Skeptisisme Warga Ancaman PSBB Malang Raya

Akademisi UB Malang Unti Ludigdo mengatakan ketegasan dan kepastian bantuan pemerintah akan memunculkan rasa skeptisisme pelaksanaan PSBB.
Jalanan di Kota Malang tampak ramai dan masyarakat beraktivitas normal seperti biasa meski sudah ada anjuran physical distancing maupun tinggal di rumah. (Foto: Tagar/Moh Badar Risqullah).

Malang - Ketua Tim Advokasi Kebijakan Publik Covid-19 Universitas Brawijaya (UB) Malang Prof Unti Ludigdo menyikapi ketidaktegasan dan sikap maju mundurnya sikap Pemerintah Daerah (Pemda) Malang Raya dalam menghadapi pandemi Covid-19 atau virus corona. Selain rencana menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), begitu juga terkait kesiapan Jaring Pengamanan Sosial (JPS).

Sebagaimana diketahui, berkaitan dengan jelang kebijakan PSBB Malang Raya sendiri beberapa kali sudah dilakukan pertemuan tiga kepala daerah. Namun begitu, selalu tidak membuahkan hasil. Bahkan terancam batal karena Bupati Malang Sanusi berubah pikiran di tengah jalan dengan berkeinginan untuk menundanya.

Sekarang faktanya menunjukkan, sikap maju mundur Pemda tadi (tidak tegas mengambil kebijakan) diikuti oleh masyarakatnya.

Sehingga, pertemuan kembali atau ke empat kalinya dilakukan bersama Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dalam rapat tertutup di Gedung Grahadi Surabaya pada Sabtu 9 Mei 2020 kemarin. Dalam rapat itu, ketiganya kembali bersepakat dan Khofifah juga merestui PSBB Malang Raya.

Adanya sikap maju mundur itu, kata Unti, secara tidak langsung berdampak pada kondisi masyarakat di Malang Raya. Satu diantaranya yaitu skeptisisme masyarakat dalam mematuhi anjuran physical distancing maupun tinggal di rumah guna memutus penyebaran Covid-19 ini.

"Sekarang faktanya menunjukkan, sikap maju mundur Pemda tadi (tidak tegas mengambil kebijakan) diikuti oleh masyarakatnya," kata dia dalam keterangannya saat diwawancarai Tagar melalui sambungan telepon.

Karenanya, jika sikap ketidakjelasan itu masih terus dipertontonkan. Terutama di masa pandemi ini. Dia menegaskan jangan salahkan masyarakat jika membuat pilihannya sendiri. Misalnya dengan tetap beraktivitas normal dan tidak mematuhi anjuran pemerintah.

"Masyarakat malah skeptisisme. Artinya, mereka akan berungkapan misalnya seperti mati urusan Gusti Allah. Mau kena virus atau tidak terserah. Nah, itu kami khawatirkan," tuturnya.

Padahal, menghadapi masalah pandemi Covid-19 ini dikatakannya berbeda dengan bencana alam atau non alam lainnya. Dikatakannya bahwa virus ini sifatnya silent enemy yaitu penyebaran dan gerakannya sulit terdeteksi.

Hal itu pun menurutnya sudah terlihat pada kondisi tingkat penyebarannya di Malang Raya. Khususnya di Kabupaten Malang dengan menyumbang catatan jumlah terbanyak kasus positif Covid-19 sebanyak 44 orang. Sedangkan di Kota Malang 22 orang dan Kota Batu 5 orang.

"Faktanya kan (kasus Covid-19) di Malang Raya tidak melandai. Terutama di Kabupaten Malang itu sudah menjadi transmisi lokal penyebaran Covid-19," ungkapnya.

Oleh karena itu, dalam menghadapi ini perlu ada ketegasan dan kejelasan sikap Pemda Malang Raya. Misalnya disetujui menerapkan PSBB, prosedurnya jelas dan diketahui masyarakat. Terutama berkaitan pemenuhan kebutuhan ekonomi yaitu kebijakan Jaring Pengamanan Sosial (JPS) harus menjadi perhatian khusus.

Artinya bahwa jika kondisi JPS harus diperkuat terlebih dahulu. Dengan harapan tujuan dari menerapkan kebijakan PSBB guna memutus penyebaran Covid-19 bisa tercapai dengan sukses dan bukan malah terjadi darurat pangan di masyarakat.

"Makanya, kalau misalnya kondisi JPS sekarang masih belum lancar. Dipikirkan bersama bagaimana caranya agar lancar?. Kekuatan finansial saat ini belum kuat? Bagaimana harus diperkuat," ucapnya.

"Nah, hal ini perlu adanya kerjasama dari semua komponen pemerintahan. Dari paling atas hingga tingkat bawah yaitu RT/RW. Karena mereka mengetahui langsung keadaan masyarakatnya," ujarnya.

Akan tetapi, sikap maju mundur Pemda Malang Raya sebagaimana diatas tadi kenyataannya juga malah dalam hal kebijakan JPS ini. Dimana sampai saat ini masih belum jelas alurnya. Sehingga hanya terkesan gimik dan membuat keresahan ditengah masyarakat.

Padahal, dia menyampaikan sekali lagi bahwa perlunya ketegasan dan kejelasan Pemda Malang Raya dalam mengambil kebijakan. Terutama berkaitan dengan ekonomi ini menurutnya penting dan diperlukan di situasi seperti ini untuk menyakini masyarakatnya.

Jika hal demikian yaitu ada ketegasan dan kejelasan dari Pemda. Bukan tidak mungkin masyarakat akan mematuhi anjuran pemerintah dengan sendirinya. Baik ketika PSBB Malang Raya jadi diterapkan atau tidak.

"Tapi, kembali lagi. Kalau yang diikuti tadi itu sikapnya masih tidak jelas. Masyarakat tentunya juga akan ikut-ikutan tidak jelas," kata Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UB Malang ini.

Mengapa begitu, Unti menyebutkan di masa pandemi seperti sekarang masyarakat sudah mengetahui bahwa ini kondisi sangat berat. Terutama ekonomi. Dari awalnya memiliki penghasilan, jadi tidak memiliki penghasilan.

Biasanya beraktivitas dengan normal, malah ada kekhawatiran terpapar Covid-19. Disisi lain, kalau tidak beraktivitas, tidak memiliki pendapatan untuk biaya hidup selama masa pandemi ini.

"Situasi seperti ini sudah membuat (masyarakat) stres. Jangan ditambah dengan situasi ketidakjelasan ini yang malah memperberat keadaan," ungkapnya.

Maka dari itu, sebelumnya dia pernah menyampaikan bahwa menghadapi Covid-19 adalah aspek kesehatan lebih diutamakan dibandingkan aspek lainnya. Tujuannya untuk keselamatan masyarakat.

"Kalau ini tidak dilakukan dengan upaya (kebijakan) yang lebih tepat. Dimungkinkan terjadi sebagaimana di Surabaya, Sidoarjo dan Gresik. Ini yang dikhawatirkan ketika adanya ketidakjelasan sikap Pemerintah," tuturnya.

Ketika tingkat penyebaran Covid-19 ini sudah memasuki kondisi tidak terkendali. Bukan tidak mungkin pula dikhawatirkannya nanti dampak kepada ekonomi masyarakat akan semakin besar. Sehingga penyelesaiannya juga akan semakin lama.

"Sampai kapan, ini juga menjadi tidak jelas. Malah nanti dampak ekonomi semakin besar," ujar dosen penyandang Guru Besar Bidang Ilmu Etika Bisnis dan Profesi ini.

Tentunya dia mengakui bahwa perspektifnya dengan Pemda terkait dalam mengahadapi suatu masalah pastinya berbeda. Namun, dalam situasi seperti saat ini menurutnya perlu menyamakan perspektif yaitu mengutamakan aspek kesehatan demi keselamatan masyarakat.

"Suatu kebijakan pasti akan ada risiko. Kalau seperti sekarang ini, pasti akan ada yang dikorbankan untuk menahan laju perkembangan Covid-19 ini," terangnya.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyetujui tiga daerah di Malang Raya untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Rencananya, dua hari ke depan draf pengajuan dipastikan segera dikirim ke Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.

Khofifah menjelaskan bahwa Malang Raya telah memenuhi syarat PSBB. Hal itu dilihat dari skoring kasus Covid-19 sudah mencapai 10. Sehingga pola penyebarannya sudah memenuhi untuk pemberlakukan PSBB.

Ketiga pemda Malang Raya pun menyambut baik restu Khofifah. Tidak terkecuali Bupati Malang Sanusi. Dimana, tiga hari sebelumnya dia sempat berubah pikiran dan berencana untuk tidak ikut mengajukan kebijakan PSBB Malang Raya.

Sehingga rencana untuk menerapkan PSBB Malang Raya saat itu terancam batal. Dikarenakan, meskipun Kota Malang sudah mengajukan. Kebijakan itu tidak bisa diterapkan jika Kabupaten Malang dan Kota Batu tidak ikut mengajukan. [] 

Berita terkait
Khofifah Sepakat Malang Raya Ajukan PSBB ke Menkes
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengaku pengajuan PSBB di Malang Raya akan dikirim ke Menkes paling cepat Sore ini atau besok pagi.
Kesepakatan PSBB di Malang Raya Terancam Batal
Kesepakatan pengajuan PSBB Malang Raya terancam batal karena inkonsisten Bupati Malang Sanusi. Sanusi masihbutuh pendalaman untuk PSBB.
Rapid Test 15 Nakes di Malang Raya Reaktif Covid-19
Lima belas tenaga kesehatan reaktif Covid-19 saat rapid test karena pernah kontak dengan pasien Covid-19 klaster Asrama Haji Surabaya.
0
Pemprov DKI Siap Patungan Bangun Giant Sea Wall
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyatakan siap untuk patungan dengan pemerintah pusat dalam membangun tanggul laut raksasa