajakan menurun hingga 15,6 persen (yoy) yakni dari Rp 1.173,9 triliun pada Oktober 2019, kini menjadi Rp 991 triliun.

"Berbagai jenis pajak mengalami tekanan karena adanya pemanfaatan insentif yang diberikan ke seluruh sektor perekonomian baik untuk karyawan, PPh, maupun PPN," ucap Sri Mulyani. []

Baca juga:

Berita terkait
Sri Mulyani: Defisit APBN Mencapai Rp 764,9 Triliun
Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan defisit APBN per Oktober 2020 mencapai Rp 764,9 triliun atau 4,67 persen dari PDB.
Sri Mulyani: Pendapatan Negara Turun Jadi Rp 1.276,9 T
Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyebutkan, realisasi pendapatan negara sebesar Rp 1.276,9 triliun atau 75,1 persen dari target perubahan APBN.
Sri Mulyani: Ekonomi Tidak Pulih Sampai Vaksin Tersedia
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, tanpa vaksin maka perekonomian masih terus dalam tekanan.