Soroti Putusan Kasus Korupsi, ICW: Hukuman Selalu Ringan

ICW menyebut rata-rata putusan atas perkara korupsi di Indonesia yang ringan tidak efektif memberi efek jera.
Logo Indonesia Corruption Watch (ICW). (Foto: Tagar/Istimewa)

Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis laporan yang menyebutkan kerugian keuangan negara yang diakibatkan praktik korupsi sepanjang tahun 2020 mencapai Rp 56,7 triliun. Namun begitu, rata-rata putusan atas perkara tersebut hanya berkisar antara 3 tahun 1 bulan penjara sehingga dinilai tidak efektif memberikan efek jera.

"Putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim terhadap terdakwa perkara korupsi lambat laun kian menjauh dari pemberian efek jera," demikian bunyi penyataan ICW, dikutip Tagar pada Selasa, 23 Maret 2021.

"Kalimat itu bukan tanpa dasar, sejak tahun 2005 ICW telah melakukan pemantauan atas vonis-vonis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Tinggi, maupun Mahkamah Agung, hasilnya selalu mengecewakan. Rata-rata vonis yang dijatuhkan selalu ringan," kata mereka.

Pada setiap pemantauan persidangan yang ICW lakukan, setidaknya ada tiga variabel penting untuk menjamin adanya efek jera bagi terdakwa. Pertama, penentuan jenis pasal yang dimasukkan dalam surat dakwaan.

Dalam konteks ini, penuntut umum semestinya turut mengkombinasikan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan Undang-Undang Anti Pencucian Uang.

Sebab, kelindan diantara keduanya sangat erat dan kombinasi itu juga diyakini akan menjadi pintu masuk untuk memiskinkan terdakwa.

KorupsiTerpidana kasus korupsi, Abd Hamid saat dilakukan pemeriksaan di Kejati Sulsel, Kamis 4 Januari 2021. (Foto: Tagar/Lodi Aprianto)

Kedua, perspektif penuntut umum tatkala mengajukan surat tuntutan. Dari bagian ini publik akan melihat seberapa serius penuntut umum sebagai representasi negara dalam memandang kejahatan korupsi yang dilakukan oleh terdakwa.

Mulai dari penentuan pasal yang terbukti sampai pada tuntutan hukuman yang diajukan kepada majelis hakim. Sayangnya selama ini kinerja penuntut umum belum cukup menunjukkan keberpihakan pada korban kejahatan (masyarakat), sebab, mayoritas tuntutan masih berada pada ambang batas minimal hukuman.

Ketiga, keberpihakan hakim saat menjatuhkan putusan. Sebagaimana diketahui hingga saat ini penerapan hukuman untuk kejahatan korupsi masih menggunakan asas premium remedium.

Ini sekaligus memberikan pesan kepada majelis hakim untuk dapat menjatuhkan hukuman yang bermuara pada pemberian efek jera sekaligus memulihkan kerugian keuangan negara.

Untuk itu, pidana pokok (penjara dan denda) maupun tambahan (uang pengganti dan pencabutan hak tertentu) mesti selalu dilekatkan pada setiap putusan yang dijatuhkan saat menyidangkan perkara korupsi. []

Berita terkait
Alasan Pengacara Minta Mark Sungkar Jadi Tahanan Kota
Pengacara Mark Sungkar meminta Majelis Hakim Tipikor Jakarta Pusat memberikan pertimbangan hukum agar kliennya dijadikan tahanan kota.
Tutup Celah Korupsi, Ganjar Pranowo Bikin Aplikasi Blangkon Jateng
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membuat aplikasi Blangkon Jateng untuk tutup celah korupsi di wilayahnya.
Dugaan Korupsi Rumah DP Nol Persen, KPK Diminta Panggil Anies Baswedan
Komisi Pemberantasan Korupsi diminta memanggil Anies Baswedan supaya terang benderang perkara mark up lahan untuk pembangunan rumah DP Nol Rupiah.
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)