Sri Mulyani: Defisit APBN Mencapai Rp 764,9 Triliun

Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan defisit APBN per Oktober 2020 mencapai Rp 764,9 triliun atau 4,67 persen dari PDB.
Rapat koordinasi Kemenkeu untuk merumuskan kebijakan dan langkah-langkah APBN dan keuangan negara dalam menangani peyebaran virus corona. (Foto: Facebook/Sri Mulyani)

Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per Oktober 2020 telah mencapai Rp 764,9 triliun atau 4,67 persen dari produk domestik bruto (PDB). Menurutnya, ini masih sejalan dengan Perpres 72/2020 yang memprediksi defisit akan mencapai Rp 1.039 triliun atau 6,43 persen dari PDB.

"Defisit kita mencapai Rp 764,9 triliun sampai akhir Oktober. Perpres kita menggambarkan keseluruhan tahun defisit diperkirakan akan mencapai Rp 1.039,2 triliun atau 6,34 dari GDP," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Senin, 23 November 2020.

Defisitnya APBN sebesar 4,67 persen, kata Sri Mulyani, terjadi lantaran realisasi penerimaan negara yang hingga Oktober sebesar Rp 1.276,9 triliun lebih rendah dibandingkan realisasi belanja yang mencapai Rp 2.041,8 triliun. Pendapatan negara yang mengalami kontraksi karena penerimaan perpajakan menurun hingga 15,6 persen (yoy) yakni dari Rp 1.173,9 triliun pada Oktober 2019, kini menjadi Rp 991 triliun.

"Berbagai jenis pajak mengalami tekanan karena adanya pemanfaatan insentif yang diberikan ke seluruh sektor perekonomian baik untuk karyawan, PPh, maupun PPN," ucap Sri Mulyani.

Selain itu, terkontraksinya pendapatan negara juga dipengaruhi oleh realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berada di zona negatif hingga Oktober yakni Rp 278,8 triliun atau 94,8 persen dari target dalam Perpres 72/2020 sebesar Rp 294,1 triliun per Oktober 2020. Sementara, untuk penerimaan negara dari hibah meningkat sangat signifikan yakni 548,6 persen setara Rp 7,1 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu hanya Rp 1,3 triliun.

Sedangkan, untuk realisasi belanja per Oktober 2020 mencapai Rp 2.041,8 triliun atau 74,5 persen dari target dalam Perpres 72/2020 yakni Rp 2.739,2 triliun. Jumlah tersebut meningkat 13,6 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 1.797,7 triliun.

Sri Mulyani menyebutkan, belanja tersebut terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1.343,8 triliun dengan rincian belanja K/L Rp 725,7 triliun dan belanja non K/L Rp 618,2 triliun. Selain itu, juga ada Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp 698 triliun atau 91,4 persen dari target dalam Perpres 72/2020 sebesar Rp 763,9 triliun. []

Berita terkait
Konversi BBM ke Energi Bersih, APBN Bisa Hemat Rp 300 Triliun
Rencana pemerintah untuk menggalakkan penggunaan energi bersih terbarukan merupakan keputusan tepat karena dapat menghemat APBN.
Menperin Usul Sertifikasi 10.000 Produk Farmasi Dibayar APBN
Menperin mendorong pelaku industri farmasi dan alat kesehatan memiliki sertifikat. Biaya sertifikasi diusulkannya menggunakan APBN.
Soal RUU APBN, DPR: Kebutuhan Dasar Masyarakat Jadi Prioritas
Sukamta menilai, RUU APBN Tahun 2021 fokus kepada soal kesehatan dalam rangka mengatasi pandemi Covid-19 dan dampak sosial ekonomi.